Menuju konten utama

Apa Itu Teori Sosiologi Klasik dan Pengertiannya Menurut Para Ahli

Mengetahui apa itu teori sosiologi klasik dan pengertiannya menurut pandangan para ahli. 

Apa Itu Teori Sosiologi Klasik dan Pengertiannya Menurut Para Ahli
Ilustrasi Sosiologi. foto/Istockphoto

tirto.id - Teori sosiologi klasik muncul di periode awal ketika ilmu sosial mulai dilibatkan dalam memecahkan permasalahan.

Teori ini memusatkan analisisnya pada pemikiran tokoh-tokoh sosiologi seperti Auguste Comte, Karl Marx, Emile Durkheim, dll.

Mengutip jurnal Classical Sociology oleh William C. Cockerham, teori sosiologi klasik adalah sebuah studi sistematis tentang masyarakat dan kehidupan sosial pada periode paling awal. Studi ini kemudian mengarah pada terbentuknya disiplin ilmu.

Istilah sosiologi sendiri muncul pertama kali di sekitar abad 19, tepatnya pada tahun 1838. Saat itu filsuf asal Prancis bernama Auguste Comte menggunakan istilah ini untuk menyebut ilmu yang memperlajari sosial dan masyarakat.

Teori Sosiologi Klasik Menurut Para Ahli

Periode-periode awal teori sosiologi ditandai dengan kemunculan para tokoh intelektual seperti Auguste Comte

Karl Marx, dan Emile Durkheim. Berikut teori sosiologi klasik menurut para ahli:

1. Auguste Comte

Auguste Comte dikenal sebagai orang yang pertama kali menggunakan istilah sosiologi, karena itu ia juga kerap dijuluki sebagai Bapak Sosiologi. Pemikiran Auguste Comte yang paling terkenal adalah filsafat positivisme.

Auguste Comte menekankan bahwa istilah positif merujuk pada sesuatu yang nyata, pasti, dan jelas yang merupakan lawan dari semua hal negatif.

Melansir jurnal Kontribusi Pemikiran Auguste Comte (Positivisme) Terhadap Dasar Pengembangan Ilmu Dakwah, positivisme berasal dari kata positif yang juga diartikan sebagai faktual atau berdasarkan fakta. Jadi dalam positivisme, pengetahuan tidak boleh melebihi fakta yang ada.

Secara istilah, positivisme merupakan cara pandang dalam memahami dunia yang didasarkan pada sains.

Positivisme juga bisa didefinisikan sebagai aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai sumber pengetahuan yang benar.

Dengan demikian positivisme menolak adanya aktivitas atau hal apapun yang berkaitan dengan metafisik.

Hal ini dikarenakan positivisme tidak mengenal spekulasi atau ketidakpastian dan semuanya didasarkan pada data empiris.

2. Karl Marx

Pemikiran Karl Marx tentang sosiologi berfokus pada perubahan sosial dan revolusi yang akhirnya membentuk masyarakat tanpa kelas.

Menurut buku Teori Sosiologi Klasik karya Wahyuni, Karl Marx memandang sejarah manusia tak lebih dari pertentangan antar kelas/golongan.

Pemikiran Karl Marx memiliki pengaruh besar dalam perumusan konsep kelas, konflik, dan perubahan sosial. Tak hanya itu, karya Karl Marx juga merupakan pusat dari pengembangan teori konflik dalam sosiologi.

Seperti yang diketahui, teori konflik meyakini bahwa ketidaksetaraan ada di masyarakat dan hal ini menyebabkan perubahan sosial.

3. Emile Durkheim

Emile Durkheim termasuk sosiolog ternama asal Prancis yang terkenal dengan teori ‘jiwa kelompok’.

Menurut Emile Durkheim, jiwa kelompok ini berpengaruh terhadap jiwa individu. Dengan kata lain, setiap individu tidak menentukan kehidupan sosialnya, tapi justru kehidupan sosial yang menentukan perilaku individu tersebut.

Perilaku individu hanya bisa dipahami dan dinilai dengan memperhatikan kehidupan sosial yang membentuk perilaku tersebut.

Norma dan nilai-nilai sosial memberikan batasan pada perilaku individu. Hal inilah yang kemudian menyebabkan seseorang bertindak dengan cara/perilaku tertentu.

Emile Durkheim juga berpendapat bahwa ada dua macam kesadaran, yaitu kesadaran kolektif (collective consciousness) dan kesadaran individual (individual consciousness).

Kesadaran kolektif masih dibagi menjadi dua, yaitu bersifat exterior dan constraint. Exterior berarti kesadaran kolektif yang berada di luar individu manusia dan masuk ke individu tersebut dalam wujud aturan moral, agama, dll.

Bersifat constraint artinya kesadaran kolektif tersebut memiliki daya paksa terhadap individu manusia dan memunculkan adanya sanksi/hukuman bagi mereka yang melanggar.

Baca juga artikel terkait SOSIOLOGI atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Yandri Daniel Damaledo