tirto.id - Mom shaming menjadi salah satu istilah yang sering kali dibicarakan saat kita membahas soal parenting. Disadari atau tidak, sering kali banyak pertanyaan atau lontaran kalimat yang dapat melukai perasaan seorang ibu. Jika terus dilakukan, mom shaming bisa berdampak bagi kesehatan mental seseorang.
Mom shaming adalah mengkritik atau mempermalukan seorang ibu atas pilihan cara asuhnya karena pilihannya berbeda dengan pilihan pelaku, seturut Urban Dictionary. Dampak mom shaming dapat memengaruhi kesehatan psikologi ibu dan tumbuh kembang anak.
Sayangnya, fenomena mom shaming ini justru lazim terjadi dan dilakukan oleh kalangan terdekat seperti keluarga, sahabat, teman, tetangga.
Psikolog, Grace Eugenia Sameve, mengatakan mom shaming ada yang dilakukan secara sengaja dan tidak. Namun, keduanya berpotensi untuk mengganggu kesehatan mental seseorang, terlebih jika dilakukan oleh orang terdekat.
"Mom shaming itu tergantung apa yang disampaikan yang membuat seorang ibu jadi cemas dan bertanya-tanya tentang dirinya. Dari mom shaming, mungkin bisa berubah jadi baby blues, itu bisa saja terjadi," ujar Grace seperti dilansir dari Antara.
Grace menjelaskan, mom shaming dapat menimbulkan berbagai dampak, seperti cemas, tidak percaya diri, produksi ASI berkurang lantaran ibu stres hingga berpengaruh pada kondisi kesehatan anak.
"Ibu-ibu yang cemas atau stres mempengaruhi kemampuan dia untuk mengasuh anak. Anak-anak itu bisa merasakan kalau ibunya sedang sedih, anaknya jadi ikutan rewel," kata Grace.
Menurut Grace, merupakan hal yang normal jika seorang ibu merasa tidak nyaman dengan komentar orang lain, apalagi jika terkesan menghakimi. Sehingga, yang harus dilakukan adalah membagi masalah ini dengan orang lain agar tidak meledak pada kemudian hari.
"Kalau kita enggak nyaman dengan itu, kita harus berani mengakuinya. Tidak masalah kalau kita merasa tidak nyaman, kalau dipendam, itu akan jadi bom waktu yang bisa berdampak ke anak juga," ujarnya.
Sementara itu, Grace juga berpesan agar masyarakat memiliki empati yang besar terhadap seorang ibu terkait dengan pilihan melahirkan, masalah menyusui hingga cara pola asuh.
"Walau tujuannya baik tapi sebaiknya dihindari kalau tidak bisa ngasih solusi, karena itu malah menimbulkan kesedihan bagi ibu lain. Sebab setiap ibu itu berbeda, kita harus bisa berempati," kata Grace.
Lantas apa yang harus dilakukan jika Anda mengalami mom shaming?
Ketika harus menghadapi orang yang menghakimi Anda karena pola asuh yang Anda pilih, mungkin sulit untuk menegaskan bahwa pengasuhan anak adalah otoritas Anda, dengan dalih untuk menjaga agar konflik tidak terjadi.
Berikut beberapa tips yang mungkin bisa membantu Anda untuk mengatasi mom shaming seperti dilansir dari laman Psychology Today,
1. Terima kenyataan bahwa menjadi orang tua yang sama sekali tidak dihakimi, atau tidak dikritik dengan apapun pilihan pola asuh yang Anda lakukan, mungkin hal yang jarang terjadi terutama di Indonesia.
Sehingga saat Anda mengalami kritikan dengan pola asuh yang Anda pilih untuk anak, Anda sudah merasa lebih siap.
2. Pahami bahwa menilai dan mengkritik membuat beberapa orang merasa lebih baik. Ibu Anda, misalnya, mungkin kritik yang ia lontarkan menegaskan bahwa dirinya hanya ingin merasa terlibat.
3. Tetap waspada terhadap kritikus yang hanya memberikan informasi seolah ia paham segala hal. Pastikan bahwa setiap informasi yang Anda dapat sebaiknya Anda konfirmasi.
Misalnya, informasi soal obat tertentu yang disarankan agar diberikan pada anak Anda saat sakit tertentu, sebaiknya konfirmasi saran tersebut kepada dokter guna memastikan kebenarannya.
4. Pahami juga bahwa mom shaming sering kali dilakukan untuk menutupi rasa tidak aman atau rasa bersalah seseorang tentang hal-hal yang ingin mereka lakukan secara berbeda.
Bagi beberapa orang, yang mungkin memiliki anak dengan usia yang lebih besar, tak jarang kritikan pedas yang ia lontarkan untuk menunjukkan bahwa pola asuh yang mereka lakukan adalah yang terbaik, padahal bisa jadi justru sebaliknya.
5. Tetaplah bersama orang-orang yang selalu mendukung Anda dan usahakan untuk mengurangi waktu berinteraksi dengan orang-orang yang suka menghakimi Anda, baik itu keluarga atau teman.
6. Jangan terpengaruh oleh teman-teman yang pola asuhnya terlihat mulus dan mudah—apa yang Anda lihat terutama di online sering kali bukanlah hal yang sebenarnya terjadi.
7. Yakinlah bahwa Anda mengenal anak Anda lebih baik daripada orang lain. Percaya diri tentang apa yang Anda yakini adalah yang terbaik untuk anak Anda dan Anda, bukan apa yang orang lain yakini dan katakan soal apa yang seharusnya Anda lakukan.
Editor: Iswara N Raditya