tirto.id - Sebagian pasangan suami istri (pasutri) mungkin bertanya mengenai bolehkah puasa setelah berhubungan intim di pagi hari. Jawaban mengenai hal tersebut dapat dipahami setelah mengetahui hukum berjimak atau berhubungan badan saat Ramadan dan batasannya.
Hubungan intim merupakan fitrah manusia. Allah menghalalkannya setelah laki-laki dan perempuan terikat dalam pernikahan yang sah. Amalan tersebut juga bernilai ibadah dan mampu mengeratkan kasih sayang di antara keduanya.
Namun, Islam memberikan batasan mengenai aktivitas tersebut di bulan Ramadan. Batas hubungan intim setelah puasa, diatur waktu kebolehan melakukannya. Sebagian pasutri mengambil kesempatan ini di pagi hari.
Hukum Berhubungan Suami Istri di Bulan Ramadhan
Puasa atau shiyam dalam bahasa Arab, secara etimologi (bahasa) berarti "menahan". Sementara itu, secara terminologi (istilah), puasa dimaknai sebagai menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, dengan niat tertentu, mulai dari terbitnya fajar shadiq sampai tenggelamnya matahari.
Dalam Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab, Imam Nawawi menyebutkan, puasa dianggap selesai dan sempurna dengan terbenamnya matahari. Hal ini merujuk pada hadis riwayat Umar, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Jika waktu malam telah datang dari sini, waktu siang telah berlalu dari sini, dan matahari telah terbenam dari sini, maka orang yang puasa boleh berbuka."
Terdapat 8 hal yang dapat membatalkan puasa. Pertama, masuknya sesuatu ke dalam tubuh secara sengaja melalui lubang yang berpangkal pada organ dalam (jauf), misalnya melalui mulut, hidung, atau telinga. Berikutnya, muntah dengan sengaja.
Hal yang juga membatalkan puasa dalam melakukan hubungan suami istri di siang hari pada saat puasa secara sengaja. Berkaitan dengan hal itu, keluar air mani (sperma) karena bersentuhan kulit juga membuat puasa batal. Ini berbeda hukumnya dengan keluar mani karena mimpi basah.
Selanjutnya, yang termasuk pembatal puasa adalah haid atau nifas pada siang hari, mengalami gangguan jiwa atau gila pada saat berpuasa, dan murtad (keluar dari Islam).
Kendati demikian, hal-hal yang membatalkan hanya berlaku sepanjang dilaksanakannya puasa dari pagi sampai sore hari. Artinya, jika sudah masuk waktu berbuka, aktivitas pembatal puasa sudah boleh dilakukan lagi. Seseorang dapat makan, minum, hingga berhubungan intim bagi pasutri.
Dalilnya mengenai kebolehan jimak bagi pasutri saat Ramadan adalah firman Allah di surah Al-Baqarah:187 berikut:
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
Uḥilla lakum lailataṣ-ṣiyāmir-rafaṡu ilā nisā'ikum, hunna libāsul lakum wa antum libāsul lahunn(a), ‘alimallāhu annakum kuntum takhtānūna anfusakum fatāba ‘alaikum wa ‘afā ‘ankum, fal-āna bāsyirūhunna wabtagū mā kataballāhu lakum, wa kulū wasyrabū ḥattā yatabayyana lakumul-khaiṭul-abyaḍu minal-khaiṭil-aswadi minal-fajr(i), ṡumma atimmuṣ-ṣiyāma ilal-lail(i), wa lā tubāsyirūhunna wa antum ‘ākifūna fil-masājid(i) tilka ḥudūdullāhi falā taqrabūhā, każālika yubayyinullāhu āyātihī lin-nāsi la‘allahum yattaqūn(a).
Artinya, "Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 187)
Ayat di atas dengan jelas menerangkan batas waktu suami istri bisa berhubungan intim yang berkaitan dengan ibadah puasa. Allah mengetahui bahwa kebutuhan biologis manusia butuh disalurkan. Ketika bulan Ramadan tiba selama 29 atau 30 hari, berhubungan intim tetap dapat dilakukan pada malam hari tanpa merusak puasa.
Berhubungan Saat Azan Subuh Apakah Membatalkan Puasa?
Berhubungan saat puasa di pagi hari bolehkah? Jawaban atas pertanyaan ini dapat dipahami dengan mengetahui awal dimulainya puasa dan waktu untuk berbuka. Pasalnya, hubungan intim hanya dilarang untuk dilakukan sepanjang puasa masih dilakukan pada siang hari.
Setelah masuk waktu berbuka, pasutri sudah bisa melakukan hubungan intim. Mereka bisa menjalankannya sampai sebelum fajar sidik tiba dengan tanda dikumandangkannya azan subuh.
Dengan demikian, sekalipun waktu telah beranjak pagi hari sampai sepertiga malam, hubungan intim pasutri tetap boleh dilakukannya. Namun, aktivitas ini sebaiknya sudah selesai dilakukan sebelum masuknya waktu subuh.
Berhubungan saat adzan subuh apakah membatalkan puasa? Apabila jimak tetap berlangsung setelah dimulainya waktu berpuasa atau azan subuh, maka akan membatalkan puasa.
Jika melakukan hubungan intim setelah imsak apakah membatalkan puasa? Imsak bukan waktu dimulainya berpuasa dan tidak bisa menggantikan azan sebagai patokan. Hubungan intim yang masih berlangsung saat imsak tidak membatalkan puasa, tapi sebaiknya secepatnya diselesaikan lantaran jaraknya waktunya dengan azan subuh sangat dekat.
Puasa adalah ibadah yang tekah ditetapkan waktu pelaksanaannya. Aturannya pun jelas. Jika tidak ingin puasa menjadi rusak, pahami dan patuhi berbagai sebab batalnya puasa.
Hukum Berhubungan Suami Istri Bulan Ramadhan Setelah Subuh
Bagaimana hukum berhubungan suami istri di bulan Ramadhan pada pagi hari setelah subuh? Karena waktu subuh adalah batas awal puasa, maka hukumnya puasa tersebut tidak sah. Ia tetap harus melakukan puasa qada, diikuti dengan kafarat hukuman puasa dua bulan berturut-turut, atau jika tidak mampu, memberi makan untuk 60 orang fakir.
Dalam video "Hubungan Suami Istri Siang Hari Saat Ramadan, Siapa Bayar Kafarat?" (Youtube), Buya Yahya menerangkan bahwa yang terkena hukum kafarat ini, menurut mazhab Syafi'i, adalah suami, sedangkan istri tidak.
Selain membayar denda tersebut, orang yang melakukan hubungan suami-istri juga mesti membayar puasa yang batal tadi pada hari lain di luar Ramadan. Hal ini berlaku untuk sang suami dan istri.
Denda puasa dua bulan berturut-turut ini bermakna, seorang suami yang melakukan hubungan suami-istri saat puasa, mesti berpuasa 60 hari tanpa putus. Jika putus sehari, maka diulang kembali dari awal, kecuali ia pada hari tersebut terkena uzur syar'i.
Jika seseorang tidak mampu puasa 60 hari berturut-turut, maka ia mesti memberi makan terhadap 60 orang fakir. Kadarnya 1 mud atau sekitar 0,7 ons untuk setiap orang.
Denda terhadap suami-istri yang berhubungan badan saat puasa ini berlaku untuk satu hari. Jika kemudian pada hari berikutnya mereka melakukan hal yang sama, maka dendanya bertambah sesuai ketentuan di atas.
Titik berat dalam masalah ini yaitu melakukan hubungan suami istri siang hari saat berpuasa Ramadan adalah pelanggaran berat. Pasalnya, orang ini berarti tidak menghormati bulan Ramadhan yang suci, tetapi justru mengotorinya dengan perbuatan yang sudah pasti dilarang.
Kapan Batas Waktu Berhubungan Suami-Istri saat Puasa?
Pasangan suami istri bisa melakukan hubungan intim setelah dimulainya waktu berbuka sampai menjelang waktu subuh. Jika mereka masih berhubungan badan saat imsak, menjelang subuh, dan menyelesaikannya sebelum subuh, puasa yang dijalankan tetap sah. Pasalnya, mereka berdua sudah tidak dalam keadaan berhubungan saat azan subuh tiba.
Meskipun suami-istri tersebut dalam keadaan junub ketika subuh datang, hal tersebut bukan masalah. Keadaan junub tidak membatalkan puasa. Hanya saja, suami-istri tersebut perlu mandi wajib sebelum menjalankan ibadah salat subuh.
Diriwayatkan Aisyah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki fajar pada bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi, lalu beliau mandi dan berpuasa. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Ilham Choirul Anwar