tirto.id - Sempat disia-siakan oleh AC Milan, Pierre-Emerick Aubameyang kini menjelma menjadi salah satu predator paling ganas di sepakbola Eropa. Lini depan Borussia Dortmund sangat bergantung pada bomber internasional Gabon yang meraih predikat sebagai pemain terbaik Afrika 2015 ini.
Aksi paling anyar Aubameyang terjadi tanggal 5 November 2016 lalu. Setelah diparkir di laga sebelumnya lantaran tindakan indisipliner, ia langsung menebusnya dengan penampilan moncer. Gelontoran 4 gol plus 1 assist yang dibuatnya di kandang Hamburg SV membawa Die Borussen menang telak 2-5.
Dengan tambahan 4 gol tersebut, Aubameyang kini telah mencetak 11 gol dalam 9 laga, hanya di kompetisi Bundesliga musim 2016/2017 ini saja. Di Liga Champions -di mana ia absen saat Dortmund menekuk Sporting Lisbon 1-0 awal November 2016 lalu- Aubameyang sudah mengoleksi 3 gol dari 3 pertandingan.
Balada Aubameyang
Aubameyang adalah penghuni akademi AC Milan pada 2007-2008. Dari primavera, ia dipromosikan ke tim senior. Namun, hingga 2011, potensinya disia-siakan, bahkan ketika Rossoneri mengalami dua kali pergantian pelatih selepas ditinggal Carlo Ancelotti, yakni dari Leonardo ke Max Allegri.
Masa muda Aubameyang dilaluinya sebagai pemain pinjaman. AC Milan akhirnya melepasnya ke Saint-Etienne pada 2011 dengan mahar 1,8 juta euro. Klub Perancis ini adalah klub terakhir yang menjadi “sekolah” Aubameyang di mana ia mencetak 8 gol dalam 33 laga.
Di musim perdananya sebagai anggota paten Saint-Etienne, Aubameyang langsung tampil gemilang: 39 gol dalam 2 musim. Inilah yang membuat Borussia Dortmund bergerak membawanya ke Jerman dengan tebusan 13 juta euro pada 4 Juli 2013.
Bersama Dortmund, gemerlap Aubameyang kian mengkilap. Hingga 5 November 2016, ia sudah mencatatkan 156 penampilan di semua ajang yang diikuti klub mapan Bundesliga itu, dengan koleksi 94 gol.
Tak heran jika Aubameyang kini menjadi incaran klub-klub raksasa Eropa meskipun Dortmund tentu saja tidak ingin melepasnya. Harga jual pemain kelahiran Perancis ini pun melonjak hingga menembus angka 45 juta euro, demikian perkiraan Transfermarkt.
Sebelum Aubameyang, AC Milan juga pernah melakukan hal serupa kepada Patrick Vieira yang hanya tampil di 2 laga setelah digaet dari Cannes pada 1995. Semusim di Italia, Vieira pindah ke Inggris yang ternyata menjadi masa-masa emasnya usai terbuang. Satu dekade kurang bersama Arsenal, ia menjelma sebagai salah satu gelandang terbaik dunia saat itu.
Vieira menjadi aktor utama di balik era kejayaan The Gunners yang kini sukar diulang. Ia membawa pasukan Arsene Wenger meraih 3 kali trofi Premier League ditambah 4 kali kampiun Piala FA. Pria kelahiran Senegal ini juga menjadi bagian dari skuad juara Perancis di Piala Dunia 1998, Piala Eropa 2000, serta Piala Konfederasi 2001.
Jalan karier yang hampir sama dialami pula oleh dua kompatriot senegara dan seklub Vieira: Thierry Henry dan Nicolas Anelka. Henry seolah tak berguna pula di Serie A saat memperkuat Juventus. Hanya setengah musim saja ia bertahan dengan cuma tampil 16 kali dan mencetak 3 biji gol.
Sama seperti Viera, peruntungan Henry berubah drastis setelah hijrah ke Arsenal. 1999-2007, ia menjadi ujung moncong meriam London dengan torehan 174 gol dalam 254 pertandingan.
Dua trofi Premier League plus 3 gelar jawara Piala FA dipersembahkannya, ditambah seabrek titel pribadi, termasuk 4 kali meraih sepatu emas alias top skor Liga Utama Inggris. Kebintangan Henry pun menular ke tim nasional Les Blues dan klub-klub berikutnya, yakni Barcelona (Spanyol) dan New York Red Bulls (Amerika Serikat).
Arsenal lagi-lagi ibarat dewa penolong bagi calon bintang asal Perancis di periode yang sama. Selain Viera dan Henry, ada pula Nicolas Anelka. Merantau dari Le Chesnay, ia diterima di akademi klub ibukota, Paris Saint Germain (PSG), pada 1995.
Setahun berselang, Anelka sempat masuk skuad utama Les Parisiens, namun hanya main di 10 laga dengan sebiji gol. Arsene Wenger yang juga berasal dari Perancis tampaknya mengendus bakat Anelka. Maka, pada 1997, diboyonglah si anak badung ke Highbury.
Terlepas dari karakter bengal di usia mudanya, Anelka memberikan warna yang cukup berarti di lini depan Arsenal selama dua musim. Ia main dalam 65 laga Premier League dan mencetak 23 gol serta turut mengantarkan The Gunners mengamankan double winner di musim debutnya:juara Liga Utama Inggris dan Piala FA.
Jejak langkah Anelka selanjutnya cukup panjang. Ia melintasi benua, dari Spanyol, Turki, Cina, bahkan India. Meskipun mengalami pasang surut, label bintang tetap layak disematkan kepada peraih gelar top skor Premier League dan Piala FA musim 2008/2009 ini.
Membayar Tinggi Ludah Sendiri
Masih cukup banyak pesepakbola lainnya yang juga pernah menyandang status sebagai pemain buangan sebelum menjadi bintang. Sebutlah Raul Gonzalez yang setelah lulus dari akademi Atletico Madrid justru menjadi legenda hidup di Real Madrid, juga Mikel Arteta yang merupakan alumnus La Masia tapi meraih kejayaan di Inggris bersama Everton dan Arsenal karena dipandang sebelah mata oleh Barcelona.
Jangan lupakan Samuel Eto’o. Disingkirkan Real Madrid, striker Kamerun ini sangat berdaya-guna di Mallorca, Barcelona, hingga Inter Milan. Sebaliknya, La Beneamata seharusnya menyesal telah menyia-nyiakan Andrea Pirlo yang andilnya sangat vital di AC Milan dan Juventus.
Di era kekinian, selain Aubameyang, banyak lagi sosok lain yang bernasib nyaris persis. Bahkan, ada klub yang menjilat ludah sendiri dengan merekrut pemain yang pernah dibuangnya meskipun harus merogoh kocek dalam-dalam. Itulah yang dirasakan oleh Manchester United dan Bayern Munchen terkait transfer Paul Pogba dan Matt Hummels.
Pogba, yang menghuni skuad muda Setan Merah pada 2009-2011, dipungut oleh Juventus secara cuma-cuma usai ditendang keluar dari Old Trafford. Awal musim 2016/2017 ini, gelandang Perancis itu dibeli lagi oleh MU dan memecahkan rekor transfer pemain termahal dunia: 105 juta euro.
Hummels juga demikian. Tekun menimba ilmu di akademi Bayern Munchen dari 1995 hingga 2006 dan sempat menjadi bek andalan Bayern Munchen II, orang Jerman ini justru dilego ke klub rival, Borussia Dortmund, dengan mahar yang terbilang murah, 4 juta euro pada 2009 setelah semusim sebelumnya menjadi pemain pinjaman.
Di Dortmund, Hummels tampil sempurna dengan mengemas 308 penampilan sampai akhir musim lalu. Dan kini, ia kembali berseragam Bayern Munchen setelah dipulangkan dengan tebusan yang mencapai angka 35 juta euro.
Terlepas dari betapa tajirnya MU maupun Die Rotten, membeli kembali pemain yang dulu tidak dianggap dengan harga tinggi tetap saja menjadi sebuah “aib” yang harus terus ditanggung.
Bola memang bundar dan terus bergulir. Begitu pula dengan alur nasib para pelakunya, juga kehidupan manusia pada umumnya. Yang digadang-gadang bersinar belum tentu konsisten benderang. Sebaliknya, yang pernah terhempas pun tidak lantas menjadi ampas.
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RS