Menuju konten utama

BI Diprediksi Tahan Suku Bunga 6% Imbas Penguatan Dolar AS

Upaya menahan suku bunga acuan perlu dilakukan sebagai upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

BI Diprediksi Tahan Suku Bunga 6% Imbas Penguatan Dolar AS
Layar memampilkan logo Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Kamis (17/6/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/hp.

tirto.id - Bank Indonesia (BI) diprediksi bakal menahan suku bunga acuan tetap di level 6 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober 2024, meski ruang penurunan BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR) masih terbuka.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan, upaya menahan suku bunga acuan perlu dilakukan sebagai upaya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Apalagi, dalam beberapa waktu terakhir eskalasi geopolitik di Timur Tengah semakin meningkat hingga menyebabkan penguatan dolar Amerika Serikat (AS).

"Kami perkirakan BI rate tetap di level 6 persen pada RDG bulan Oktober 2024. Ini mempertimbangkan tren penguatan dollar AS terhadap mata uang utama, berimplikasi pada penguatan dollar AS terhadap seluruh mata uang Asia sepanjang bulan Oktober. Ini yang dipicu oleh eskalasi geopolitik Timur Tengah," kata dia, kepada Tirto, Rabu (16/10/2024).

Selain itu, rilis data ekonomi AS, terutama data tenaga kerja AS yang mengindikasikan kondisi pengetatan juga membuat BI belum perlu kembali menurunkan suku bunga acuan. Pasalnya, dengan pengetatan pasar tenaga kerja AS, ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) pun menjadi berubah.

"Dari perkembangan data ekonomi AS yang menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja yang solid, maka pemangkasan suku bunga AS kedepannya diperkirakan tidak seagresif pada bulan September yang lalu," imbuh Josua.

Dari sisi domestik, kondisi inflasi, terutama inflasi inti yang tetap terjaga pada target dan sasaran BI, yaitu 1,5-3,5 persen juga bisa menjadi pertimbangan Bank Sentral tetap menahan suku bunga acuan di level 6 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada September 2024, inflasi umum turun menjadi 1,84 persen secara tahunan (year on year/yoy) dari 2,12 persen di bulan sebelumnya.

Di sisi lain, secara bulanan (month to month) indeks harga umum mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut pada 2024. Deflasi jatuh semakin dalam, menjadi 0,12 persen (mtm) pada September 2024, dari 0,03 persen (mtm) di Agustus 2024.

"Inflasi inti menjadi pendorong utama inflasi pada bulan September 2024. Inflasi inti pada September 2024 sedikit naik menjadi 2,09 persen (yoy) dari 2,02 persen (yoy) pada Agustus 2024. Secara bulanan, inflasi inti tercatat sebesar 0,16 persen (mtm) pada September 2024, sedikit turun dari 0,20 persen (mtm) pada Agustus 2024," ujar Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky dalam Laporan Analisis Makroekonomi RDG BI Oktober 2024, dikutip Rabu (16/10/2024).

Selain itu, meningkatnya tensi geopolitik global, program stimulus China, serta bakal berlangsungnya Pemilihan Umum di AS menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi aliran arus modal asing ke Indonesia dan fluktuasi nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu mendatang. Namun, dalam sepekan terakhir rupiah terjaga stabil di kisaran Rp15.660 per dolar AS.

"Meskipun mengalami depresiasi di tengah arus modal keluar yang dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik dan ketidakpastian seputar pemilihan umum di Amerika Serikat. Meskipun cadangan devisa turun menjadi 149,9 miliar dolar AS," ujar Riefky.

Dengan berbagai kondisi tersebut, LPEM FEB UI juga memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen. Menurut Riefky, menahan suku bunga acuan saat ini perlu dilakukan mengingat ke depannya Indonesia masih terus dibayangi tren deflasi.

"Setiap ruang potensial untuk pemangkasan kebijakan lebih lanjut harus dicadangkan untuk mengatasi risiko tren deflasi yang berkepanjangan," tukasnya.

Baca juga artikel terkait SUKU BUNGA atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang