Menuju konten utama

Bolehkah Puasa Sebelum Mandi Wajib Haid?

Bolehkah puasa sebelum mandi wajib haid? Para muslimah harus tahu ini. Jangan sampai tak puasa Ramadan tanpa uzur sehingga berdosa besar. Simak di sini.

Bolehkah Puasa Sebelum Mandi Wajib Haid?
Ilustrasi Mandi. foto/istockphoto

tirto.id - Bolehkah puasa sebelum mandi wajib haid? Para muslimah harus tahu hukum masalah ini. Meninggalkan puasa Ramadan tanpa uzur menyebabkan seseorang berdosa besar dan wajib untuk qadha.

Ibadah puasa merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan seluruh umat Islam. Bagi para muslimah yang sudah balig, salah satu syarat sah pelaksanaan ibadah puasa adalah harus bebas dari hadas besar seperti darah haid.

Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit di dalam Al-Quran mengenai larangan puasa bagi wanita yang sedang menstruasi, dalil bahwa mereka tidak boleh berpuasa disampaikan secara retoris dalam riwayat ketika seorang wanita Arab bertanya kepada Nabi Muhammad Saw, beliau kemudian menjawab:

“Bukankah bila si wanita haid ia tidak salat dan tidak pula puasa?” (HR. Bukhari dan Muslim).

Apakah Sah Puasa Jika Belum Mandi Wajib Haid bagi Perempuan?

Dalam Islam, perempuan haid atau sedang menstruasi dilarang berpuasa Ramadan. Namun, ketika haidnya berhenti, ia wajib melanjutkan puasanya.

Lantas, apakah boleh puasa tapi belum mandi wajib haid? Bolehkah puasa tapi belum mandi wajib setelah haid?

Jumhur ulama bersepakat, sah hukumnya wanita yang memiliki hadas besar setelah haid untuk menjalankan ibadah puasa Ramadan meskipun belum mandi wajib.

Hadas besar tidak masuk dalam salah satu syarat sah pelaksanaan puasa Ramadan. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Aisyah Ra. sebagai berikut:

"Nabi Muhammad SAW pernah berpagi hari dalam kondisi junub karena jimak, kemudian beliau mandi dan terus berpuasa,” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain dari Ummu Salamah RA, ia menyebutkan: “Rasulullah SAW tidak mengqada [puasanya],” (HR. Muslim).

Kondisi hadas besar selepas haid, namun belum mandi bisa dianalogikan dengan kondisi hadas selepas berhubungan suami istri. Hal itu juga tertera dalam kitab Ibanatul Ahkam (1996) yang ditulis Hasan Sulaiman An-Nuri dan Alawi Abbas Al-Maliki sebagai berikut:

“Orang yang berpuasa boleh menunda mandi junub hingga waktu setelah fajar terbit. Tetapi, yang lebih utama adalah ia menyegerakan mandi wajib sebelum terbit fajar atau sebelum Subuh,” (Juz 2, Hlm. 313).

Kapan Harus Mandi Wajib untuk Perempuan?

Ketika muslimah yang sudah berhenti haidnya, ia dianjurkan untuk segera mandi janabah dan mengerjakan ibadah-ibadah wajib dalam Islam, termasuk salat dan puasa.

Di bulan Ramadan, ketika haidnya berhenti di siang hari, ia dapat segera mandi janabah dan berpuasa keesokan harinya.

Akan tetapi, bagaimana ketika haidnya berhenti di malam hari saat sedang tidur, kemudian baru menyadari di waktu fajar bahwa ia sudah suci, padahal, muslimah bersangkutan belum berniat untuk puasa Ramadan di hari tersebut.

Dalam hal ini, permasalahan puasa sebelum mandi wajib haid terbagi menjadi dua:

Pertama, apabila muslimah itu bangun di waktu sahur dan belum memasuki imsak, ia dapat menyantap sahur dan berniat puasa Ramadan keesokan harinya. Mandi janabah dapat dilakukan setelah sahur.

Kedua, jika muslimah itu bangun di pagi hari dan baru menyadari bahwa ia sudah suci dari haid, sementara ia belum berniat puasa Ramadan, maka pada hari itu, ia tidak diwajibkan puasa.

Bagaimanapun juga, puasa Ramadan baru dianggap sah apabila seseorang berniat di malam harinya, sebagaimana tertera dalam sabda Nabi Muhammad Saw:

"Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, tidak ada puasa baginya," (HR. Baihaqi dan Daruquthni).

Dalam hal ini, perempuan haid dan belum menyadari bahwa haidnya akan berhenti biasanya tidak berniat akan berpuasa. Oleh karena itu, ketika ia baru sadar bahwa haidnya berhenti pagi harinya, ia tidak wajib berpuasa dan baru boleh melanjutkan puasa Ramadan keesokan harinya.

Apakah ia berdosa? Tidak. Sebab, Rasulullah SAW bersabda: “Telah diangkat pena dari tiga golongan: dari orang gila sampai ia sadar, dari orang tidur hingga ia bangun, dan dari anak kecil hingga ia balig,” (HR. Tirmidzi).

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2025 atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Diajeng
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Syamsul Dwi Maarif