Menuju konten utama
Tahapan Pemilu 2024

Belajar dari Kasus Zulhas, Bagaimana Bawaslu Semestinya Bertindak?

Bawaslu semestinya tidak buru-buru memutus perkara Zulhas dengan alasan belum ada peserta pemilu. Apalagi belum minta keterangan pelapor.

Belajar dari Kasus Zulhas, Bagaimana Bawaslu Semestinya Bertindak?
Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan memberikan pidato saat membuka Rakernas I PAN di Jakarta, Selasa (5/52020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

tirto.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) resmi menolak laporan dugaan kampanye yang dilakukan Menteri Perdagangan cum Ketua Umum DPP PAN, Zulkifli Hasan dengan membagikan minyak goreng kepada masyarakat saat kegiatan di Lampung beberapa waktu lalu. Bawaslu yang menerima laporan pada 19 Juli 2022, menilai bahwa tidak ada aturan yang dilanggar.

“Bawaslu menyimpulkan bahwa laporan dengan nomor 001/LP/PL/RI/00.00/VII/2022 tidak memenuhi syarat materil. Dengan demikian, laporan tersebut tidak dapat diregistrasi dan ditindaklanjuti," kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu, Puadi, dalam rilis tertulis pada Rabu (20/7/2022).

Puadi menegaskan alasan penolakan laporan juga karena belum ada peserta Pemilu 2024. Pertama, dasar analisis Bawaslu mengacu pada Pasal 1 angka 35 UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu bahwa kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih.

Kedua, mereka mengacu pada Peraturan KPU Nomor 3 tahun 2022 tentang Jadwal dan Tahapan Penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2024. Bawaslu menilai bahwa belum ada peserta Pemilu 2024 jika mengacu pada aturan tersebut.

“Artinya perbuatan terlapor sebagaimana dilaporkan belum dapat dikualifikasikan sebagai kegiatan kampanye pemilu," kata Puadi.

Bawaslu juga menimbang Pasal 280 ayat 1 UU Pemilu yang mengatur larangan tindakan dalam kegiatan kampanye. Bagian keempat legislasi tersebut menyatakan bahwa pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. Kampanye juga dilarang memberikan uang atau materi lain kepada peserta kampanye.

Pasal 281 ayat 1 juga mengatur bahwa kampanye pemilu yang melibatkan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur maupun wakil, bupati atau wali kota maupun wakil harus memenuhi ketentuan tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam undang-undang dan harus menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Ketua Fraksi PAN di DPR RI, Saleh P. Daulay mengapresiasi keputusan Bawaslu. Ia menyindir bahwa pelapor Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan tidak memahami aturan pemilu, bahkan sampai dinilai sebagai upaya mencari sensasi.

“Bisa juga, orang menilai bahwa para pelapor kurang paham UU kepemiluan. Atau memang sengaja melakukan pelaporan untuk mencari perhatian dan sensasi. Silakan masyarakat yang menilai sendiri," kata Saleh dalam rilis tertulis pada Kamis (21/7/2022).

PAN, kata Saleh, tidak ambil pusing terhadap laporan tersebut. Ia malah menyebut bahwa pelapor justru bisa menerima dampak buruk.

“Kalau begini, para pelapornya dianggap kurang cermat dan tidak hati-hati. Akibatnya, orang-orang bisa jadi menilai bahwa ada agenda lain di luar kepemiluan. Tidak jelas apa agenda tersebut. PAN tentu tidak perlu menanggapi terlalu berlebihan" terangnya.

Saleh pun meminta publik untuk berkonsultasi dengan ahli hukum sebelum melapor kegiatan kepemiluan, terutama ahli kepemiluan. Di sisi lain, PAN mengapresiasi sikap cepat Bawaslu yang menindak laporan tersebut.

Sementara itu, salah satu pelapor yang juga Direktur Eksekutif Kata Rakyat, Alwan Ola Riantoby menyayangkan, sikap Bawaslu yang menolak laporan mereka justru tidak berupaya menyelesaikan masalah.

“Tentu kami sebagai pelapor sangat menyayangi atas respons Bawaslu. Bawaslu tidak ada upaya mencari aturan hukum lain, dan juga tidak memberikan rekomendasi ke lembaga lain. Artinya kalau kasus ini misalnya ada dugaan pelanggaran yang lainnya, ya direkomendasikan ke lembaga lain, bukankah Bawaslu juga banyak melakukan MoU dengan banyak lembaga seperti KPK dan Ombudsman?" tutur Alwan kepada reporter Tirto, Kamis (21/7/2022).

Alwan mengakui bahwa logika hukum Bawaslu benar soal Indonesia belum memasuki tahapan kampanye dan ada peserta pemilu. Akan tetapi, Zulhas merupakan ketua umum partai yang akan berpartisipasi dalam Pemilu 2024. Alwan menilai, Bawaslu harus melakukan tindakan berupa pencegahan atau mitigasi agar kejadian seperti kasus Zulhas tidak terulang.

Di sisi lain, Bawaslu harusnya berinovasi dengan menelaah regulasi hukum lain maupun meminta rekomendasi instansi lain. Ia beranggapan putusan Bawaslu terlalu buru-buru, apalagi mereka tidak dimintai klarifikasi.

“Ini, kan, Bawaslu sepertinya terburu-buru atau kemudian seperti apa motifnya? Kok tiba-tiba mengatakan tidak diregister tanpa ada konfirmasi ke pelapor. Kami juga tidak dipanggil apa alasan laporan kami ditolak. Itu yang menurut kami sangat disesali. Pada akhirnya kami mengatakan Bawaslu tidak profesional dan percuma juga lapor Bawaslu," tutur Alwan.

