tirto.id - Sejumlah aktivis dari Koalisi Untuk Kendeng Lestari curiga pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak memihak ke aspirasi petani pegunungan Kendeng di kasus polemik tambang PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Sekjen Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Dewi Kartika menilai di polemik tambang semen Rembang, kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mulai berkebalikan dengan janjinya di awal menjabat, yakni mewujudkan kedaulatan pangan dan pemenuhan hak-hak agraria bagi petani.
Ini terlihat di berlarutnya polemik mengenai izin tambang semen Rembang. Apalagi, pemerintah daerah Jawa Tengah tak menerima teguran pemerintah pusat sekalipun ngotot menerbitkan izin tambang yang membantah putusan MA.
"Kami melihat ada anomali kebijakan," kata Dewi di Kantor LBH Jakarta, pada Sabtu (01/4/2017).
Belum lagi, Kamis kemarin, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengaku melaporkan kajian lembaganya ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menyatakan tidak menemukan ada sungai bawah tanah di dalam Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih di lokasi pertambangan semen Rembang.
Pendapat ini berkebalikan dengan isi putusan MA yang membatalkan izin tambang PT Semen Indonesia di Rembang. Putusan itu justru berdasar Surat Badan Geologi Kementerian ESDM Nomor 3131/05/BGL/2014 tertanggal 1 Juli 2014. Badan Geologi Kementerian ESDM dalam Suratnya kepada Gubernur Jawa Tengah (bukti P-32) menyampaikan pendapat untuk menjaga kelestarian akuifer CAT Watuputih agar tidak ada kegiatan penambangan.
Oleh karena itu, Koalisi mendesak pemerintah pusat tidak menjadikan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) kawasan Kendeng sebagai alat melegitimasi izin pertambangan semen di Rembang.
"KLHS harus dilihat utuh, tidak hanya soal keberlanjutan lingkungan hidup dijamin, tetapi ada banyak aspek kebijakan kajian KLHS, termasuk keberlanjutan pertanian pangan," kata Dewi.
Semestinya, menurut Dewi, hasil kajian KLHS, yang sedang diselesaikan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selaras dengan putusan MA mengenai Kawasan CAT Watuputih sebagai bagian Kawasan Bentang Alam Karst lindung dan tak layak untuk tambang.
"Pembangunan ke depan harus memberi kepastian kepada masyarakat Rembang untuk bisa melanjutkan hidup dengan cara mereka. Jangan dipaksa menjadi penambang. Ada kepentingan luas dari generasi ke generasi yang diperjuangkan," ujar dia.
Pengacara Publik YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), Siti Rahma Mary mengimbuhkan Pemerintah Pusat semestinya sudah memerintahkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mencabut izin tambang semen Rembang sebab menentang putusan MA.
"Sambil menunggu KLHS, kami minta pemerintah pusat memerintahkan Ganjar membatalkan izin semen Rembang," ujar Rahma.
Antropolog Hukum dari Universitas Indonesia, Sukistyowati Irianto juga menyarankan pemerintah untuk lebih menyeluruh dalam melakukan pengkajian. "Harus melihat ini dengan kejujuran akademik dan dari berbagai sisi ilmu, termasuk kebudayaan," ujar dia.
Sebelumnya, Dirjen Planologi dan Tata Ruang, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, San Afri Awang mengatakan pihaknya akan segera menyimpulkan status Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih di Pegunungan Kendeng.
KLHS dibuat dua tahap. Tahap pertama mengenai CAT Watuputih akan diselesaikan akhir Maret. Tahap kedua yang merupakan kajian keseluruhan diselesaikan April 2017. Kajian itu tak akan memakai hasil studi Badan Geologi dan mengandalkan kajian para pakar. Afri menjamin kajian para pakar itu independen.
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Addi M Idhom