Menuju konten utama

Kendaraan Listrik Dinilai Tidak Bisa Selesaikan Polusi Jakarta

Komaidi Notonegoro mengatakan, transisi kendaraan listrik tidak serta merta bisa menyelesaikan persoalan polusi di DKI Jakarta.

Kendaraan Listrik Dinilai Tidak Bisa Selesaikan Polusi Jakarta
Pemandangan Monumen Nasional dengan latar belakang gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, Senin (29/7/2019). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/ama.

tirto.id - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, transisi kendaraan listrik tidak serta merta bisa menyelesaikan persoalan polusi di DKI Jakarta. Apabila masyarakat beralih ke kendaraan listrik, maka permasalahan seperti polusi memang relatif bisa diperbaiki. Namun, sumber dari energi listrik ini perlu diamati dengan serius, sebab sebanyak 70% energi listrik sebagian besar masih bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) atau batubara.

"Kalau polusi di Jakarta ketika digeser ke kendaraan listrik, mungkin akan relatif ada perbaikan begitu ya. Tetapi, kalau total saya kira perlu dikaji ulang, karena kan memang sampai saat ini listrik itu sebagian besar mungkin sekitar 70% diproduksikan dari PLTU atau batubara," ucap Komaidi saat dihubungi Tirto, Jakarta, Jumat (18/8/2023).

Menurut Komaidi secara perbandingan, emisi batubara justru yang paling banyak menghasilkan polusi dibandingkan dengan emisi yang dihasilkan oleh Bahan Bakar Minyak (BBM). Maka dari itu, perlu adanya kajian ulang terkait sumber dari energi listrik.

"Sehingga kalau di head to head, emisi batubara ini kan lebih besar daripada BBM, jadi artinya kalau hanya dilihat di jalan Jakarta mungkin relatif ada perbaikan. Tetapi secara total belum tentu begitu jadi perlu dikalkulasi ulang saya kira," ungkapnya.

Lebih lanjut, Komaidi menuturkan idealnya sumber energi listrik yang ada di Indonesia harusnya bersumber dari energi yang terbarukan. Jika dibandingkan dengan sumber yang berasal dari fosil, menurutnya, sumber dari fosil belum tentu akan menghasilkan emisi yang bagus.

Oleh karenanya, Komaidi meminta kepada pemerintah jika ingin mewujudkan hal tersebut, maka yang diperlukan adalah sebuah komitmen untuk bisa bertransisi dari energi pembangkit ke pembangkit energi yang lebih ramah lingkungan dan juga terbarukan.

"Akan lebih bagus dan ideal, kalau kemudian kendaraan listrik ini listriknya bersumber dari energi baru terbarukan. Kalau sumbernya dari fosil ini belum tentu nanti akan menghasilkan emisi yang lebih baik begitu. Jadi, harus dilakukan komitmen secara menyeluruh, secara bertahap di pembangkitannya pun harus bergeser ke pembangkit-pembangkit yang lebih ramah lingkungan, saya kira itu," pungkasnya.

Menteri Negara Lingkungan Hidup periode 1999-2001, Alexander Sonny Keraf mendorong percepatan transisi kendaraan listrik untuk mengatasi tingginya polusi udara di DKI Jakarta yang berasal dari emisi sektor transportasi.

Sonny menilai, polutan yang berasal dari emisi kendaraan berbahan bakar fosil di Jakarta sudah sangat mengkhawatirkan.

“Jangan anggap remeh hal ini, peralihan penggunaan kendaraan bensin ke listrik perlu didorong sekuat-kuatnya untuk menurunkan emisi dan pencemaran udara di kota besar, terutama Jakarta,” ujar Sonny dalam keterangannya, Selasa (15/8/2023).

Menurut Sonny, masalah kesehatan pernafasan hingga ancaman kecerdasan otak akan dirasakan warga ibu kota jika kondisi polusi udara terus dibiarkan.

Oleh sebab itu, Sonny mendesak penggunaan kendaraan listrik sebagai transportasi umum maupun pribadi yang sesegera mungkin dapat diimplementasikan secepatnya.

“Mengingat besarnya dampak negatif dari polutan, terutama dari sektor transportasi,” ujarnya.

Masyarakat dinilai dapat berkontribusi langsung dalam menurunkan tingkat polusi dengan beralih menggunakan kendaraan listrik untuk mobilitas di Jakarta.

“Dengan memanfaatkan insentif yang telah diberikan pemerintah,” sambungnya.

Baca juga artikel terkait TRANSISI KENDARAAN LISTRIK atau tulisan lainnya dari Hanif Reyhan Ghifari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hanif Reyhan Ghifari
Penulis: Hanif Reyhan Ghifari