Alwan khawatir, ada logika bahwa Bawaslu tidak menjalankan tugas padahal tahapan pemilu sudah dimulai sejak 14 Juni 2022. Ia tidak ingin Bawaslu terkesan bekerja hanya pada saat masa kampanye dalam 75 hari masa kampanye pemilu.

Bagi Alwan, penolakan laporan akan berdampak pada tingkat kepercayaan kepada Bawaslu periode ini menurun. Kemudian, Bawaslu hanya menjadi lembaga yang menjalankan pencegahan dan penindakan semu.

"Jika kinerja Bawaslu mulai merosot, dan tidak berani menindak partai politik atau pejabat yang di duga melakukan pelanggaran-pelanggaran, maka dapat dipastikan kualitas Pemilu 2024 baik secara proses maupun hasil akan tidak berkualitas dan tidak memenuhi prinsip dasar demokrasi," kata Alwan.

Masih Bisa Diproses

Ahli hukum tata negara, Beni Kurnia Illahi menuturkan, kasus Zulkifli Hasan seharusnya bisa diproses secara hukum. Ia menilai, posisi Zulhas sebagai Menteri Perdagangan dalam acara kampanye tersebut. Dengan kata lain, Zulhas tidak boleh berkampanye.

“Posisi Zulkifli Hasan sebagai menteri itu secara administrasi tidak diperkenankan meskipun dia menjabat sebagai ketua umum parpol," kata Beni kepada reporter Tirto.

Kedua, Beni memandang, tindakan Zulhas keluar dari etika pejabat. Ia menilai, tindakan Zulhas sudah melanggar Undang-Undang 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Ia dinilai melanggar ketentuan pemilu meski tahapan belum berjalan.

“Pada prinsipnya tindakan dilakukan sebagai menteri telah melanggar aturan yang dinormakan," kata Beni.

Dari sisi pendekatan pemilu, kata dia, aksi Zulhas dianggap melanggar Pasal 280 Undang-Undang Pemilu. Ia beralasan, pejabat negara dilarang menggunakan fasilitas pemerintah untuk berkampanye, baik kepentingan sendiri maupun orang lain meskipun belum memasuki tahapan pemilu.

Menurut Beni, Bawaslu justru harus mengambil peran dalam kasus Zulhas. Ia mengingatkan bahwa amanat Bawaslu tidak hanya pada saat tahapan pemilu, tetapi juga saat mereka bertugas. Oleh karena itu, ia menilai tidak ada kekosongan hukum dan Bawaslu punya wewenang untuk menindak itu.

“Kalau saya melihat tidak ada kekosongan hukum. Ini soal keberanian Bawaslu dalam menindak ini. Bawaslu pada prinsipnya punya wewenang untuk itu," kata Beni.

Beni memandang, Bawaslu harus menjelaskan secara gamblang alasan tidak menindak kasus Zulhas. Ia meminta Bawaslu terbuka. Di sisi lain, Presiden Jokowi harus berani bersikap dengan menegur para pejabat dan jajarannya agar tidak melakukan tindakan seperti Zulkifli Hasan di masa depan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati juga menduga kasus Zulkifli Hasan sudah mengarah pada politik uang. Ia beralasan, Zulhas sudah mulai mengajak publik untuk memilih kandidat tertentu sehingga sudah mengarah pada upaya kampanye.

“Walaupun saat ini belum ada peserta pemilu, tapi dari sisi substansi apa yang dilakukan oleh Menteri Zulhas bisa terindikasi politik uang. Karena dia menjanjikan sesuatu kepada publik asalkan memilih anaknya saat pemilu nanti," kata perempuan yang karib disapa Ninis itu kepada Tirto.

Ninis mengakui bahwa tahapan pemilu memang belum memasuki tahapan kampanye, tetapi ujaran Zulhas sudah memuat unsur kampanye, yakni menampilkan citra diri, mempromosikan anak dan menjanjikan sesuatu jika terpilih. Menurut Ninis, pelaporan yang disampaikan ke Bawaslu sudah tepat sebagai upaya memastikan pemilu berjalan secara berintegritas sejak tahapan dimulai.

“Laporan masyarakat ini sebetulnya bentuk dari partisipasi publik untuk memastikan jalannya pemilu berintegritas sejak awal tahapan pemilu," kata Ninis.

Ninis juga memandang, Bawaslu seharusnya tidak terburu-buru memutus perkara tersebut dengan alasan belum ada peserta pemilu. Bawaslu bisa melakukan kajian atas laporan masyarakat atau setidaknya mengklariifkasi keterangan dari pelapor.

“Poinnya adalah untuk menyampaikan ke publik bahwa apa yang dilakukan Menteri Zulhas tidak boleh dilakukan," kata Ninis.

Ninis khawatir, keputusan Bawaslu akan berdampak dengan ada pihak-pihak yang bertindak seperti Zulhas akan merasa aman. Mereka akan bergerak leluasa dengan memanfaatkan program-program pemerintahan untuk berkampanye.

Ia menyarankan Bawaslu tidak lagi bersikap seperti dalam kasus Zulkifli Hasan. Ia mengingatkan bahwa Indonesia sudah masuk tahapan pemilu.

“Idealnya Bawaslu tidak langsung memutuskan tidak menerima laporan masyarakat, tapi bisa memanggil yang bersangkutan dan melakukan kajian. Saat ini sudah masuk tahapan pemilu," kata Ninis.

Baca juga artikel terkait ZULHAS atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz