Menuju konten utama

CEO Telegram Pavel Durov Ditangkap Kepolisian Prancis

Pendiri sekaligus CEO aplikasi perpesanan Telegram, Pavel Durov, diduga ditangkap karena kurangnya moderasi konten di platform media sosial tersebut.

CEO Telegram Pavel Durov Ditangkap Kepolisian Prancis
Pavel Durov menyampaikan pidato utama pada Mobile World Congress di Barcelona, ​​Spanyol 23 Februari 2016. REUTERS/Albert Gea

tirto.id - Pendiri sekaligus CEO aplikasi perpesanan Telegram, Pavel Durov, dikabarkan ditangkap di bandara Bourget, dekat Paris, Prancis, Sabtu (24/8/2024) malam.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, Senin (26/8/2024), Durov disebut sudah menjadi target surat perintah penangkapan di Prancis sebagai bagian penyelidikan awal kepolisian setempat. Durov dikabarkan ditangkap sekitar pukul 20.00 waktu setempat setelah terbang dari Azerbaijan.

TF1 dan BFM TV melaporkan bahwa penangkapan berkaitan penyelidikan yang dilakukan kepolisian Prancis tentang kekurangan moderator di Telegram. Polisi percaya bahwa kekurangan moerator sebagai pengawasan memungkinkan aktivitas kriminal terjadi tanpa hambatan di aplikasi perpesanan yang memiliki pengguna aktif mencapai 900 juta orang di seluruh dunia itu.

Kedutaan Besar Rusia di Prancis pun melaporkan kepada kantor berita negara TASS bahwa mereka belum dihubungi oleh tim Durov usai laporan penangkapan terjadi. Akan tetapi, Kedutaan Besar Rusia di Prancis memastikan segera mengklarifikasi kabar tersebut.

Sementara itu, Perwakilan Rusia untuk organisasi internasional di Wina, Mikhail Ulyanov, bersama sejumlah politisi Rusia, menuduh Prancis bertindak diktator dalam kasus Durov.

"Beberapa orang yang naif masih belum memahami bahwa jika mereka berperan lebih atau kurang terlihat dalam ruang informasi internasional, mereka tidak aman untuk mengunjungi negara-negara yang menuju masyarakat yang lebih totaliter," tulis Ulyanov di X.

Perlu diketahui, aplikasi Telegram merupakan aplikasi perpesanan yang berpengaruh besar di Rusia, Ukraina dan negara-negara Uni Soviet. Telegram telah menjadi salah satu platform media sosial utama setelah Facebook, YouTube, Whatsapp, Instagram, TikTok, dan WeChat.

Saat ini, penahanan Durov pun diperpanjang oleh otoritas judisial Prancis pada Minggu (25/8/2024). Penahanan tersebut diperpanjang berdasarkan hakim yang menangani kasusnya.

Menanggapi kasus Durov, pihak Telegram mengatakan, “Durov tidak menyembunyikan apa-apa dan sering melakukan perjalanan di Eropa.”

“Telegram mematuhi hukum yang berlaku di Uni Eropa, termasuk Undang-undang Layanan Digital — perubahannya tetap berada dalam koridor standar industri,” tambah platform tersebut. “Tidak masuk akal untuk menyatakan bahwa sebuah platform atau pemiliknya bertanggung jawab terhadap penyalahgunaan dari platform tersebut.”

Telegram didirikan Durov dan kini beroperasi di Dubai, Uni Emirat Arab. Miliarder ini sudah meninggalkan Rusia pada 2014 setelah menolak menutup komunitas oposisi di platform media sosial VK, yang kemudian dijual Durov.

Telegram memang menjadi sasaran sejumlah negara karena kontennya yang bersifat bebas. Sebagai contoh, Telegram menjadi saluran komunikasi untuk konten perang dan politik tanpa filter setelah invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 silam. Tidak sedikit konten dari kedua pihak tampil vulgar dan beberapa menyesatkan.

Selain itu, Telegram menjadi saluran utama komunikasi Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy dan tim. Rusia juga menggunakan platform tersebut untuk menyebarluaskan informasi mereka.

Penggunaan aplikasi Telegram yang bebas tersebut mendapat tekanan dari beberapa negara. Akan tetapi, Durov, yang merupakan miliarder dengan harta mencapai Rp238,7 triliun menurut Forbes, memastikan Telegram tetap netral dan tidak terlibat geopolitik.

Sumber: VOA Indonesia

#voaindonesia

Baca juga artikel terkait PAVEL DUROV atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz