tirto.id - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan (7 Day Reserve Repo Rate/7DRRR) sebesar 50 basis poins (bps) menjadi 5,25 persen. Kenaikan itu berdasarkan keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang berlangsung dari 27-28 Juni 2018.
Kemudian, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,50 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 6,00 persen. Kebijakan ini berlaku efektif sejak 29 Juni 2018.
"Keputusan kenaikan suku bunga tersebut merupakan langkah lanjutan Bank Indonesia untuk secara pre-emptive, front-loading, dan ahead of the curve dalam menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara dan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi," kata Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo di kantor Bank Indonesia, Jakarta pada Jumat (29/6/2018).
Perry menjelaskan langkah ini diambil setelah melihat kondisi perekonomian global. Pasalnya, ketidakpastian pasar keuangan masih tetap tinggi di tengah kenaikkan pertumbuhan ekonomi global 2018 yang diperkirakan terus berlanjut.
Menurut Perry, kondisi tersebut dipicu oleh perubahan kebijakan the Fed pada Federal Open Market Committee (FOMC) yang lebih agresif pada Juni 2018.
Selain itu, ketidakpastian global yang masih tinggi juga dipengaruhi kebijakan bank sentral Uni Eropa (ECB) yang menurunkan net pembelian aset. Selanjutnya, kebijakan bank sentral Tiongkok (PBoC) yang menurunkan Giro Wajib Minimum (GMW). Lalu, harga minyak yang naik, serta ketegangan hubungan dagang AS-Cina yang kembali meningkat.
"Ketidakpastian itu pada gilirannya memicu penguatan mata uang dolar secara global dan memicu pembalikan modal dari negara berkembang sehingga memperlemah mata uang banyak negara, termasuk Rupiah," kata Perry.
Sehingga, Perry menilai kondisi itu memerlukan respons kebijakan yang tepat untuk memelihara imbal hasil pasar keuangan di negara berkembang agar tetap menarik bagi investor.
Selain merespons dengan menaikkan BI-7DRRR, BI juga tetap menopang dengan memberlakukan kebijakan intervensi ganda di pasar valas dan di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
"Bank Indonesia meyakini sejumlah kebijakan yang ditempuh tersebut dapat memperkuat stabilitas ekonomi khususnya stabilitas nilai tukar Rupiah. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan dan prospek perekonomian baik domestik maupun global, untuk memperkuat respons bauran kebijakan yang perlu ditempuh," jelas Perry.
Meski kondisi ekonomi global cenderung tertekan dan masih memberikan ketidakpastian tinggi terhadap pasar keuangan, namun pertumbuhan ekonomi global diprediksikan tetap mencapai 3,9 persen, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya 3,8 persen.
Hal itu akan didorong dengan berlanjutnya akselerasi ekonomi AS dan masih kuatnya pertumbuhan ekonomi Eropa, serta tetap tingginya pertumbuhan ekonomi Cina.
"Prospek pemulihan ekonomi global yang membaik meningkatkan volume perdagangan dunia, yang kemudian berdampak pada harga komoditas yang tetap kuat," ujar Perry.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto