Menuju konten utama

Belajar Banjir ke Negeri Belanda

Banjir selalu menjadi ancaman besar yang selalu datang menghantui ketika musim penghujan tiba. Belanda punya resep untuk menghindari banjir kala musim penghujan. Apa saja yang dilakukan Belanda?

Belajar Banjir ke Negeri Belanda
Tanggul penahan laut pasang di Belanda. [Foto/Shuttesrstock]

tirto.id - Korea Utara berduka. Setidaknya sekitar 133 penduduknya tewas akibat banjir yang terjadi di negara itu sejak awal September lalu. Tak hanya itu, sekitar 395 orang lainnya dinyatakan hilang. Sekitar 107 ribu warga Korea Utara pun harus mengungsi setelah rumah-rumah mereka porak poranda diterjang banjir.

Hujan lebat sejak akhir Agustus hingga awal September menyebabkan kerusakan parah dan jebolnya tanggul dekat Sungai Tumen. Sungai Tumen, yang menjadi bagian wilayah perbatasan antara Cina, Rusia dan Korea Utara, meluap yang kemudian menyebabkan "banjir terburuk yang pernah terjadi" di area tersebut.

Daerah yang paling parah dilanda banjir adalah di Musan dan Yonsa yang terletak di provinsi timur laut Hamgyong Utara. Tak hanya Rumah yang porak poranda, lahan pertanian pun hancur. Tim dari Palang Merah Internasional (ICRC) yang dikerahkan untuk memberi bantuan kemanusiaan menyebutkan jika tak semua wilayah bencana dapat dijangkau.

Banjir yang datang, menghancurkan segala sesuatu yang dilewatinya. Bencana ini menyebabkan sekitar 140 ribu penduduk Korea kini bergantung pada bantuan dari pihak luar. Sedangkan PBB telah mengalokasikan dana sebesar $8 juta untuk negara yang paling dikucilkan oleh dunia itu.

Tingginya pembalakan hutan untuk bahan bakar dan pertanian membuat negara ini rentan tertimpa bencana alam, khususnya banjir. Tak hanya Korea Utara, Ibukota Negara Indonesia juga merupakan kota yang sering dilanda banjir. Ketika hujan mengguyur Jakarta, tak perlu waktu lama untuk membuat genangan air setinggi lutut orang dewasa bahkan lebih.

Pada akhir Agustus lalu, kawasan Kemang di Jakarta Selatan, menjadi korban dari keganasan banjir. Hujan deras menyebabkan genangan yang cukup tinggi di kawasan tersebut. Bahkan beberapa ruas jalan tak dapat dilewati karena tingginya air. Tak ada yang luput dari banjir. Kendaraan mewah yang berada di parkiran rumah, kantor dan mall pun ikut terendam banjir.

Sejarah juga pernah mencatat banjir di Cina tahun 1931 sebagai salah satu banjir terbesar yang pernah terjadi di dunia. Korbannya mencapai 3,7 juta jiwa. Selain itu ada juga banjir Sungai Kuning (Huang He) pada tahun 1887 di Cina yang menyebabkan korban meninggal hingga 2 juta jiwa.

Banyak hal yang dapat memicu terjadinya banjir. Bisa karena faktor alam atau ulah tangan jahil manusia yang tak menjaga lingkungan. Apapun itu, berdasarkan laporan dari Badan PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNISDR) mengungkapkan jika antara tahun sejak tahun 1995 hingga 2015, banjir telah menyebabkan 157 ribu orang meninggal.

Selain itu, dalam dalam laporan yang berjudul The Human Cost of Weather Related Disaster tersebut juga mengungkapkan dalam kurung waktu 20 tahun ini banjir berdampak pada 2,3 miliar orang. Jumlah ini menyumbang sekitar 56 persen dari semua orang yang yang terkena dampak dari bencana yang terjadi di dunia.

Banjir memang merupakan masalah global yang belum ditemukan formula yang pas untuk menanggulanginya. Namun, Belanda memiliki cara sendiri untuk menjauhkan negaranya dari ancaman banjir.

Cara Belanda Atasi Banjir

Nama asli Belanda adalah Koninkrijk der Nederlande yang berarti negeri berdaratan rendah. Itu karena sekitar 60 persen dari negara ini terletak di bawah permukaan laut. Permukaan tertinggi terdapat di Vaalsberg dengan ketinggian 321 mdpl (meter di atas permukaan laut). Sedangkan permukaan terendah ialah Nieuwerker aan den IJssel yang berada 6,76 meter di bawah permukaan laut.

