Menuju konten utama
Wansus Kanal Pemilu

Analisis Connie Bakrie soal Siapa Terunggul di Debat Capres

Menurut Connie, di debat ketiga capres, Ganjar dinilai paling menguasai panggung debat capres ketiga dan disusul Anies lalu Prabowo.

Analisis Connie Bakrie soal Siapa Terunggul di Debat Capres
Header Wansus Connie Rahakundini. tirto.id/Tino

tirto.id - Debat ketiga Pilpres 2024, diikuti calon presiden pada Minggu (7/1/2024) malam menyisakan pertanyaan bagi publik. Siapa yang lebih dominan menguasai tema dalam debat capres yang membahas isu pertahanan, keamanan, hubungan internasional, geopolitik, politik luar negeri, dan globalisasi.

Sejak awal, tensi debat capres ini sudah memanas. Calon presiden nomor urut satu dan nomor urut dua, yakni Anies Baswedan dan Prabowo Subianto saling bersitegang. Sementara Ganjar Pranowo terlihat sebagai penengah dan lebih tenang pembawaannya.

Analis pertahanan, militer dan hubungan internasional, Connie Rahakundini Bakrie, menilai tensi panas di panggung debat capres pekan lalu belum menyentuh pada perdebatan esensial program masing-masing capres. Pada akhirnya mereka hanya berkutat pada persoalan isu alutsista bekas.

"Saya kecewa gara-gara itulah kita tidak bisa mengeksplorasi lebih jauh kita stuck di urusan alutsista bekas. Jadi perdebatannya di alutsista bekas kan," kata Connie saat podcast Tirto For Your Pemilu (FYP) bersama Tirto, Selasa (9/1/2023).

Meski sedikit kecewa, kepada kami, Connie yang juga akademisi ini mengulas banyak hal mengenai plus minus alutsista bekas hingga persoalan siapa yang lebih dominan dan menguasai debat kemarin.

Berikut ini petikan wawancara Tirto, dengan Connie Rahakundini Bakrie:

Bagaimana Anda melihat kesan debat capres pada Minggu kemarin?

Gampang saja, kita lihat aja hasil Kompas. Kompas sudah paling keren kalau bikin ulasan cepat. Ganjar itu ya the real Menteri Pertahanan dan the real next Presiden kayaknya. Kalau dilihat dari kemarin ya. Karena Ganjar considered-nya dapat, pengetahuan akan materinya bagus. Kemudian ketenangannya juga excellent, kemudian PD (percaya diri).

Kita harus bayangkan itu para calon presiden itu suatu hari akan berdiri di panggung dunia. Iya mungkin kita punya masalah enggak mudah, jadi tidak bisa kalau kita diserang terus datanya nanti aja, itu tidak bisa.

Jadi kesiapan dalam berdiskusi, kesiapan dalam menyiapkan pandangan itu penting. Kalau kita melihat kemarin paling siap adalah Pak Ganjar keliatannya. Kedua, Pak Anies, menurut saya dia paling siap kalau pemain bola itu langsung seperti striker (penyerang) dan itu membuat saya agak menyesalkan.

Kalau Pak Prabowo sebenarnya siap kok, siap sekali. Kita juga buatkan roadmap yang cocok dengan beliau sesuai dengan keahlian, kemampuan dan dunia beliau sebagai Menteri Pertahanan. Kemarin itu kesannya [Prabowo] sebagai calon presiden tapi merasa diserang sebagai Menteri Pertahanan.

Connie Rahakundini Bakrie

Connie Rahakundini Bakrie. tirto.id/Andhika

Secara keseluruhan debat itu bagaimana? Apakah debat kemarin sudah bicara substansi atau benar-benar menyerang pribadi?

Kalau dianggap sekarang Pak Anies menyerang pribadi Pak Prabowo, misalnya yang ramai dibicarakan, sekarang kita lihat saja Pak Jokowi sudah lupa ingatan apa gimana, saya tidak mengerti. Kita ulang saja jejak digital tidak bisa hilang. Dengan mudah netizen menemukan bagaimana Pak Jokowi menyerang yang sama waktu itu kepada Pak Prabowo. Waktu itu Pak Prabowo masih lebih muda.

Jadi menurut saya kenapa sekarang presiden cawe-cawenya kejauhan. Bahwa kalau ingin anaknya menang itu satu hal, tapi kan anak ini untuk PR tidak menangnya banyak nih. Contoh, lahirnya tuh dianggap oleh Tempo sebagai anak haram konstitusi. Dan itu tidak diselesaikan, saya sudah kasih jalan keluar, Pak Jokowi itu sebaiknya mengundurkan diri saja kalau ngotot kalau anaknya harus masuk.

Karena pasti susah memisahkan peran sebagai ayah dan peran sebagai promotor utama pasangan ini maju. Contoh sekarang tiba-tiba presiden mau mengubah format, cawe-cawenya kejauhan lah gitu.

Gini ya, kalau dianggap menyerang saya cuma balikin aja pertanyaannya, jangan saya yang menjawab lah. Rakyat kita ini kan pintar-pintar, saya sering bilang jangan pernah underestimate rakyat kita.

Kalau itu boleh dilakukan Pak Jokowi waktu itu kepada Pak Prabowo, lalu kenapa sekarang Pak Anies tidak boleh melakukannya? dan Pak Ganjar tidak boleh melakukannya? Kenapa? Apa karena Pak Jokowi raja forever gitu? Tapi kan harusnya biasa saja, tidak usah baper. Kalau mau baperan, anaknya jangan suruh maju.

Saya masih ingat ketika Pak Prabowo menyebut Jalur Gaza, tidak menyebut Palestina dan membandingkan bagaimana kondisi negara. Bagaimana tanggapannya?

Saya sesalkan beliau berani terjun ke Jalur Gaza berarti beliau tidak punya pemahaman. Gaza itu kan bukan semata-mata masalah negara itu tidak memiliki kekuatan militer. Itu sejarah panjang. Kalau saya menyalahkannya Inggris dan Prancis untuk kasus itu. Jadi saya tidak mau ditarik ke sana, karena itu mau mencari perhatian saja karena isu Palestina itu lagi trending dunia.

Pertama, kemampuan sejarah Pak Menhan mungkin sedang tidak ada di sana. Kalau iya, mungkin dia bisa terangkan dong?

Jadi menurut saya salah kalau masuk dari sana. Sayang, kemudian kelihatan betul ada pesan seolah menyinggung Gaza itu sebuah isu yang bisa menarik emosi padahal banyak hal kalau mau dicontohkan.

Kenapa tidak bilang gini: 'Harusnya negara itu lahir kuat. Kenapa tidak kita seperti Rusia, Rusia itu berani menghadapi NATO. Atau kekuatan Cina yang bertempur dengan Amerika di 2035. Oleh karenanya saya sebagai Menteri Pertahanan dan akan menjadi presiden saya akan membuat visi kebijakan bla bla bla...' Karena kan yang harus diomongin soal kebijakan lalu akan membeli alutsista apa gitu loh.

Makanya buat saya kemarin itu paling keren itu Pak Ganjar. Pak Ganjar itu kami brief ya, menurut saya, beliau pinter banget. Kami brief itu satu hari sebelumnya. Dan 80 persen disampaikan Pak Ganjar itu hasil pertemuan.

Dan harusnya Pak Prabowo itu, saya tidak tahu apa yang membuat beliau agak berubah ya. Karena sebagai akademisi saya harus fair ya kekuatan Pak Ganjar di mana, makanya itu yang akan digali Pak Ganjar. Dan Pak Ganjar saat diskusi memang pinter ya, dia banyak tanya.

Kemarin itu kan karena jab-nya Pak Anies di depan soal Mirage, langsung berantakan semua. Saya kecewanya gara-gara itulah kita tidak bisa mengeksplorasi lebih jauh, kita stuck di urusan alutsista bekas. Jadi perdebatannya di alutsista bekas kan.

Kalau misalkan kita lihat itu Prabowo hitungannya sudah keluar topik [di debat kemarin]?

Sebenarnya tidak out of topic. Saya cuma memperlihatkan beliau itu apakah overconfidence karena sebelumnya dipanggil oleh Pak Jokowi. Saya tidak tahu pertemuan itu apa, saya tidak mengerti tapi dengan dibocorkan ke publik seolah-olah itu kayak mengambil fotonya rahasia tapi makan di restoran umum.

Jadi apakah ada overconfidence bisa saja kan. Karena seharusnya saya bilang sama timnya, kalau saja Pak Prabowo itu, ini jauh sebelum acara. Pokoknya karena Pak Prabowo background-nya Menhan ngomong ini. Apa misalnya? Visinya adalah Indonesia akan saya bangun menjadi poros maritim dan dirgantara dunia.

Saya akan meneruskan kebijakan Jokowi karena menurut saya akan mengembalikan kekuatan kita seperti zaman Sriwijaya atau Jalesveva Jayamahe. Bagaimana kemudian sekarang saya akan mendukung dengan kekuatan udara.

Kan kalau masuk dari sana jadi keren gitu tapi saya tidak tahu kenapa tiba-tiba kok [Prabowo] malah ngomongin negara harus kuat kalau tidak seperti Jalur Gaza, sayang banget.

Makanya saya merasa ini kayaknya mau menarik simpati. Padahal saya tahu benar orang kita itu cuma sebentar dan rasa kemanusiaannya cuma sebatas misal pamer ke jalan, kemudian boikot ini, boikot itu palingan cuma seminggu.

Soal masalah alutsista, apakah benar 50 persen alutsista di negara lain kondisi bekas seperti disampaikan Pak Prabowo pada tempo hari? Sebenarnya seberapa bermasalah pembelian alutsista bekas kita?

Pak Prabowo tidak bilang 50 persen. Pak Prabowo bilang zaman kemerdekaan Bung Karno pakai alutsista bekas. Tapi yang saya herankan kenapa dibandingkan ke era Soekarno? Saya ingatnya gini kalau era kemerdekaan satu hal mesti kita lihat itu zaman kemerdekaan tidak punya uang. Sekarang kita itu besar sekali loh anggaran pertahanan terbesar kedua.

Dulu Bung Karno tidak punya uang, yang punya Bung Karno itu pinjaman sedikit kemudian apa? Kekuatan diplomasi. Dan Bung Karno tahu betul cara menggunakan kata, mempengaruhi orang, mempengaruhi pandangan dunia. Itu yang membuat kita jadi begitu kuat kemudian melakukan posisi Nonblok yang betul-betul untuk kepentingan Indonesia. Jadi jelas. Sekarang kan ada pergeseran tentang Nonblok itu.

Kalau soal barang bekas beberapa faktor terjadi. Apakah karena sebuah negara itu sedang mengejar roadmap pertahanannya kemudian karena kedatangan barangnya perlu waktu maka kemudian untuk mengisi kekosongan. Tetapi apapun itu juga harus roadmap pertahanan memang ada pro dan kontra memakai barang bekas.

Plusnya itu kalau kita punya barang bekas, pertama, itu [pengadaannya] akan cepat. Jadi misalnya begini tiba-tiba ada kejadian di Laut Cina Selatan yang mungkin kita tidak perlu menunggu 2 tahun. Ya udah kita cari barang bekas di market tapi tidak selamanya lebih murah lebih cepat ya.

Kayak kita sekarang beli mobil itu kan tergantung tangan ke berapa bisa saja lebih mahal. Kemudian jika sudah ada yang sejenis atau kompatibel dia akan lebih baik.

Kedua adalah fleksibel karena bisa dari pihak ketiga. Kita lihat perang Ukraina, dia bisa dapat dari Polandia dan dia bisa dapat F16 dari AS di situlah kemudian ketika negara sedang kepepet beli hal seperti itu karena mengisi kekosongan.

Minusnya, ada risiko kekurangan suku cadang. Kita beli mobil tahun 70-an pasti sekarang kita susah cari sparepart-nya (suku cadangnya), sementara yang kita bicara ini adalah alutsista yang tidak boleh ada salah atau perbedaan sedikit pun. Kalau mobil kan bisa dibawa ke bengkel biasa kemudian diakal-akali jadi. Tidak bisa alutsista tempur itu.

Contoh pesawat F16 kita itu beberapa mengalami kerusakan keretakan mesin, itu bukan hanya masalah perawatan, tetapi masalah avtur kita yang berubah.

Kedua, bagaimana alutsista bekas itu bisa upaya disposal (pembuangan) tanpa biaya dari negara pendonor. Contoh banyak negara yang punya alutsista bekas yang sudah numpuk tidak karuan daripada itu ya udah disposal-nya ke luar negeri. Sama saja kita jadi tempat sampah, tapi dia dapat ongkos dari ongkos pengiriman.

Ketiga adalah yang tadi saya sampaikan metal fatigue, metal fatigue itu ya udah karena dia usianya, dia punya masalah di aspek metal dia. Misal, dia korosi atau apapun itu atau komponennya bisa ya fatigue juga.

Jadi tidak usah terlalu nasionalisme bahwa kita ini, kita itu?

Tidak salah di situnya sebenarnya malah saya suka Prabowo membuka kemarin. Kita kan lagi bicara kemarin itu saya menyesalkan banyak hal akhirnya tidak terjawab karena akhirnya kita bicara alutsista bekas dan pada berantem tuh berdua. Makanya buat saya Pak Ganjar malah diuntungkan. Dan Pak Ganjar jadi tampil keren banget.

Saya baca data di tahun 93 itu Pak Habibie beli alutsista bekas?

Aduh banyak-banyak datanya [soal pembelian alutsista bekas], kalau saya mau singkat saja ya, F16 kita 2018 bekas juga era Jokowi. Jadi kita jangan bicara itulah, kepanjangan. Saya cuma bilang sekarang siapa presiden yang tidak beli bekas, itu lebih keren. Kok nanyanya tidak begitu?

Kamu tahu tidak siapa presiden RI yang tidak beli [alutsista] bekas? Ketika presiden kita perempuan, Megawati Soekarno Putri. Nah, seharusnya sekarang yang ditanya itu kenapa saat itu Bu Mega bisa beli barang-barang baru.

Kalau Bu Mega bisa, semua harusnya bisa. Sukhoi kita kan beli baru, kalau Bu Mega bisa, yang lain seharusnya bisa.

Apakah industri persenjataan kita di dalam negeri itu mumpuni untuk membuat produk-produk baru dan menyuplai kelengkapan militer kita?

Beberapa iya. PT PAL kemudian juga industri-industri swasta kita bisa. Tapi kan rakyat kita ini lucu ya, saya merasa kesel banget soal kasusnya. Jadi gini loh kita itu lihat ya kenapa Sriwijaya, Majapahit, Kalinyamat mungkin Malahayati kita tuh hebat sekali. Karena kemampuan kita tuh membuat kapal tradisional tuh jago banget.

Kenapa saya datengin Al Zaytun yang kontroversial, itu karena bahkan PT PAL enggak bisa bikin kapal yang panjangnya 360 meter.

Di kita itu, PT PAL bikin kapal paling panjang berapa? 110-120 meter kalau tidak salah, saya lupa. Kapal KRI Bung Karno itu tidak sampai 100 meter sekian malah (73 meter). Jadi PT PAL sebagai industri pertahanan nasional sudah dibiayai negara, kapal paling panjang sekian.

Tapi ini ada industri kecil, sebuah pesantren itu mampu. Saya tidak peduli dia aliran apa, yang sedang kita bahas cara membuat kapal. Mana dukungan masyarakat kita?

Padahal kapal-kapal seperti itulah yang dikembangkan dulu. Seperti Kalinyamat mengedepankan kapal-kapal dagang seperti itu dan ketika Portugis mengganggu kita dipersenjatai lah kapal itu. Makanya waktu saya datang ke Al Zaytun saya bawa komandan Lanal dari Cirebon. Dia lulusan AS, dia tahu. Jadi begitu naik ke kapal itu, dia tahu thickness-nya (ketebalannya), bagian ini mesti dikasih senjata apa dan seterusnya.

Rakyat kita tidak pernah apresiasi jadi fokusnya suka salah. Harusnya fokus ke Indonesia yang mandiri yang kuat, oh itu agamanya lain. Ini isu yang menurut saya penting.

Kalau Anda bayangkan kekuatan pesantren-pesantren kita untuk bikin kapal tradisional itu banyak, ada di Bone, ada di Semarang hidupkan aja lagi. Jadi jangan dilihat sebelah mata untuk industri nasional meskipun bagus. Tapi kan akan lebih cepat kalau rakyat terlibat. Karena industri pertahanan yang mempersenjatai tentara itu kan bisa vice versa, sipil dibesarkan diubah untuk kekuatan militer atau kekuatan militer diubah untuk keperluan sipil.

Ketika itu Pak Ganjar juga mengkritik Prabowo bagaimana pengadaan alutsista itu apakah benar-benar mendengar dari militer yang di bawah sesuai dengan kebutuhan mereka?

Pak Ganjar kan jelas. Saya sampaikan waktu kami meeting itu jelas ada hadir mantan Kepala Staf Angkatan Laut. Kan meeting utamanya yang dicari orang-orang yang berpengalaman, ada mantan Kepala Staf Angkatan Laut, mantan Kepala Staf Angkatan Udara, mantan Sekjen Kemenhan yang tahu betul angka-angka di Kemhan seperti apa. Makanya bisa keluar angka-angka seperti itu, ada saya yang dianggap sebagai pakar pertahanan.

Jadi sudah on the right track dan akhirnya sama selalu kita bilang bahwa di manapun di dunia ini termasuk ketika saya studi S3 saya di Israel.

Kenapa Israel menjadi besar industri pertahanannya? Karena yang ditanya itu pengguna. Apa komandan squad drone masalahmu dengan pesawat ini? Oh begini-begini, diperbaiki.

Jadi kamu perlu apa dengan tantangan yang kamu hadapi di tengah perubahan ancaman di era ini? Jadi selalu ditanya itu komandan dan di kita ini kan seolah-olah jadi top down.

Makanya ada kalimat Pak Ganjar yang mengulang Pak Yudo Margono ketika jadi Panglima TNI yang menyatakan 'ya udahlah kalau beli bekas saya terima, tapi saya masukin museum.' Oleh Pak Ganjar kan diulang. Itu kan kalimatnya Panglima Yudo. Harusnya kan itu bukan kalimat ngobrol biasa. Itu dalam.

Mas Anies bilang bahwa ada banyak orang dalam di proses pengadaan alat-alat militer ini? Bagaimana melihat ini?

Itu kan isu lama ya, TNI. TNI itu kan isu yang saya buka rame banget dua tahun lalu yang melibatkan Rp1.760 triliun. Pertanyaan kan sederhana kenapa TNI itu diangkat ketika debat capres? Ketika saya teriak-teriak sendirian, semua pada diam.

Makanya sekarang orang kalau mau nanya TNI, saya diam. Kalau saya waktu itu bisa temukan data Anda cari sendiri datanya sekarang. Karena waktunya kan rentangnya terlalu panjang, sudah dua tahun dan banyak hal berubah di Kementerian Pertahanan mungkin dokumen sudah dibakar, saya tidak tahu.

Jadi kalau orang-orang tanya TNI saya ketawa karena dulu waktu gua berantem mempertahankan itu loe pada kemana? Mana Anies waktu itu? Pernah tidak nanyain saya, kan enggak.

Connie Rahakundini Bakrie

Connie Rahakundini Bakrie. tirto.id/Andhika

Soal militer, ini jadi kesempatan mengoreksi pertahanan kita tidak? Kan isu pertahanan selalu tertutup di Komisi I DPR.

Tertutup sejak Prabowo. Sebelumnya enggak. Saya kan mendampingi menteri-menteri pertahanan sebelumnya cuma di era Prabowo, saya tidak main-main ke Kementerian Pertahanan. Hanya satu kali Ketika saya berantem Rp1.760 triliun kemudian dipanggil satu kali itu era Pak Prabowo, saya masuk Kementerian Pertahanan. Coba menteri yang lain itu Kemenhan, saya rumah saya kedua, saya selalu ada di sana.

Tapi kan begitu yang terjadi sekarang adalah rahasia. Sekarang itu anggaran pertahanan kita naik 500 persen. Artinya apa? Artinya yang terjadi anggaran yang meningkat tetapi tidak didukung kesiapan yang meningkat.

Ada pandangan Pak Prabowo seolah-olah kalau sudah disampaikan di DPR, itu sudah terbuka. Padahal rakyat kayak kita ini karena kan yang bayarin ini semua kita, tapi kita tidak bisa mengakses. Mau dirahasiakan seperti apa, karena kan pesawat tempur itu tidak segede handphone mau diselipkan ke mana tidak bisa, itu satu hal.

Kedua, jangankan kita contoh Menhan Prancis, ketika dia ketemu presiden dan waktu itu beli Rafale. Kan dia yang buat press release deal beli Rafale 12. Karena memang tidak bisa disembunyikan karena dia proses bikin panjang. Kadang-kadang orang tidak paham bangun industri pertahanan seolah ingin bangun semua, tidak ada industri pertahanan yang sakti, semua bikin apa saja, tidak ada.

Indonesia ini, ketika bicara industri pertahanan kayaknya ini ingin bisa semua padahal harusnya tidak usah kita fokus mau bikin apa saja.

Seberapa batasan kalau kita bicara mengenai isu pertahanan?

Gini yang pembelian itu tidak bisa rahasia, yang rahasia itu cuma ketika barang itu datang, maka kemudian di mana dia digunakan, kemana digunakan dan bagaimana menggunakannya. Oleh siapa digunakan dan terakhir sistem senjatanya dan sistem apa yang sudah canggihnya itu tidak boleh. Tapi fisik, bisalah kita tahu.

Tapi satu hal yang bicara tentang pertahanan itu kemarin kayaknya semua cuma bicara senjata, itu yang sangat salah gitu. Bisa tentang training, tentang personel coba. Makanya jadi ribut tuh. Urusan knalpot brong juga menurut saya penting karena Angkatan Darat dibangun tidak untuk urusan sekecil itu. TNI seharusnya tidak mengurusi hal yang bukan urusannya. [Konteksnya soal peristiwa pengeroyokan relawan Ganjar dengan TNI di Boyolali, artikel selengkapnya bisa dibaca di sini.]

Kalau menurut Anda, bagaimana pendekatan Indonesia dengan negara Selatan-Selatan?

Kalau saya bilang kita banyak kehilangan momentum ya, ngomong [kerja sama] Selatan-Selatan apa kabar gitu, kita kan sebenarnya kalau Selatan-Selatan kayak kita bangun kekuatan Asia Afrika. Itu basic-nya.

Tapi coba kita lihat malah kenapa sekarang Presiden Putin atau Rusia, itu malah berebut cinta dan perhatian dari rakyat Afrika. Bayangkan Putin yang bilang saya lunasi utang kamu. Saya bangun infrastruktur kamu, saya akan support dengan banyak bantuan apapun. Kan akhirnya kita melihat Putin melakukannya.

Jadi kalau kita ingin jadi negara pemain segala macem, ya harus punya ide besar seperti itu. Kalau Putin mau bergerak ke Selatan-Selatan, karena ada BRICS. Nah, kalau Indonesia misalnya mau pakai ASEAN misalnya, masalahnya kan apakah ASEAN ini mau acting collectively (bergerak bersama).

Sekarang kenapa tidak terpikir misalnya bahwa kalau anggaran pertahanan kita lemah atau kita tidak mau beli barang bekas tapi mau membeli barang baru dan juga harus menunggu kenapa tidak bikin pilar ASEAN diwujudkan dalam bentuk konkret bukan cuma paper. Misal, patrol bersama. Kan keren. Kita pernah melakukannya.

Kenapa tidak melakukan lebih besar. Sehingga rakyat paham, oh pantes anggaran kita besar tentara kita sudah tidak main di rumahnya nih. Bukan cuma jago kandang. Tapi dia urusin di kawasan akan jadi masalah kalau Indonesia tidak ikut menjaga.

Kemarin Pak Anies nanya berapa skor Kementerian Pertahanan dikasih 5 sama Pak Ganjar, dari Anda berapa skor Kementerian Pertahanan di debat kemarin?

Saya tidak mau, karena saya nanti akan dipolitisasi dianggap saya adalah memihak kemana pun. Dan kita lihat berdasarkan mata lah bagaimana kemampuan seorang calon presiden menguasai kemampuan isu geopolitik, isu hubungan luar negeri, isu industri pertahanan, isu alutsista, dan isu-isu lain itu yang lebih penting dilihat dan dari situ tadi kenapa saya buka dari hasil Litbang Kompas.

Menurut saya clear Ganjar memperoleh 78 sekian persen. Diikuti Anies sekian persen dan paling akhir dan disesalkan adalah calon presiden yang menteri pertahanan.

Baca juga artikel terkait WAWANCARA atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri