tirto.id - Nama besar Adam Malik muncul kembali pada akhir 2008. Ia menjadi buah bibir karena tulisan wartawan asing. Buku Membongkar Kegagalan CIA (2008) yang ditulis Tim Weiner, wartawan The New York Times peraih Pulitzer, menyebut Adam Malik agen Central Intelligence Agency (CIA) yang terlibat dalam operasi CIA di Indonesia. Hal ini mengacu dari pengakuan perwira CIA bernama Clyde McAvoy.
"Saya merekrut dan mengontrol Adam Malik," ujar Clyde McAvoy dalam wawancaranya dengan Weiner pada 2005. Konon McAvoy bertemu dengan Adam Malik di sebuah tempat rahasia di Jakarta pada 1964. Pertemuan itu dilakukan ketika hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat memburuk. Soekarno sendiri sangat anti-Barat dan anti-Amerika Serikat.
"Dia adalah pejabat Indonesia tertinggi yang pernah kami rekrut," lanjut McAvoy. Menurut Tim Weiner, setelah kudeta gagal 30 September 1965 dan kacaunya kondisi Indonesia, CIA di Indonesia berusaha mengonsolidasikan sebuah pemerintah bayangan yang digawangi tiga serangkai yang terdiri dari Adam Malik, Sultan Hamengkubuwono IX, dan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal Soeharto.
Meributkan Agen Tidur
Menurut dokumen rahasia tanggal 2 Desember 1965 yang sudah diterbitkan The National Security Archive, Duta Besar Amerika untuk Indonesia, Marshall Green, telah menyediakan dana yang diminta oleh Adam Malik sebesar Rp 50 juta (kini setara Rp 434 miliar) untuk kegiatan gerakan Kesatuan Aksi Pengganyangan Gestapu (KAP-Gestapu). Dokumen itu berupa telegram dari Marshall Green kepada Bill Bundy yang menjabat Asisten Menteri Luar Negeri untuk Timur Jauh.
"Pertengahan bulan Oktober 1965, Malik mengirimkan seorang pembantunya ke kediaman perwira politik senior kedutaan, Bob Martens, yang pernah bertugas di Moskow ketika Malik juga bertugas di sana sebagai diplomat Indonesia. Martens menyerahkan kepada utusan Malik itu sebuah daftar yang tidak bersifat rahasia, yang berisi nama 67 pemimpin PKI, sebuah daftar yang telah dia rangkum dari kliping-kliping surat kabar komunis," tulis Tim Weiner.
Setelah oktober 1965, terjadi pembantaian besar yang kemudian dilupakan orang-orang Indonesia masa kini. Militer dan orang-orang sipil yang didukung militer terlibat dalam pembunuhan orang-orang yang dituduh komunis. Setelah pembantaian besar, yang sampai kini masih dalam perdebatan, Soeharto pun akhirnya jadi Presiden Republik Indonesia selama tiga dekade. Baik Sultan Hamengkubuwono IX maupun Adam Malik, bergantian jadi Wakil Presidennya.
Tentu saja sebagian pihak bereaksi atas tulisan Tim Weiner ini. Termasuk sejarawan Anti komunis, Taufik Abdullah. Menurutnya, tidak masuk akal jika Adam Malik dianggap sebagai agen CIA. Sebab jika mengikuti sejarah hidup dan perjuangannya, Adam Malik merupakan seorang nasionalis yang cenderung sosialis.
"Payah kalau soal itu. Tak masuk akal dia agen CIA mengingat dia adalah nasionalis yang cenderung sosialis. Apalagi dia berbasis sekolah agama pula," sangkal Taufik Abdullah. Menurut Taufik, Adam Malik memang salah satu tokoh penting di samping Suharto dan Sri Sultan HB IX, saat zaman peralihan menjelang Sukarno lengser. Anak Adam Malik, Otto Malik bahkan Djoko Santoso, yang ketika itu adalah Panglima TNI juga ikut menyangkal.
"Adam Malik pasti bukan agen CIA, bukan budak bangsa lain, bukan penghianat bangsanya," kata Otto. Sementara, menurut Djoko, apa yang dilakukan Adam Malik sebagai seorang pejuang adalah demi kepentingan negara dan bangsa.
"Jadi, saya tidak percaya itu," tegas Djoko.
Barangkali, Adam Malik tidak terdaftar dalam registrasi pegawai CIA. Namun, setidaknya, bukan tidak mungkin Adam Malik dimanfaatkan untuk operasi CIA di Indonesia. Dalam dunia intelijen, ada istilah “agen tidur” atau agen yang tidak sadar jika dia adalah aset potensial yang dimanfaatkan oleh agen atau badan intelijen tertentu.
Kiprah Bung dari Siantar
Lepas dari pembicaraan sebagai Agen CIA, Adam Malik nyatanya punya peran besar dalam kemerdekaan Indonesia. Ia yang lahir pada 22 Juli 1917 ini hanya punya ijazah SD elite untuk anak pribumi di zaman kolonial, Hollandsch Inlandsch School (HIS) Pematang Siantar. Ditambah satu setengah tahun di Sumatra Thawalib Parabek, Bukittinggi. Meski begitu, banyak orang, bahkan pejabat Amerika mengakuinya sebagai orang cerdas. Dia tak melalui pendidikan formal, dan jadi wartawan secara otodidak.
Sebagai wartawan nasionalis, Adam Malik ikut mendirikan Kantor Berita Antara bersama Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim, Pandu Kartawiguna, dan lainnya di tahun 1937. Usianya baru 20 tahun ketika ikut mendirikan Antara, yang belakangan menjadi kantor berita penting di Indonesia.
Di masa revolusi kemerdekaan Indonesia, Adam Malik pernah ikut membangun Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), yang menyiapkan susunan pemerintahan Republik Indonesia dan dianggap juga sebagai parlemen. Ketika Revolusi, usia Adam Malik sekitar 28 tahun.
Adam Malik termasuk pengikut Tan Malaka seperti halnya Muhammad Yamin. Mereka ikut membangun partai bernama Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) di masa revolusi. Setelah Pemilu pertama 1955, Adam Malik menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dia bahkan pernah menjadi Ketua DPR di tahun 1977 hingga 1978, sebelum akhirnya menjadi Wakil Presiden.
Pada tahun 1960-an, Adam Malik berkiprah di dunia diplomatik. Dia pernah diangkat menjadi Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh untuk Uni Soviet dan Polandia. Dia terlibat dalam diplomasi perebutan Irian Barat tahun 1962.
Sejak 1966, Adam Malik diangkat menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Dwikora II. Selama di dunia diplomatik, Adam Malik pernah menjadi Ketua Majelis Umum ke-26 di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1971.
Adam Malik juga termasuk yang memelopori berdirinya ASEAN di tahun 1967. Dia ikut memperbaiki hubungan Indonesia dan Malaysia yang memburuk di akhir pemerintahan Presiden Soekarno. Namun, jabatan tertingginya di Republik Indonesia adalah sebagai RI-2 atau Wakil Presiden, dari 1978 hingga 1983.
Dari pemerintah Republik Indonesia, Adam Malik memperoleh banyak penghargaan. Dia penerima Bintang Mahaputera kl. IV tahun 1971, Bintang Adhi Perdana kl.II tahun 1973, juga diangkat sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1998. Adam Malik tutup usia pada 5 September 1984, tepat hari ini 36 tahun lalu.
Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 22 Juli 2016. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti & Irfan Teguh Pribadi