Menuju konten utama

Apa Itu Tedhak Siten Menurut Tradisi Jawa & Bagaimana Prosesinya?

Apa itu Tedhak Siten menurut tradisi budaya Jawa, dan bagaimana rangkaian prosesinya?

Apa Itu Tedhak Siten Menurut Tradisi Jawa & Bagaimana Prosesinya?
Tedak Siten. wikimedia comons/Free/Beny AS

tirto.id - Suku Jawa memiliki banyak tradisi adat istiadat, baik yang berkaitan dengan budaya maupun agama.

Dalam jurnal online yang diterbitkan oleh Unismuh, tradisi menurut Funk dan Wagnalls (2013:78) adalah pengetahuan, doktrin, kebiasaan, dan lain-lain yang dipahami sebagai pengetahuan yang telah diwarisikan secara turun-temurun termasuk cara penyampaian doktrin.

Jadi tradisi merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat dulu sampai sekarang. Salah satu tradisi dari suku Jawa yang masih dilakukan hingga saat ini adalah Tedhak Siten, sebuah upacara adat untuk bayi.

Apa Itu Tradisi Tedhak Siten?

Mengutip laman resmi kebudayaan.jogjakota.go.id, Tedhak Siten merupakan rangkaian prosesi adat tradisi daur hidup masyarakat Jawa yang mulai jarang dilaksanakan.

Secara harfiah, Tedhak Siten berasal dari kata 'Tedhak' berarti turun (menapakkan kaki) dan 'Siten' atau 'Siti' yang artinya tanah, sehingga Tedhak Siten merupakan tradisi menginjakkan atau menapakkan kaki ke tanah bagi seorang anak.

Dalam tradisi Jawa, Tedhak Siten merupakan upacara pada saat anak turun tanah untuk pertama kali, atau disebut juga mudhun lemah atau unduhan, masyarakat beranggapan bahwa tanah mempunyai kekuatan gaib.

Upacara Tedhak Siten berlangsung saat anak berusia 7 lapan kalendar Jawa atau 8 bulan kalender masehi. Dalam usia tersebut biasanya anak mulai memasuki masa belajar berjalan sehingga inilah momen awal anak mulai menapakkan kakinya ke tanah.

Tak hanya sebagai kegiatan pelestarian budaya, Tedhak Sinten juga merupakan serangkaian kegiatan yang menyimbolkan bimbingan orang tua kepada anaknya dalam meniti kehidupan melalui serangkaian prosesi dan ubarampe yang digunakan.

Rangkaian Prosesi Tedhak Sinten

Dalam kegiatan Tedhak Siten perlu dipersiapkan Uba Rampe atau perlengkapan, di antaranya yaitu, 7 jadah warna warni, tangga yang terbuat dari tebu, kurungan (biasanya berbentuk seperti kurungan ayam) yang diisi dengan barang atau benda, alat tulis, mainan dalam berbagai bentuk, air untuk membasuh dan memandikan anak, ayam panggang, pisang raja, udhik-udhik, jajan pasar, berbagai jenis jenang-jenangan, tumpeng lengkap dengan gudangan dan nasi kuning

Selama proses tradisi Tedhak Siten ini ada beberapa rangkaian kegiatan yang perlu dilakukan, yakni:

1. Membersihkan kaki

Dalam proses ini orang tua menggendong anaknya untuk dicuci bersih kakinya sebelum menginjakkan kaki anak ke tanah, kegiatan ini mempunyai makna bahwa si anak mulai menapaki tanah, yang berarti mulai menapaki kehidupan yang perlu dilakukan dengan suci hati.

2. Berjalan melewati tujuh jadah

Dalam kegiatan ini anak dituntun untuk berjalan di atas jadah (sejenis kue dari beras ketan) sebanyak tujuh buah, dengan warna yang berbeda-beda.

Ketujuh warna tersebut adalah merah, putih, hijau, kuning, biru, merah jambu, dan ungu.

Tujuh dalam bahasa Jawa disebut pitu, dengan harapan si anak kelak dalam mengatasi kesulitan hidup selalu mendapat pitulungan atau pertolongan dari Yang Maha Kuasa.

Jadah dibuat dalam beragam warna, dan setiap warna memiliki maknanya sendiri-sendiri, yang menggambarkan bahwa kesulitan dan rintangan hidup itu tak terhitung jenis dan ragamnya. Berikut ini makna masing-masing warna:

1. Merah artinya keberanian, dengan harapan si anak berani dalam melangkah dalam kehidupan

2. Kuning artinya kekuatan lahir dan batin yang wajib dimiliki oleh seseorang

3. Putih artinya kesucian

4. Merah muda atau pink artinya cinta dan kasih saying baik kepada orangtua, kakak, eyang, dan keluarga

5. Biru artinya ketenagan jiwa dalam melangkah di kehidupan

6. Hijau artinya lingkungan sekitar dan kesuburan

7. Ungu artinya kesempurnaan atau puncak.

Dengan menapaki 7 jadah ini, diharapkan si anak dapat melewati tiap rintangan dalam hidupnya.

3. Tangga dari Tebu Wulung

Dalam Prosesi ini anak akan diajak orang tua untuk menaiki tujuh tangga yang terbuat dari batang tebu.

Ritual ini menggambarkan bahwa bayi akan menghadapi perjalanan hidupnya hari demi hari sampai pada puncaknya.

Saat menaiki tangga, si anak akan didampingi oleh kedua orang tuanya, yang menggambarkan dukungan keluarga untuk anak dalam menjalani hari-harinya ke depan.

Ritual ini mempunyai harapan agar kelak si bayi tidak mudah menyerah dalam meraih cita-citanya.

4. Kurungan

Dalam prosesi ini anak dimasukkan sangkar atau kurungan ayam. Di dalam kurungan, terdapat berbagai benda seperti perhiasan, buku tulis, beras, mainan, dan lain sebagainya.

Kurungan ayam ini menggambarkan kehidupan nyata yang akan dimasuki oleh anak kelak jika dewasa. Benda yang ada di dalam kurungan nantinya akan diambil oleh anak menggambarkan profesi yang ingin dijalani kelak jika sudah dewasa.

5. Memandikan Anak

Air yang digunakan merupakan air yang diambil oleh kedua orang tua pada waktu tertentu. Biasanya malam hari sekitar pukul 10 sampai 12.

Air tersebut kemudian didiamkan atau diembunkan sampai keesokan harinya, hingga terkena sinar matahari.

Dalam proses ini, anak dimandikan oleh orang tuanya dengan air yang diberi bunga. Maknanya adalah agar kelak si bayi dapat mengharumkan keluarga dan dirinya.

Maksudnya, supaya ia bisa jadi anak yang membanggakan. Setelah dimandikan, kemudian anak diberi pakaian.

6. Memberikan udhik-udhik

Udhik-udhik, yaitu uang logam yang dicampur dengan bermacam-macam bunga.

Dalam prosesi ini udhik-udhik disebar dan dibagikan kepada anak-anak dan orang dewasa yang hadir dalam acara tersebut.

Harapannya kelak agar si anak jika dikarunia rezeki cukup dapat mendermakan rezekinya kepada fakir miskin.

Dalam prosesinya terdapat beberapa perbedaan dalam pelaksanaan tradisi Tedhak Siten baik berupa prosesi, tata cara, maupun peralatan yang digunakan, antara satu daerah dengan daerah yang lainnya.

Namun, hal tersebut tidak akan menghilangkan maksud dan tujuan dari diadakannya tradisi tersebut.

Baca juga artikel terkait PENDIDIKAN atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Iswara N Raditya