Selain itu, sebagian wilayah Belanda yang sangat datar, akan memperlambat aliran air ke laut. Kondisi tak menguntungkan ini dapat mengancam Belanda ketika musim penghujan tiba. Ini terbukti ketika banjir besar yang terus menghantam Belanda. Sehingga pada 1920, dimulailah pembangunan bendungan yang dinamakan Afsluitdijk.

Banjir masih terjadi seperti pada 1953. Banjir ini menyebabkan sebagian besar wilayah Belanda terendam banjir dan setidaknya 1.800 orang tenggelam. Belanda pun kembali membangun bendungan Oosterschelde yang merupakan bendungan canggih sepanjang 9 km dan memiliki pintu air yang bisa menutup jika air pasang dan banjir datang.

Sistem Polder juga digunakan Pemerintah Belanda untuk menghadang banjir serta mengontrol ketinggian air. Polder merupakan sebidang tanah yang rendah, dikelilingi oleh tanggul yang membentuk semacam kesatuan hidrologis buatan. Ini artinya tak ada kontak dengan air dari daerah luar, selain yang di alirkan melalui perangkat manual ke tempat tersebut.

Air buangan seperti air hujan di kumpulkan ke area Polder ini, dan di pompa ke sungai atau kanal yang langsung bermuara ke laut. Polder merupakan sistem tata air tertutup dengan meliputi berbagai elemen seperti tanggul, pompa, saluran air, kolam retensi, pengaturan lahan dan instalasi air kotor terpisah.

Terdapat beberapa tipe Polder jika didasarkan pada asalnya dan bentuknya. Ada Polder yang merupakan dataran rendah yang dikelilingi oleh tanggul dan searah sungai. Selain itu ada Polder hasil reklamasi sebuah daerah rawa, air payau dan tanah basah. Ada juga Polder akibat pembendungan pada muara sungai.

Sesungguhnya sistem ini sudah dikembangkan Belanda pada abad ke-11, dengan adanya dewan yang bertugas menjaga ketinggian air dan menanggulangi banjir (waterschappen). Sistem ini disempurnakan pada abad ke-13 dengan menggunakan kincir angin untuk memompa air keluar dari daerah yang berada di bawah permukaan air laut.

Berdasarkan laporan Pemerintah Belanda yang berjudul Water Management in the Netherlands, pemerintah Belanda juga membangun tanggul-tanggul raksasa (Dijken) bagi daerah-daerah yang tidak memiliki Polder, agar terhindar dari gelombang pasang-surut laut. Dijken juga melindungi daerah rendah yang menjadi muara dari dua sungai besar Eropa yakni sungai Rijn dan sungai Maas. Tanggul ini terdapat di pinggir pantai provinsi Zeeland, Noord Holland, Frisland dan Groningen.

Pemerintah Belanda juga membangun sungai dan kanal buatan. Ini sengaja dibangun untuk memudahkan hubungan dari satu sungai ke sungai lainnya melalui kota-kota tertentu. Itulah kenapa transportasi air pun menjadi modal utama di negara ini yang juga membantu perekonomian setempat. Sungai-sungai ini bisa menghubungkan Belanda dengan Jerman dan negara-negara di belakangnya melalui sungai Rijn. Sedangkan sungai Maas dapat menghubungkan Belanda dengan Belgia dan Perancis.

Pemerintah Belanda sangat serius dalam mengatasi ancaman banjir dan gelombang laut. Ini terlihat dari pembentukan dewan khusus yakni Rijkswaterstaat yang bertanggung jawab terhadap pembangunan, inovasi dan lainnya yang berhubungan dengan pencegahan banjir dan pengelolaan air di Belanda.

Berdasarkan data dari Rijkswaterstaat, pemerintah Belanda konsisten mengucurkan $2,8 miliar untuk proyek sungainya. Alih-alih memerangi air, belanda malah memanfaatkannya untuk pembangunan negaranya. Pengelolaan air yang baik melalui sungai, bendungan, dam, kanal dan tanggul membuat sekitar empat juta penduduk Belanda terjauh dari ancaman banjir.

Belanda sudah membuktikan jika bencana alam seperti banjir dapat di hindari. Namun secara konsisten perlu dilakukan berbagai inovasi tambahan.

Di Indonesia terutama Kota Jakarta yang notabene sama seperti Belanda yang berada di bawah permukaan laut, sepertinya pun perlu melakukan langkah agresif seperti Belanda. Komitmen kuat baik dari pemerintah DKI Jakarta serta dukungan dari masyarakat sangat penting untung mengatasi banjir. Tak hanya di Jakarta tapi untuk semua wilayah di Indonesia yang sering menjadi langganan banjir.

Baca juga artikel terkait BENCANA BANJIR atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yantina Debora
Penulis: Yantina Debora
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti