Menuju konten utama

Atasi Polusi, IESR: Perlu Komitmen Kurangi Penggunaan Batu Bara

IESR mencatat, salah satu sumber polusi berasal dari pembakaran batubara di pembangkit listrik dan industri yang berada di sekitar Jabodetabek.

Atasi Polusi, IESR: Perlu Komitmen Kurangi Penggunaan Batu Bara
Suasana gedung-gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Senin (29/7/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

tirto.id - Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, Indonesia perlu mengambil langkah yang lebih agresif untuk menghindari krisis iklim dengan menunjukkan komitmen politik yang lebih kuat. Salah satunya, mengurangi penggunaan batu bara dan menegaskan pengakhiran operasi PLTU pada 2050. Hal ini juga merespons polusi udara yang parah di tengah perayaan kemerdekaan RI baru-baru ini.

“IESR mencatat, salah satu sumber polusi berasal dari pembakaran batu bara di pembangkitan listrik dan industri yang berada di sekitar Jabodetabek,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, di Jakarta, Jumat (18/8/2023).

Fabby menyatakan, presiden harus memerintahkan jajarannya untuk meningkatkan bauran energi terbarukan di 2024 demi mengejar target 23 persen bauran energi terbarukan di 2025. Dalam 2,5 tahun mendatang harus dapat dibangun 11 GW pembangkit energi terbarukan.

Melihat sistem kelistrikan Indonesia, kata Fabby, PLN masih mengalami over capacity. Momentum ini harus dimanfaatkan untuk melakukan penetrasi energi terbarukan yang progresif dengan mengakhiri operasi PLTU yang sudah berusia tua dan tidak efisien.

Oleh karenanya menurut Fabby, APBN 2024 harus diarahkan untuk mendukung akselerasi pemanfaatan energi terbarukan di luar Jawa-Bali, mereformasi kebijakan dan regulasi yang menghambat akselerasi energi terbarukan, mempersiapkan pensiun dini PLTU, dan menyiapkan proyek-proyek energi terbarukan skala besar untuk ditawarkan kepada investor.

“Tahun lalu pemerintah dan IPG telah menyepakati Just Energy Transition Partnership (JETP). Kesepakatan ini merupakan kesempatan Indonesia untuk mengakselerasi transisi peningkatan energi hijau sebelum 2030 yang adil dan terjangkau. Untuk itu, APBN 2024 juga harus dialokasikan untuk mendukung implementasi Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP),” ujar Fabby.

Kendati demikian, IESR mengapresiasi arah APBN 2024 dan mendorong agar pemerintah melakukan akselerasi dalam pembangunan ekonomi hijau serta pemanfaatan energi terbarukan. Diharapkan, Indonesia dapat mengurangi porsi energi fosil secara bertahap, sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca, yang menjadi sebab pendidihan global (global boiling) dan perubahan iklim.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato kenegaraan HUT ke-78 RI yang sekaligus pengantar RUU APBN 2024 dan Nota Keuangan 2024, menyebutkan bahwa APBN 2024 diarahkan untuk mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam pidatonya, Presiden sempat menyebutkan potensi krisis akibat perubahan iklim.

Sementara itu, Manajer Program Transformasi Energi IESR, Deon Arinaldo mengatakan bahwa melalui proses JETP, harusnya sudah ada identifikasi perubahan kebijakan untuk mengakselerasi transisi energi. Ia menekankan pentingnya arah perubahan kebijakan terfokus pada strategi tertentu agar ada integrasi implementasi antar berbagai kementerian dan lembaga.

“Penentuan strategi utama penting agar eksekusi lancar dilakukan dalam 3-5 tahun mendatang atau bahkan lebih cepat lagi dengan dukungan implementasi dari berbagai kementerian dan lembaga. Implementasi strategi terintegrasi ini yang dapat dukung capai visi Indonesia Emas 2045,” ujar Deon.

Baca juga artikel terkait POLUSI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang