tirto.id - Tentara Israel kembali melakukan serangan udara di Jalur Gaza pada Senin, 17 Mei 2021, dengan menyasar rumah dan infrastruktur kelompok militan Palestina, Hamas. Sejak konflik pekan lalu, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan, total sudah ada 212 orang meninggal dan 1.400 orang luka-luka.
Sebagaimana diwartakan CNN, ini termasuk konflik Israel dan Palestina yang paling serius dalam sejarah beberapa tahun terakhir. Bahkan, 61 anak dan 36 wanita ikut menjadi korban tewas.
Kelompok Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, juga menembakkan roket dan menewaskan sekurang-kurangnya 10 orang di Israel, termasuk dua anak, demikian kata Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Rentetan roket yang diluncurkan kelompok Hamas dari Gaza juga membuat orang-orang Israel melarikan diri ke tempat perlindungan. Menurut Palang Merah Israel, setidaknya satu bangunan tempat tinggal yang terkena dampak.
Pada hari Minggu lalu, pasukan Pertahanan Israel sudah merilis foto yang menunjukkan instalasi roket Hamas dan pintu masuk terowongannya ditempatkan di dekat rumah sakit dan sekolah. Atas hal itu, IDF menyatakan, "Hamas dengan sengaja dan sistematis menempatkan target militer di dalam populasi sipil, membuat warganya terancam bahaya."
Tempat titik konflik antara Palestina dan Israel ini terjadi di Jalur Gaza, yang sudah dikuasai kelompok Hamas, gerakan politik Islam militan, sejak tahun 2007. Jalur Gaza merupakan salah satu wilayah terpadat di dunia. Sebagian penduduk Gaza hidup dalam kemiskinan dan bergantung pada bantuan kemanusiaan dari luar negeri.
Apa Itu Jalur Gaza?
Laman Britannica mencatat, Jalur Gaza adalah daerah pemukiman padat yang tidak diakui sebagai bagian de jure dari negara mana pun. Kondisi kehidupan di Jalur Gaza biasanya lebih buruk karena populasi yang padat dan cepat meningkat (laju pertumbuhannya termasuk salah satu tertinggi di dunia).
Selain itu, air, limbah dan layanan listriknya pun tidak memadai. Ditambah lagi tingkat pengangguran yang tinggi, terlebih sejak September 2007, tepatnya saat Israel menjatuhkan sanksi di wilayah tersebut.
Masyarakat di sana mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber ekonomi. Ini bisa dilihat dari hampir tiga per empat dari luas lahan telah ditanami berbagai produk pertanian. Dan yang paling utama adalah buah jeruk yang ditanam di lahan beririgrasi dan diekspor ke Eropa.
Mereka juga memproduksi gandum dan zaitun. Selain pertanian, mereka juga bekerja di sektor industri ringan dan kerajinan tangan yang berpusat di kota utama Gaza.
Ketika situasi politik masih stabil, hampir sebanyak sepersepuluh penduduk Palestina melakukan perjalanan setiap hari ke Israel melewati Jalur Gaza untuk bekerja kasar, tetapi mereka tidak diizinkan menginap.
Namun, karena ketegangan politik dan kekerasan, otoritas Israel menutup perbatasan dalam jangka waktu lama. Alhasil, banyak dari orang Palestina yang kehilangan pekerjaan. Hal ini juga menyebabkan industri penyelundupan berkembang pesat karena ada jaringan terowongan bawah tanah yang menghubungkan sebagian Jalur Gaza dengan negara tetangga Mesir.
Terowongan itu bisa memberikan akses kepada warga Palestina untuk mendapatkan barang-barang seperti makanan, bahan bakar, obat-obatan, elektronik dan senjata.
Editor: Iswara N Raditya