Menuju konten utama

Bisnis Jual Beli Data Nasabah Raup Laba Rp5 Juta per Bulan

Bisnis penjualan data nasabah bisa meraup keuntungan hingga Rp5 juta per bulannya. Polisi telah menetapkan Chendy sebagai tersangka kasus jual beli data nasabah.

Bisnis Jual Beli Data Nasabah Raup Laba Rp5 Juta per Bulan
Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya (kiri) dan Kasubdit Industri dan Perdagangan Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Hengki Heriyadi memberikan keterangan kepada media, Jakarta, Kamis (25/8/2017). tirto.id/Andrey Gromico.

tirto.id - Polisi berhasil menangkap tersangka kasus penjualan data nasabah, Chendy, dengan barang bukti berupa data 13 gigabyte data nasabah.

Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri, Agung Setya, bisnis jual beli data nasabah ini bisa meraup keuntungan hingga Rp5 juta per bulan.

Berdasar penuturan Agung, ada 13 gigabyte data nasabah yang sudah diamankan oleh pihak kepolisian. Agung juga sudah memeriksa situs jual-beli online tempat Chendy memperdagangkan data tersebut. Setiap 1.000 data nasabah, Chendy menghargainya seharga Rp350 ribu. Untuk 100.000 nasabah, harga yang ditawarkan menjadi sangat murah, yakni Rp1,1 juta.

“Ya setiap bulan dia dapat (Rp) 5 juta dari bisnis ini sejak 2014,” terang Agung hari ini, Jumat (25/8/2017) di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat. Total hasil penjualan data nasabah yang dijalankan Chendy ini menghasilkan Rp158,1 juta.

Pada data yang diperjualbelikan tersebut, kepolisian juga menemukan adanya data tentang apartemen yang dimiliki nasabah dan mobil yang menjadi aset mereka. Pelanggannya pun beragam, mulai dari marketing perusahaan, marketing kartu kredit, dan perorangan yang saat ini masih ditelisik.

Dalam peraturan Pasal 1 ayat (28) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka bank sepatutnya menyimpan data tentang nasabah dan aset yang tersimpan di bank tersebut. Ini berarti kerahasiaan nasabah –dengan catatan mereka menyimpan uang di bank terkait– akan tertutup rapat.

Sayangnya, persoalan kerahasiaan data nasabah tersebut tidak diatur dalam sektor non-perbankan. Ekonom dari Institute for Development of Economics & Finance (INDEF), Nailul Huda, mengakui bahwa perlindungan data nasabah masih lemah. Konteks nasabah yang dimaksud pun beragam, karena data bisa berasal dari mana saja.

Sektor perbankan hanya salah satu dari contoh saja, “bisa jadi ada konsumen yang berasal dari transaksi kredit mobil atau motor.” Selain daripada itu, transaksi pembuatan akun di internet juga dapat menjadi peluang terbukanya jual-beli database. “Dari pihak operator pun bisa bermain di situ,” katanya.

Menurut Nailul, hal inilah yang menjadi sumber masalah penyebaran database. Boleh saja menjerat Chendy dengan UU Perbankan, tapi sepatutnya, usaha database di luar unsur Perbankan belum diatur secara ketat. “Peraturannya belum mencakup semua sektor bisnis yang memungkinkan pengambilan data pribadi masyarakat,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait DATA NASABAH atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri