tirto.id - Siang malamku selalu
Menatap layar terpaku
Untuk online online
Online online
Lirik lagu “online” milik Saykoji yang sempat hits di 2009 itu semacam cermin yang menampilkan masyarakat perkotaan yang begitu bergantung dengan gawainya. Sering kali, seseorang harus tidur bersebelahan dengan ponselnya. Ada yang berjalan kaki lebih lambat karena sibuk chatting. Sebagian lagi nekat berkendara sambil asyik dengan gadgetnya.
Semua perilaku tadi, dialami oleh mereka yang hidup dalam masyarakat serba digital. Namun, pernahkah Anda terpikir untuk mencoba seminggu saja menjauhkan diri dari segala perangkat digital? Sebagian mungkin akan menjawab tidak, karena pertimbangan takut ketinggalan informasi, dan malah bisa dibuat ribet karena tak memegang gawai.
Kenyataannya, sosok Selena Gomez mampu melakukannya. Seolah terbangun dari tidur, Selena rupanya sadar selama ini telah mengalami ketergantungan yang tak sehat pada perangkat digital. Ia memutuskan beraktivitas selama tiga bulan tanpa ponsel pintar dan gawai lainnya yang selama ini setia menemani sang diva muda ini. Detoks Digital, begitulah sebutannya.
Pelantun lagu hands to my self ini melakukan detoks digital tepatnya saat menjalani karantina depresi akibat penyakit lupus yang diderita. Selena, mulai menarik diri dari panggung tarik suara tepatnya pada awal September 2016. Saat itulah ia memulai detoks digitalnya.
Ia tak merasa gelisah karena takut tertinggal segala informasi akibat detoks digitalnya. Yang mengejutkan, Selena malah merasakan detoks digital membuat hidupnya lebih tenang. Kini, ia mengaku tak mengalami ketergantungan gadget lagi. Selena mulai membatasi menjawab panggilan yang masuk di ponselnya.
“Ini pengalaman yang paling menyegarkan, menenangkan, meremajakan, Sekarang saya jarang memegang ponsel,” kata Selena.
Apa yang sudah dilakukan Selena, bagi banyak orang lagi-lagi jadi sesuatu yang muskil. Orang di luar sana begitu sangat bergantung dengan ponsel pintarnya.
Bergantung Ponsel
Dalam dunia yang semakin terhubung dimana sumber berita, kegiatan belanja ritel, perbankan dan hiburan tersedia selama 24 jam dalam 7 hari selama setahun di perangkat digital seperti mobile, rasa takut ketinggalan atau fear of missing out (FOMO) memang merupakan fenomena yang masuk akal. Berdasarkan hasil penelitian yang dirilis Nielsen Mobile Shopping, Banking and Payment Report pada Oktober 2016 kemarin, sebanyak 53 persen konsumen global mengatakan merasa tidak tenang jika berada jauh dari perangkat mobile mereka.
Penelitian yang dilakukan pada 1-23 Maret 2016 dengan sampel lebih dari 30.000 konsumen online di 63 negara di seluruh Asia-Pasifik, Eropa, Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Utara ini menyatakan sebanyak 56 persen responden tidak dapat membayangkan hidup tanpa perangkat mobile. Sebanyak 70 persen menyatakan perangkat mobile membuat hidup mereka menjadi lebih baik.
Dua pertiga responden global setuju bahwa interaksi tatap muka saat ini telah digantikan oleh interaksi melalui elektronik. Hampir setengah responden atau sebanyak 47 persen mengatakan bahwa mereka lebih suka berkomunikasi dengan teks daripada berbicara langsung.
Survei yang dilakukan Bank of America juga menunjukkan kecendrungan yang sama. Sebanyak 71 persen orang Amerika Serikat mengaku tidur bersama ponsel. Celakanya lagi, 90 persen generasi milenial menaruhnya di meja samping tempat tidur atau di bawah bantal mereka.
Untuk mengetahui secara persis bagaimana teknologi dapat mengubah tubuh dan perilaku masyarakat, Fast Company Unsworth, sebuah perusahaan yang mendesain perhiasan unik. Dengan memakai ini, si pemakai memungkinkan menjauhkan diri dari ponsel pintar. Mereka masih tetap dapat mengakses informasi penting yang membutuhkan perhatian segera. Pada sebuah percobaan, dari 35 orang yang terdiri dari CEO, pengusaha, dan beberapa relawan yang dipilih acak dikumpulkan dalam waktu seminggu tanpa adanya gadget.
Selain relawan, ada lima orang ahli syaraf yang disisipkan ke dalam kelompok tersebut. Mereka menyamar sebagai peserta untuk mengamati perubahan perilaku, ekspresi wajah, gerakan fisik, serta cara berhubungan satu sama lain. Hasilnya, setelah tiga hari tanpa alat digital, postur tubuh orang-orang dalam kelompok terlihat berubah. Mereka mulai beradaptasi dengan melihat ke mata lawan bicaranya, bukan ke bawah layar smartphone, seperti yang umum terjadi selama ini.
Kondisi ini kemudian menjadikan bagian depan tubuh mereka terbuka, bahunya terdorong ke belakang, berselaras dengan posisi kepala dan tulang belakang yang membaik. Kontak mata yang muncul juga menjadikan orang-orang dalam kelompok tersebut lebih bisa berempati satu sama lain.
Tanpa gawai, orang-orang ternyata melakukan interaksi satu sama lain dari hal sepele seperti menanyakan sesuatu yang ringan, padahal sebelumnya bisa diselesaikan oleh mesin pencari seperti Google.
Para ahli saraf yang berada dalam kelompok itu menyimpulkan hasil penelitian lainnya, terungkap orang-orang tadi mengalami peningkatan daya ingat. Ini diyakini karena kelompok relawan ini bisa lebih hadir dalam percakapan, dampaknya otak mampu memproses dan menyimpan informasi baru dengan lebih mudah. Kebalikannya, dengan adanya teknologi, otak manusia tidak terbiasa memasukkan input informasi yang rinci.
Hasil penelitian ini yang mungkin akan mengubah hidup banyak orang adalah, para relawan mengaku memiliki kualitas tidur yang lebih baik. Para ahli saraf percaya selama ini cahaya dari layar perangkat digital dapat menekan hormon melatonin di dalam tubuh, sehingga membuat tubuh seseorang terus waspada.
Belajar dari Selena Gomez dan para relawan tadi, barangkali Anda perlu menjajal detoks digital, untuk mengeluarkan efek "racun" gawai Anda. Coba seminggu saja. Berani?
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Suhendra