tirto.id - Masa pandemi membuat banyak perubahan pada beberapa kegiatan yang biasanya dilaksanakan secara tatap muka menjadi harus dilakukan secara daring. Salah satunya proses pembelajaran pendidikan ke anak yang pada akhirnya mengalami kendala, terkhusus untuk anak yang berkebutuhan khusus (ABK).
Pada akhirnya sistem pembelajaran dilakukan secara daring supaya mengurangi penyebaran virus Covid-19. Kebijakan ini tak terkecuali juga diterapkan pada Sekolah Melana yang merupakan Sekolah Luar Biasa (SLB) di Semarang, Jawa Tengah.
Untuk saat ini Sekolah Melana masih menerapkan sistem pembelajaran daring dengan metode yang berbeda dari pembelajaran daring sekolah pada umumnya.
Christine Roselva Tri selaku Kepala Sekolah di Melana Semarang menjelaskan, karena murid yang diampu adalah anak-anak yang berkebutuhan khusus maka memang harus menggunakan media yang bisa interaksi dua arah seperti Gmeet, Zoom, ataupun WA grup.
Strategi yang dilakukan oleh guru-guru di Sekolah Melana Semarang yaitu dengan menampilkan media visual kepada anak-anak, karena anak berkebutuhan khusus sangat suka melihat media-media visual.
“Salah satu metode yang kami gunakan seperti media Quiziz untuk membuat pertanyaan menggunakan gambar-gambar. Ada juga menggunakan permainan namanya Crossword Puzzles, nanti anak-anak diminta untuk mencari kata-kata sesuai topik yang sedang dipelajari, selain itu juga menggunakan teka-teki silang,” Ujar Christine pada Kamis (25/02/2021).
Hal ini serupa seperti yang dijelaskan pada jurnal Pengaruh Pembelajaran Anak pada Berkebutuhan Khusus di Masa Pandemi COVID 19 milik Yeslin Anjelina, menurut penelitian Hamidaturrohmah, mengatakan bahwa saat pembelajaran daring pada anak memerlukan strategi, dengan salah satu contohnya memilih tantangan dengan guru memberikan bermacam aktivitas pembelajaran yang menarik.
Disamping itu, kebijakan kurikulum yang dibentuk Kemendikbud sudah diterapkan tetapi cara mengaplikasikannya berebeda karena harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anak.
Namun walaupun Sekolah Melana sudah berupaya membuat pembelajaran daring ini menjadi lebih kreatif tetapi Christine merasa metode pembelajaran daring ini dirasa masih kurang efektif bagi pemahaman peserta didiknya.
Kendala Orang Tua dalam Pembelajaran Daring
Mengkutip dari laman Antara, Kemendikbud RI mengatakan dalam masa pandemi Covid-19 setiap peserta didik dituntut betul-betul bisa melihat profil anak usia dini berkebutuhan khusus, termasuk kondisi lingkungan keluarganya.
Perlu diketahui yang dimaksud anak berkebutuhan khusus yakni anak yang mengalami keterbatasan fisik, mental-intelektual, sosial maupun emosional, dan yang berpengaruh secara signifikan dalam proses perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia dengannya. Setiap anak berkebutuhan khusus mempunyai karateristik yang berbeda-beda maka perlu adanya perhatian dan perlayanan yang khusus bagi anak berkebutuhan khusus.
Menurut hasil penelitian Dina Afrianty dan kawan-kawannya pada tahun 2020 yang dilakukan di Jawa Timur dengan berjudul Akomodasi yang Layak bagi Siswa dengan Disabilitas di Masa Pandemi: Pengalaman Mengajar Guru Belajar dari Rumah, bahwa yang menjadi penghalang dalam proses pembelajaran siswa disabilitas pada masa pandemi dari sudut pandang guru sebagai pengajar siswa disabilitas yakni dalam perihal berkomunikasi saat mengajar. Hal ini dipengaruhi oleh tidak terpenuhinya sarana penunjang teknologi dan faktor lainnya seperti kondisi mental dan psikologis siswa disabilitas yang mengalami naik turun selama bejalar di rumah.
Kendala ini yang dirasakan pula oleh para pengajar di Sekolah Melana Semarang. Christine Roselva Tri menuturkan bahwa kendala proses pembelajaran daring pada ABK adalah proses mentransfer ilmu dari jarak jauh atau bisa dibilang dalam menjelaskan materi-materi pembelajaran yang akan disampaikan selama daring.
Christine menjelaskan, “karena kalau tidak pandemi kita bisa praktik menjelaskan dengan menggunakan media praktik yang ada disekolah dan kita juga bisa tahu anak ini paham atau tidak. Tetapi kalau situasi daring seperti ini kita tidak tahu anak ini paham atau tidak, jadi kesulitan di dalam menilai dan mentransfer ilmu.”
Dalam keadaan pembelajaran daring seperti ini tak hanya guru saja yang merasakan kesulitan. Namun, orang tua yang sebagai pendaming anak berkebutuhan juga mengalami kendala.
Anik Handayani sebagai orang tua murid di Sekolah Melana berpendapat bahwa sistem pembelajaran daring kurang efektif karena terkadang mengalami beberapa kendala seperti dari segi kuota internet, teknologi yang kurang memadai, serta kesibukan lainnya yang harus diselesaikan.
Maka secara tidak langsung dengan pembelajaran daring seperti ini membuat anak juga bisa merasa bosan. Tetapi Anik selalu membiarkan anaknya Nesya belajar daring sambil memainkan mainannya dan memberikan cemilan kesukaannya, jika anaknya sudah lebih santai dan tersenyum. Anik mulai lagi untuk memfokuskan anaknya mengikuti pembelajaran daring.
Menurut analisis Marcella Riska Ardiani sebagai terapis ABK di Taman Bintang Indonesia Semarang, beberapa anak berkebutuhan khusus memang ada yang kurang konsentrasi, ada juga yang sangat hiperaktif, jadi sulit dikondisikan untuk duduk dan menyimak secara online. Dengan karakter yang demikian akan sulit untuk diberi pembelajaran via online karena rentang fokusnya yang kurang.
Salah satu dampak buruk yang bisa terjadi pada anak-anak berkebutuhan khusus selama menjalani pembelajaran daring yaitu bisa menjadi lebih tantrum. Hal ini disebabkan karena ketika pembelajaran dengan video-video yang berwarna-warni mereka melihatnya bisa sampai yang benar-benar terpaku sekali dan jika diganti bisa jadi akan tantrum. Hal itu yang sebenarnya membuat secara mental pun juga jadi lebih agresif, suka emosi.
Dia berpendapat, jangan membuat pembelajaran daring yang terlalu lama, semisal 30 menit diawal diisi penjelasan dari guru dan biarkan para murid duduk selama itu, kemudian 30 menit lainnya adalah waktu mereka mengerjakan workship bermain dengan orang tua.
“Jadi memang sebenarnya selama pandemi ini peran yang paling besar ada di orangtua, gimana caranya mendampingi anaknya,” tambah dia.
“Biasanya kalau aku mendampingi orang tua itu menyarankannya menggunakan sistem reward. Jadi dia sukanya apa misal dia suka mobil-mobilan atau suka permen itu jadikan sebagai reward nya. Ketika dia sudah mau mendengarkan paling tidak cuma 30 menit berikan reward itu sebagai tanda bahwa dia sudah cukup baik mau mendengarkan ikut sekolah online.” Kata dia di Semarang, pada Rabu (24/2/2021).
Editor: Addi M Idhom