tirto.id - Kabar buruk bagi penggemar film dewasa Jepang itu menyambar kurang lebih 5-6 tahun yang lalu: Maria Ozawa, atau lebih dikenal sebagai Miyabi, memutuskan pensiun dari dunia esek-esek.
Perempuan kelahiran Hokkaido, 8 Januari 1986, itu memilih menjajal karier baru di dunia layar kaca tanpa harus beradegan intim. Keputusan yang cukup mengejutkan publik, sebab baru setahun sebelumnya Miyabi dianugerahi Ratu Japan Adult Video (JAV). Kala itu, usianya pun baru menginjak 24 tahun. Banyak aktris porno Jepang yang meneruskan kariernya hingga usia 30-40an atau lebih.
Apalagi sang produser sangat puas dengan penampilan Miyabi. Film-film terbaru Miyabi selalu ditunggu dan sangat menguntungkan dari sisi penjualan. Ada apa gerangan?
Setelah cenderung menutup mulut selama beberapa tahun, pada April 2015 ia menuturkan sejumlah alasan yang lebih terperinci kepada awak media. Hal itu dilakukan saat ia sedang mempromosikan filmnya, Nilalang, pada Rabu (23/6/2015) di Filipina.
Ia berkata bahwa dirinya sangat ingin serius untuk bekerja di industri film arus utama sebab itulah mimpi yang ia dambakan sejak kecil. Ia sadar jika usaha meraih mimpi itu akan amat terjal jika terus berada di industri film dewasa.
Miyabi menghadapi cemoohan hingga intimidasi saat mengumumkan pensiun. Banyak yang tak rela, dan jumlah pembenci meningkat dari waktu ke waktu. Tak betah, ia kemudian memutuskan untuk pindah ke Filipina, memasuki era baru sebagai aktris film biasa. Hatinya hancur dan tertekan saat ia mendapat tekanan dari banyak orang atas keputusannya pensiun. Namun ia menanggapinya dengan elegan, bahwa sikap benci pun termasuk sebuah perhatian yang akan membantu menaikkan namanya.
“Aku menyadari bahwa semakin banyak mereka berbicara hal-hal buruk tentang saya, semakin saya mendapatkan perhatian dari semua orang. Di Jepang, di mana-mana aku dikenal sebagai bintang porno sebab telah mengarungi industrinya selama 10 tahun. Tapi di negara lain pandangan orang lebih beragam. Aku agak terkejut juga,” ungkapnya sebagaimana dikutip GMA News Online.
Keahlian yang Menyelamatkan
Miyabi bukan orang pertama yang menggunakan industri film dewasa sebagai batu loncatan. Sebut saja Sylvester Stallone dan Jackie Chan. Sebelum menjadi aktor film-film blockbuster dan menghasilkan banyak uang, kedua aktor laga itu sama-sama memulai kariernya dengan bertelanjang di depan kamera dan mau melakukan adegan penuh birahi.
Nasib orang memang siapa yang tahu. Namun di balik itu semua, apakah ketiga pesohor itu memang memiliki talenta atau sekedar numpang nama besar?
Orang boleh meragukan Miyabi. Maklum, ia baru membintangi dua-tiga film yang anjlok dari segi kualitas, namun masih lumayan laku karena terdongkrak namanya sebagai bintang porno Jepang paling populer dalam satu dekade terakhir.
Tapi untuk Stallone, waktu telah membuktikan bahwa semakin tua kualitas aktingnya makin matang. Terakhir, ia dinominasikan untuk kategori Aktor Pendukung Terbaik di ajang Oscar 2016 untuk akting cemerlangnya di film Creed (2015). Jackie Chan juga tak diragukan lagi titelnya sebagai legenda film aksi Hong Kong. Baru-baru ini menerima Piala Oscar Kehormatan atas dedikasinya selama 56 tahun berkecimpung di industri film, membuat lebih dari 200 film “setelah banyak tulangnya yang patah”.
Ada yang unik untuk kasus Sasha Grey. Sasha adalah bintang porno kelahiran Sacramento, California, 14 Maret 1988. Ia memulai karier di industri film porno AS saat usianya menginjak usia 18 tahun dan langsung “sepanggung” dengan aktor porno legendaris asal Italia, Rocco Siffredi. Selama berkarier kurang lebih 5 tahun, ia telah membintangi setidaknya 300 film biru dan telah menerima sejumlah penghargaan, salah satu yang paling sering dari AVN (Adult Video News) Award.
Motivasi utama, dan terbukti kemudian menjadi asal muasal kepopulerannya, adalah karena “Kebanyakan film biru yang kutonton itu membosankan dan tak membuat birahiku terpancing secara fisik maupun visual. Aku terdorong dan siap untuk menjadi komoditas yang mampu memuaskan fantasi semua orang,” katanya sebagaimana dikutip The Rolling Stone.
Janji itu ia tunaikan. Ia segera dikenal sebagai aktris porno yang paling berani untuk mencoba hal-hal baru, dan sebagian berbahaya, demi menciptakan kebaruan dalam karya-karyanya. Ia menjadi pelopor untuk beberapa adegan yang sebelumnya tak dilakukan aktris lain. Dalam sejumlah teknik, ia juga menjadi amat mahir. Saking mahirnya, orang tak bisa untuk tak teringat namanya saat sedang membahas satu teknik berhubungan seksual itu.
Sasha sadar, bahwa untuk bertahan di industri film esek-esek, seorang aktris mesti memiliki nilai jual tersendiri. Kompetisinya tak kalah ketat ketimbang industri film Hollywood, misalnya. Untuk itu, selain penampilan fisik yang menunjang, ia juga membekali dengan keahlian lain.
Karena tujuan utamanya adalah dunia film mainstream, maka ia melatih kemampuan aktingnya selama hampir 10 tahun di Sacramento (bahkan kabarnya ia memulai latihan sebelum terjun ke industri film dewasa). Dan setelah merasa memiliki persiapan yang cukup, tahun 2011 ia mengikuti jejak Miyabi: pensiun dari industri yang telah membesarkan namanya.
Tawaran untuk main film kemudian datang. Misal, ia bermain dalam film I Melt With You (2011), Would You Rather (2012), The Girl from The Naked (2012), dan Open Windows (2014) yang memberinya berkesempatan untuk beradu akting dengan aktor kenamaan Elijah Wood. Usai mendapatkan nama di dunia layar lebar, Sasha mendapatkan banyak tawaran untuk membintangi sejumlah film pendek, video klip musik, mengisi suara untuk video game, hingga bermain di sebuah serial televisi.
Bakat Sasha tak hanya berhenti di dunia layar lebar. Selain tetap menggeluti dunia model, ia menjajal industri musik dengan fokus di genre musik noise. Lebih istimewa lagi, ia melakukan hal yang jarang dilakukan oleh mantan aktris porno lain: menulis buku. Buku pertamanya berjudul Neü Sex diluncurkan pada 29 Maret 2011. Sedangkan yang kedua berjudul The Juliette Society, sebuah novel erotis, dirilis pada 9 Mei 2013.
Tak heran jika Vanessa Grigoriadis dari The Rolling Stone menjuluki Sasha sebagai “orang paling pintar yang kutemui di industri (film dewasa) itu”. Grigoriadis melihat Sasha sebagai pengecualian dibanding aktris film dewasa lain yang hanya “bermodal telanjang dan loncat ke lokasi”. Sasha menganggap film porno juga seni, sehingga perlu riset dan penampilan yang bisa membuat hasil akhirnya memuaskan.
Sasha memiliki sebuah kualitas yang menjadikan masa depannya sendiri cerah. Bukan berakhir sebagai aktris film dewasa kelas teri dan menjalani masa pensiun sebagai pekerja seks komersial, atau lebih mendingnya, ibu rumah tangga biasa. Itulah yang membuat Sasha di usia muda berani memutuskan untuk hijrah ke industri film arus utama. Industri yang ia yakini bisa dipakai untuk bertahan hidup tanpa harus mempertontonkan bagian alat vitalnya atau membuat orgasme palsu.
Bahkan, dalam satu taraf tertentu, Grigoriadis melihat Sasha mampu memberikan pengaruh dalam dunia feminisme. Ia dinilai paham akan pilihan hidupnya sebagai perempuan dan sadar bahwa tubuh adalah otoritasnya sendiri. Mengutip perkataan Sasha, sebagaimana diceritakan ulang oleh Grigoriadis:
“Jika kau melihatku dan berpikir 'Inilah perempuan yang pintar dan sadar dalam setiap keputusan yang ia ambil' tapi kau masih menganggap apa yang kulakukan itu salah atau menyimpang dari moralitas, persetan denganmu! Di titik ini aku tak perlu lagi melanjutkan debat.”
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Zen RS