Menuju konten utama

BLT Minyak Goreng Jokowi Tak Efektif jika Mafia Masih Merajalela

BLT minyak goreng ala Jokowi dinilai tidak akan efektif karena ada persoalan mendasar yang belum teratasi.

BLT Minyak Goreng Jokowi Tak Efektif jika Mafia Masih Merajalela
Warga membeli minyak goreng kemasan di Kelurahan Rancamaya, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/3/2022). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/wsj.

tirto.id - Pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng sebesar Rp300 ribu untuk tiga bulan kepada masyarakat miskin. Bantuan tersebut disalurkan mulai April, Mei dan Juni 2022. Presiden Jokowi memastikan pembayaran BLT dibayarkan di muka.

BLT minyak goreng menyasar 20,5 juta keluarga yang menjadi penerima Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dan program keluarga harapan (PKH). Bantuan juga diberikan kepada sekitar 2,5 juta PKL yang fokus berjualan gorengan.

Merespons kebijakan tersebut, Research Director at Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Faisal menjelaskan, strategi pemerintah untuk memberikan BLT minyak goreng adalah keputusan jangka pendek.

Inti permasalahan mahalnya minyak goreng adalah adanya spekulan di tahap distribusi, pemerintah seharusnya fokus untuk menyelesaikan masalah di bagian tersebut.

“Ini jangka pendek ya, artinya subsidinya tidak efektif. Inti permasalahannya tetap, pemerintah harus selesaikan yaitu dari mengawasi atau menegakkan hukum terhadap pelaku spekulan yang menyebabkan kelangkaan terhadap minyak goreng yang disubsidi,” kata Faisal kepada Tirto, Senin (4/4/2022).

Ia menjelaskan, seharusnya pemerintah dalam tiga bulan ke depan sudah bisa menyelesaikan permasalahan mafia minyak goreng yang saat ini membuat harga komoditas melonjak.

“Kalau tiga bulan berarti pemerintah ini mestinya bisa diselesaikan. Pemerintah harus menyelesaikan permasalahan distribusi minyak goreng yang mafia itu. Sehingga ketika nanti BLT-nya sudah habis, selesai dalam waktu tiga bulan harganya sudah bisa terjangkau,” terang dia.

Dalam pemberitaan Tirto sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkap adanya temuan alat bukti tambahan terkait dugaan kartel minyak goreng yang menyeret delapan pelaku usaha besar.

"Kegiatan penyelidikan akan memperkuat alat bukti yang ada dan menemukan satu alat bukti tambahan sebelum diputuskan cukup bukti untuk dibawa ke tahapan pemeriksaan oleh Sidang Majelis Komisi," ucap Direktur Investigasi KPPU Gopprera Panggabean, Rabu (30/3/2022).

Kendati demikian, KPPU masih merahasiakan delapan perusahaan besar minyak goreng yang diduga terlibat dalam praktik kartel. KPPU akan mencari bukti menggunakan alat bukti ekonomi dan bukti perilaku dalam mengungkap perkara ini.

Gopprera Panggabean mengatakan, KPPU mulai melakukan proses penegakkan hukum sejak 26 Januari 2022 guna menemukan alat bukti adanya dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Dalam proses pra-penyelidikan, tim investigasi telah menemukan satu alat bukti dan meningkatkan status penegakkan pada tahapan penyelidikan. Khususnya, atas dugaan pelanggaran Pasal 5 mengenai penetapan harga, Pasal 11 dan Pasal 19 huruf c penguasaan pasar melalui pembatasan peredaran barang dan jasa.

Dalam krisis minyak goreng ini, KPPU menggunakan dua strategi pendekatan untuk pembenahan persaingan usaha di industri kelapa sawit.

Pendekatan tersebut dilakukan melalui upaya penegakkan hukum untuk memberikan efek jera atas pelaku usaha yang melakukan pelanggaran undang-undang, serta upaya pemberian saran dan pertimbangan bagi kebijakan pemerintah untuk menjamin adanya persaingan usaha yang sehat di industri tersebut.

"Tindakan ini ditempuh KPPU menyikapi persoalan tingginya harga dan kelangkaan minyak goreng sejak awal tahun 2022," jelas Gopprera.

Terungkapnya mafia minyak goreng sudah disebut oleh Kementerian Perdagangan, namun hingga saat ini Kemendag belum juga mengungkap siapa saja pelaku di balik naiknya harga minyak goreng saat ini.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah harus segera mengusut permasalahan spekulan yang membuat harga minyak goreng melonjak.

Adanya kabar mengenai pemerintah menunda untuk menegakkan aturan karena adanya pertimbangan suplai akan terganggu jika mafia diungkap dan minyak goreng bakal disita polisi tidak masuk akal.

“Gak masuk akal ya, karena menurut saya, barang yang kemudian disita meskipun dalam proses hukum tapi dalam kondisi tertentu kan bisa digunakan ya misalnya untuk operasi pasar, kemudian oleh Bulog ya yang justru untuk stabilitas harga. Tapi yang paling penting lagi memang penegakan hukum untuk mafia minyak goreng ini memang harus dilakukan agar ada efek jeranya,” jelas dia kepada Tirto, Senin (4/4/2022).

Bhima menjelaskan, dengan adanya pembiaran yang dilakukan saat ini justru terjadi kelangkaan yang berpindah dari minyak goreng kemasan ke curah. Kondisi tersebut malah memunculkan mafia baru. Para mafia baru ini melakukan repacking dari minyak curah menjadi minyak kemasan premium. Hal tersebut justru dampaknya akan lebih besar lagi.

“Sebelumnya ada contoh kasus dugaan kartel daging sapi, bukan berarti pasokan daging sapinya berkurang pada saat itu kan. Dengan terjadi penyitaan kemudian izin usaha dicabut apa kemudian efeknya daging sapi langka? Sebenarnya udah biasa lah soal tindak perizinan. Jadi dari sisi regulasi juga gak mungkin membiarkan barang sitaan tadi, apalagi jumlahnya misalnya sampai jutaan kilo liter gak bisa digunakan unutk kemaslahatan masyarakat,” pungkas Bhima.

Baca juga artikel terkait KELANGKAAN MINYAK GORENG atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Fahreza Rizky