tirto.id - Kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana di masa pandemi Covid-19 ini penting menurut Wiku Adisasmito, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19.
Oleh karena hal ini penting untuk mengurangi dampak dari bencana alam di tahun 2021 bagi masyarakat setempat. Serta mencegah penularan Covid-19 saat proses evakuasi korban dan di lokasi-lokasi pengungsian.
"Keadaan yang berdesakan bisa menyebabkan tempat tersebut menjadi pusat infeksi virus Corona. Ancaman ini menjadi beban ganda, yang mana umumnya di pengungsian akan meningkat kemunculan penyakit-penyakit umum yang lain, seperti gangguan pencernaan, diare maupun stres," Wiku memberi keterangan pers di Gedung BNPB, Selasa (19/1/2021).
Dikutip dari Covid19.go.id, Satgas Penanganan Covid-19 telah berupaya responsif dengan melaksanakan swab antigen massal pada daerah-daerah terdampak bencana.
Salah satunya bencana gempa yang mengguncang Majene, Sulawesi Barat. Pengungsi yang reaktif akan dirujuk ke dinas kesehatan setempat untuk penangananl lebih lanjut.
"Namun, perlu diingat, manajemen bencana akan lebih sempurna dengan adanya keterlibatan masyarakat dan pemerintah daerah untuk gotong royong melalui rencana kesiapsiagaan di masa pandemi," ia menyarankan.
Rencana kesiapsiagaan ancaman bencana saat pandemi Covid-19 itu seperti, melakukan evaluasi rumah sakit yang menangani pasien Covid-19 terdampak bencana alam. Jika terdampak, pihak rumah sakit agar mempertimbangkan merujuk pasien Covid-19 ke rumah sakit rujukan lain tedekat.
Lalu, perlu ditinjau kembali kapasitas Tempat Evakuasi Sementara (TES) dan Tempat Evakuasi Akhir (TEA), agar masyarakat bisa menerapkan jaga jarak dan perlu dilakukan disinfeksi secara rutin sebelum terjadinya bencana.
Untuk lokasi pengungsian juga perlu disiapkan dengan memastikan ketersediaan sarana kebersihan. Seperti air bersih, peralatan cuci tangan, sabun dan hand sanitizer.
Kesiapsiagaan selanjutnya, yaitu menyiapkan sarana dan prasarana serta protokol kesehatan dengan menyediakan cadangan alat pelindung diri (APD) dan termometer sebagai bagian dari peralatan P3K.
Perlu juga disiapkan rencana evakuasi dan protokol kesehatan bagi masyarakat. Seperti menjaga jarak, menggunakan masker, menjaga kebersihan diri dan sekitarnya saat evakuasi dengan melakukan sosialisasi akan hal ini sejak dini.
Dan kesiapsiagaan yang paling penting, melakukan evakuasi berdasarkan penggolongan orang terdampak Covid-19. "Sebaiknya, pasien Covid-19 tidak dirawat di daerah dengan risiko bencana tinggi agar tidak perlu dilakukan mobilisasi pasien saat bencana terjadi," katanya.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pemerintah daerah disarankan perlu menyiapkan protokol evakuasi khusus untuk melakukan evakuasi pasien dan pekerja medisnya.
BPBD disebut perlu berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat, agar memiliki data dan mengetahui lokasi-lokasi penderita Covid-19 yang tinggal di area terdampak bencana.
Kesiapsiagaan selanjutnya, memberikan tanda khusus bagi penderita saat evakuasi. Seperti memberikan pita dengan warna khusus di tangan, serta masker dengan tanda khusus atau tanda lainnya. Perlu ditetapkan TES dan TEA khusus untuk kasus positif yang terpisah dari masyarakat yang sehat.
Hal yang perlu dipertimbangkan juga, rencana jalur evakuasi dan rencana tempat pengungsian, yang mana, kasus positif dan warga masyarakat yang sehat harus terpisah.
"Dengan dibarengi sosilisasi yang masif sebelum pelaksanaan evakuasi. Dan perlu ditekankan pada pekerja sosial untuk membantu evakuasi kasus positif Covid-19 dengan dilengkapi APD dan peralatan P3K," katanya.
Diketahui, mengawali tahun 2021, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat pada rentang 1 - 18 Januari total ada 154 bencana alam. Bencana alam tersebut berupa banjir, angin ribut dan longsor. Dengan korban jiwa sebanyak 140 orang dan 776 orang korban luka-luka.
Editor: Agung DH