tirto.id - Amnesty Internasional meminta aparat kepolisian membebaskan enam pelajar yang ditangkap dan ditahan saat melakukan perayaan kelulusan di Nabire, Papua Tengah, pada Senin (6/5/2024).
Diduga mereka ditangkap karena mengenakan atribut Bintang Kejora saat melakukan pawai.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan penangkapan disertai dugaan aksi kekerasan aparat terhadap para pelajar SMA saat merayakan kelulusan di Nabire, tidak dapat diterima.
Menurutnya, ekspresi kegembiraan lewat aksi arak-arakan secara damai bukan tindak kriminal.
Usman mengatakan simbol Bintang Kejora adalah bagian dari ekspresi budaya dan seharusnya tidak menjadi alasan bagi aparat untuk menindas dan menahan siapa pun tanpa proses hukum yang adil.
Menurut Usman, polisi dan pemerintah seharusnya meneladani pendekatan Presiden Indonesia ke-4, Abdurahman Wahid atau Gus Dur terhadap orang asli Papua. Di era Gus Dur, simbol budaya seperti bendera Bintang Kejora mendapat ruang karena merupakan ekspresi damai.
"Kami menyerukan kepada pihak berwenang untuk segera membebaskan semua pelajar yang ditahan tanpa alasan yang jelas dan melaksanakan penyelidikan yang adil terhadap tindakan kekerasan yang diduga terjadi," kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/5/2024).
Usman mengatakan penangkapan tanpa proses hukum yang jelas dan kekerasan yang diduga terjadi selama penangkapan tersebut adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
"Setiap individu, termasuk pelajar, memiliki hak untuk menyuarakan pendapat dan berekspresi tanpa takut akan penindasan atau penangkapan sewenang-wenang," tutur Usman.
Usman juga mendesak pemerintah untuk memastikan bahwa hak-hak dasar semua individu di Papua, termasuk hak untuk berekspresi atau menyuarakan pendapat, dijamin dan dihormati sepenuhnya.
Amnesty International Indonesia mengatakan para pelajar menggunakan seragam yang dicoret ketika melakukan pawai kelulusan. Masing-masing dari mereka menggunakan atribut bermotif bendera Bintang Kejora yang kerap diasosiasikan sebagai lambang Organisasi Papua Merdeka (OPM). Perayaan serupa juga dilakukan para murid SMA di Kabupaten Dogiyai.
Namun, jelas Usman, suasana di Nabire berlanjut dengan insiden penangkapan disertai dengan dugaan kekerasan oleh aparat.
Informasi yang diterima Amnesty, kata dia, sekitar pukul 16.00 WIT, setidaknya sembilan orang pelajar dikejar oleh dua orang polisi berpakaian preman dengan kendaraan roda dua di Wonorejo, Nabire. Dua polisi tersebut diduga menembakkan empat peluru tajam ke arah para pelajar yang lari dan disaksikan masyarakat setempat.
Sekitar 15 menit kemudian, dua mobil polisi datang dan aparat menangkap empat laki-laki dan dua perempuan disertai dengan dugaan pemukulan. Hingga kini, identitas enam pelajar tersebut belum teridentifikasi.
Mereka yang ditangkap dibawa ke Polres Nabire dan polisi melarang warga mengambil foto penangkapan.
"Pihak berwenang terus merepresi maupun mengkriminalisasi orang-orang di Tanah Papua atas kejahatan terhadap keamanan negara, saat mereka menggunakan hak atas kebebasan berekspresi, termasuk mereka yang menyerukan kemerdekaan Papua," tutup Usman.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi