tirto.id - Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) mengatakan banjir masuk ke dalam pemukiman warga dan musala Dusun Karang Wadas, Jawa Tengah akibat hujan deras hari ini, Minggu (25/3/2023).
Banjir itu diduga terjadi akibat petak hutan di perbukitan mulai dibuka untuk akses jalan yang menghubungkan lokasi tambang batu andesit di Wadas dan lokasi Waduk Bener di Desa Bener yang berjarak sekira 12 kilometer.
Akibatnya, air hujan tidak lagi tertahan tumbuhan dan masuk ke tanah tetapi langsung mengalir di permukaan dan meluncur ke bawah. Air berwarna coklat itu meluncur deras sambil membawa tanah dan bebatuan. Banjir ini melewati ruas jalan di desa itu sehingga warga tidak berani melintas.
“Hari ini, Desa Wadas sedang mengalami banjir,” kata anggota Gempadewa, Siswanto melalui keterangan tertulisnya.
Banjir tersebut membuktikan apa yang dikhawatirkan warga penolak tambang andesit di Desa Wadas, termasuk saat bersaksi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta beberapa waktu lalu, bahwa tambang andesit berpotensi membawa bencana bagi warga benar-benar terjadi.
Ia berharap rencana tambang bisa dihentikan karena bisa membahayakan warga. Siswanto pernah mengingatkan soal ini kepada para pejabat dari Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo sebagai Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dan Balai Besar Sungai Wilayah Serayu Opak (BBWSSO) sebagai lembaga pemerintah yang menjadi pemrakarsa proyek Bendungan Bener dan tambang andesit di Wadas, Senin (20/3).
“Untuk apa mendapatkan ganti rugi Rp10 milyar [Setelah menyerahkan tanah untuk tambang], jika kemudian mati kena tanah longsor,” ujarnya.
Sejak awal, warga Wadas sudah menolak rencana tambang ini karena khawatir lingkungan jadi rusak dan ancaman bencana meningkat. Tetapi pemerintah tetap menjalankan rencana menambang batu andesit di desa itu.
Batu andesit ini akan digunakan untuk membangun Waduk Bener yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh Presiden Jokowi dan dilaksanakan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Pemerintah menggunakan cara-cara represif untuk mematikan perlawanan warga. Segala daya upaya melalui jalur hukum yang dilakukan warga juga selalu dikalahkan.
Priyan Susyie, seorang anggota Wadon Wadas yang merupakan kelompok perempuan yang menolak Wadas, sangat sedih melihat banjir mulai melanda desanya.
“Baru akses jalan saja sudah menyebabkan banjir apa lagi kalau ada tambang, mau jadi apa Wadas,” ujarnya.
Ia berharap warga Wadas harus berjuang semaksimal mungkin agar tidak jadi lokasi tambang. “Jika Wadas sampai ditambang maka akan terjadi banjir bandang yang lebih besar lagi,” ucapnya.
Sementara itu, Dhanil Al Ghifary dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang menjadi kuasa hukum warga Wadas tolak tambang mendesak Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan BBWSSO sebagai wakil pemerintahan agar memiliki komitmen untuk menyejahterakan rakyat dan tidak sebaliknya membuat sengsara.
“Pembebasan tanah untuk tambang di Wadas hanya cerita awal penghancuran alam di Wadas,” ujarnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri