tirto.id - Hanya 15 detik, durasi video yang memperlihatkan aksi dua remaja, Devina Anindita dan Keysha Aditia Putra Winardi, berdansa dengan gerakan dinamis selaras irama upbeat. Terbilang singkat, namun tak ayal memicu polemik. Sejurus video itu viral di media sosial, beragam reaksi pun bermunculan: ada yang memuji, ada pula yang mencaci.
Tak dimungkiri, sebagian orang enteng menghakimi lantaran sebatas menonton video itu, tanpa menggali informasi yang memadai tentang apa yang sesungguhnya dilakukan oleh Devina dan Keysha.
Padahal, kedua siswa SMPN 1 Ciawi adalah atlet dancesport yang memenangkan medali emas Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Barat 2022.
Sejak tahun 1980-an, federasi dancesport dunia menciptakan istilah "dancesport" untuk menyebut olahraga dansa.
Tari berubah menjadi olahraga pada awal abad ke-20, saat Camille de Rhynal, pengusaha Prancis, bersama sekelompok penari mengubah ballroom menjadi arena kompetisi dansa. Sejak itu, dikutip dari federasi dancesport dunia, kompetisi tarian menjelma menjadi kompetisi olahraga.
Kompetisi dansa tango pertama diadakan di Nice, Prancis, pada tahun 1907. Setelah itu, negara-negara Eropa lain pun berlomba menggelar kompetisi serupa.
Di tahun 1936, kompetisi dansa tingkat internasional diadakan di Bad Nauheim, Jerman, diikuti pasangan penari dari 15 negara dan tiga benua. Namun sayang, pelaksanaannya terhenti akibat Perang Dunia II.
Dancesport memungkinkan para pelaku atau atletnya untuk meningkatkan kebugaran — kualitas fisik dan mental, menjalin interaksi sosial, sekaligus mendapatkan hasil dari kompetisi di semua level.
Tidak hanya menyenangkan dan baik untuk interaksi sosial, dancesport juga menawarkan banyak manfaat kesehatan.
Sejumlah artikel menjabarkan, prinsip dasar dancesport sebenarnya tidak berbeda dari senam ritmik/gimnastik, ice skating, maupun pencak silat.
Dancesport dikatakan baik untuk meningkatkan detak jantung dan meningkatkan kebugaran kardiovaskular. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Sports Science and Medicine menemukan bahwa olahraga dansa ballroom ini dapat meningkatkan kebugaran kardiovaskular seperti berlari atau bersepeda.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Gerontology, orang berumur yang berpartisipasi dalam dansa ballroom menunjukkan peningkatan keseimbangan dan koordinasi yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain itu, dancesport juga baik untuk kesehatan tulang dan menjaga keseimbangan berat badan.
Aspek sosial dari menari, dipadukan dengan fokus dan konsentrasi yang dibutuhkan, dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan. Selain itu, musik dan gerakan dapat memberikan efek menenangkan, yang dapat membantu meningkatkan suasana hati dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Titano Bayuseto, atlet dancesport yang berkiprah sejak 2016 mengatakan. “Dancesport tak hanya sekadar tarian biasa, tetapi secara fisik dan mental harus kuat,” katanya, dikutip metrotvnews.com. Kesulitan yang dihadapi oleh atlet dancesport, diakui Titano, menjaga stamina dengan baik, tetapi tetap dansa dengan bagus.
Label “sport” pada dancesport mensyaratkan komitmen tinggi, sama halnya cabang olahraga lain. Hal ini dibenarkan oleh dr. Michael Triangto, SpKO dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga (PDSKO).
“Suatu kegiatan dapat dikategorikan sebagai olahraga jika memenuhi beberapa syarat,” ujar dr. Michael, “di antaranya latihan fisik dengan program serta frekuensi yang rutin dan intensif.” Dengan kata lain, ia menambahkan, porsi latihannya sesuai prinsip FITT, yaitu Frequency, Intensity, Time, Type (Frekuensi, Intensitas, Waktu/Jadwal, Tipe).
Tanpa prinsip FITT, menurut dr. Michael, gerakan dansa tidak dapat dikategorikan sebagai olahraga, melainkan sekadar kegiatan fisik. Prinsip ini pulalah yang membedakan (profesi) pelakunya sebagai dancer di ranah hiburan atau atlet di medan kompetisi di semua level — sebagaimana disebutkan di awal.
Ia juga meluruskan pernyataan miring dari sebagian orang yang menyangsikan dancesport sebagai bagian dari (cabang) olahraga. “Selain prinsip FITT, dance layak disebut sport jika memenuh tiga syarat ini,” katanya.
“Yaitu, harus ada sesi pemanasan, peregangan, pendinginan,” ujarnya kepada tirto.id melalui sambungan telepon.
Baik untuk Remaja
Dengan manfaat yang sama baiknya dengan olahraga, amankah dancesport yang gerakannya terbilang sulit tersebut dilakukan oleh praremaja atau remaja seusia Devina dan Keysha?
“Tentu saja. Karena toh porsi latihannya bertahap, dimulai dari gerakan dasar yang relatif mudah diikuti.”
Menurutnya, itulah pentingnya atlet dancesport berlatih secara kontinyu dengan penuh komitmen. Selain untuk mengasah keterampilan, juga menghindari cedera. Makin rajin dan rutin berlatih, figur sang atlet dancesport makin bagus, gerakannya juga makin luwes dan indah. Secara keseluruhan, pertunjukannya tersaji memikat.
Menurut dr. Michael, sebagaimana cabang olahraga lain, latihan dancesport bisa dimulai sedini mungkin. Sebab di usia dini — katakanlah praremaja atau remaja, tubuh masih fleksibel, mampu membentuk figur dan melakukan manuver, sekaligus mengasah musikalitas.
Di luar itu semua, ditegaskan oleh dr. Michael, masih ada lagi sederet komponen yang harus diperhatikan oleh praremaja atau remaja yang ingin mengikuti jejak Devina dan Keysha menjadi atlet dancesport. Yang utama, nutrisi. Tanpa kecukupan nutrisi, mustahil memiliki kekuatan otot, kebugaran paru-paru, jantung, dan lain-lain
“Bayangkan kalau nutrisinya kurang, lalu ototnya kaku, mana bisa memiliki kelincahan atau fleksibilitas sebagai atlet dancesport?” tukasnya.
Jadi sebatas menyukai dancesport saja tidak cukup. Calon atlet juga harus memenuhi segala konsekuensi dan komitmennya, dari nutrisi yang berimbang sampai latihan yang rutin dan bertahap.
Untuk itu, dr. Michael memandang penting dukungan atau keterlibatan para profesional — dari pelatih, dokter, sampai ahli gizi — dalam membentuk atlet secara konsisten sejak dini.
Laman worlddancesport.org menuliskan dancesport memungkinkan seseorang untuk meningkatkan baik kebugaran fisik dan juga kesejahteraan mental. Cabang olahraga ini juga telah melampaui semua batasan usia, jenis kelamin, dan budaya di seluruh dunia.
Jadi, tidak ada salahnya bila siswa Indonesia, seperti Devina dan Keysha untuk terus menari, dan meraih prestasi, bukan?
Penulis: Vega Probo
Editor: Lilin Rosa Santi