Menuju konten utama

Ayam Broiler Aman Dikonsumsi, Ini Penjelasannya

Ayam broiler didapat dari proses seleksi yang sangat ketat sehingga didapatkan sifat genetik yang unggul, bukan didapat dari suntik hormon.

Ayam Broiler Aman Dikonsumsi, Ini Penjelasannya
Ilustrasi daging ayam mentah segar. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pola makan pada anak usia dini punya peran penting bagi perkembangan dan pertumbuhan mereka. Satu yang perlu mendapat perhatian khusus adalah asupan protein, karena kuantitas maupun kualitas asupan protein—terutama dalam 2 tahun pertama kehidupan si kecil—mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan saraf, dan kesehatan jangka panjangnya.

Penelitian “Dietary Intake of Protein in Early Childhood Is Associated with Growth Trajectories between 1 and 9 Years of Age” menyebut bahwa asupan protein yang lebih tinggi, utamanya protein hewani, membuat tinggi, berat, dan indeks masa tubuh (BMI) anak umur 1 sampai 9 tahun terpantau lebih tinggi.

Selain telur, sumber protein hewani yang mudah ditemukan dan harganya relatif terjangkau adalah daging ayam. Namun, ironisnya, rata-rata konsumsi ayam di Indonesia justru lebih rendah ketimbang negara Asia lain, seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam.

Data dari OECD-FAO menunjukkan konsumsi daging unggas di Indonesia tahun 2018–2019 bahkan lebih rendah dari Thailand. Diproyeksikan, konsumsi daging unggas di Indonesia menyentuh 8,38 kg/kapita/tahun (tidak sampai 1 kg dalam sebulan) pada 2023.

“[…] kita masih sepertiganya dari negara tetangga,” kata Ketua Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia Drh. Rakhmat Nuriyanto.

Lebih lanjut, dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) bertajuk "Pola Distribusi Perdagangan Komoditas Daging Ayam Ras 2022", rerata konsumsi daging ayam ras di kelompok rumah tangga nasional pada 2021 baru sebanyak 6,04 kg kapita/tahun—walau ada peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.

Masuk akal bila kemudian angka stunting atau gangguan pertumbuhan anak balita nasional mencapai 24,4% pada 2021. Kasus terbanyak ditemukan pada anak umur 3–4 tahun.

Meluruskan Kesalahpahaman

Menariknya, rendahnya konsumsi daging ayam (maupun telur) bukan karena daya beli lemah. Rakhmat menyoroti soal kurangnya pemahaman masyarakat, “Pengeluaran untuk rokok Rp73 ribu itu untuk ayahnya saja, sementara kalau dibelikan telur itu Rp23 ribu bisa untuk satu keluarga. Padahal nilai gizinya luar biasa.”

Baru-baru ini, lewat unggahan di Instagram pribadinya, dokter sekaligus ahli nutrisi Dr. dr. Tan Shot Yen, M. Hum., mengatakan, “Stunting sebagian besar akibat pola asuh amburadul. Bukan ortunya [yang] miskin. Bukan ga sanggup beli telur. Tidak banyak pasangan siap jadi ortu […].”

Selain minimnya edukasi pangan sekaligus kurangnya kesadaran masyarakat soal skala prioritas, sejumlah mitos yang beredar di masyarakat ternyata turut mempengaruhi rendahnya konsumsi daging ayam maupun telur.

Infografik Menjawab Mitos Fakta Ayam Broiler

Infografik Menjawab Mitos Fakta Ayam Broiler. tirto.id/Mojo

Laman Chicken Check In mengungkap mitos-mitos tersebut, antara lain: ayam pedaging (broiler) diberi hormon untuk mempercepat pertumbuhan; adanya rekayasa genetika untuk memperbesar ukuran ayam; ada residu antibiotik pada daging ayam broiler; serta ayam-ayam diternakkan di tempat tak layak dan sempit sehingga kesejahteraan maupun kebersihannya dipertanyakan.

"Tak ada ayam berhormon. Pemberian hormon tidak efisien dari segi harga, juga praktiknya," Kepala Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner Institut Pertanian Bogor (IPB), Denny W. Lukman, meluruskan hoaks.

Faktanya, mengutip salah satu penelitian (PDF) yang diterbitkan dalam Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan (2019), ayam broiler memang dikembangkan untuk memproduksi daging secara cepat. Hanya butuh waktu kurang dari 5 minggu bagi ayam broiler untuk tumbuh besar dan siap dikonsumsi.

Masa pertumbuhan ayam yang relatif singkat bukan karena suntikan hormon. Masih dari sumber yang sama, keunggulan broiler didapat dari proses seleksi yang sangat ketat sehingga didapatkan sifat genetik yang unggul dengan kondisi pemeliharaan yang terkontrol meliputi makanan, temperatur lingkungan, dan manajemen pemeliharaannya.

Pemerintah sendiri mewajibkan tiap pelaku usaha untuk memproduksi dan mengedarkan produk hewan yang memiliki sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) demi menjamin keamanan produk Pangan Asal Hewan (PAH) dan ketenteraman masyarakat dalam mengonsumsi pangan asal hewan. Jadi, pada dasarnya ayam pedaging aman untuk dikonsumsi.

Kebaikan Daging Ayam

"Ada telur, ayam, ikan, dan hati ayam, itu adalah protein hewani yang bila dikonsumsi setiap hari dengan jumlah yang tepat, anaknya akan tumbuh optimal," kata dr. Tan dalam siaran langsung YouTube BKKBN "Vodcast: Waktu Indonesia Berencana (WIB) Apa itu Stunting?" (26/1/2023).

Dikutip dari laman Kemenkes, dalam 100 gr daging ayam terkandung lemak total 25 gr. Ini lebih tinggi dibandingkan kandungan lemak total 100 gr daging kambing (9,2 gr) maupun daging sapi (14 gr). Kandungan kolesterol daging ayam pun hanya selisih sedikit (60 mg) dibandingkan dengan daging kambing dan sapi (masing-masing 70 mg).

Selain kandungan lemak dan kolestrol, daging ayam juga menjadi salah satu sumber protein. 100 gram ayam broiler mengandung sekira 28,04 gram protein. Selain itu kandungan lainnya adalah vitamin B kompleks dan mineral seperti zat besi dan selenium, kaya kalsium dan fosfor pula. Namun semua kebaikan itu tak akan didapat apabila daging ayam yang dikonsumsi tidak lagi segar. Di sinilah ketelitian dibutuhkan.

Konsumen bisa memilih daging ayam yang baik secara mandiri dengan memperhatikan ciri berikut: daging berwarna putih kemerahan dan cerah, tidak berbau menyengat (amis ataupun asam), serabut daging relatif halus, dan permukaan daging cenderung lembap.

Apabila menemukan daging ayam yang dijual dengan harga di bawah pasaran dan tak menunjukkan ciri di atas, konsumen patut curiga. Apalagi bila permukaan daging terlihat kemerahan, pembuluh darah di bagian leher tak terpotong, dan pangkal sayap ayam berwarna biru kehitaman. Bisa jadi, itu adalah ayam bangkai atau tiren (mati kemarin).

Hindari membeli daging yang tidak higienis. Ini bisa dilihat dari lingkungan tempatnya diternakkan (bila memungkinkan) maupun diperdagangkan, peralatan yang digunakan, serta kebersihan ayam itu sendiri—minimal terlindungi dari debu dan lalat. Selain itu, untuk menjamin kualitas dan keamanan pangan, perhatikan ketelurusan produk pangan asal hewan sejak di peternakan sampai ke meja makan.

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis