tirto.id - Selain Liem Sioe Liong, kolega Soeharto dari kalangan pengusaha Tionghoa adalah Liem Poo Hien. Karena pernah bersekolah di Belanda, ia punya panggilan Jantje Liem. Rumahnya berdekatan dengan tempat tinggal Soeharto, tepatnya di Jalan Cendana 15. Ia diperkenalkan kepada Soeharto oleh seorang jenderal.
Menurut Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto (2016:5), kedekatan keduanya membuat Soeharto memberi nama Indonesia bagi Jantje Liem, yaitu Yani Haryanto.
Tak hanya itu, pada tanggal 7 April 1968, seperti dicatat George Aditjondro dalam Korupsi Kepresidenan (2006:52), Soeharto juga menandatangani Surat Kuasa kepada Jantje Liem untuk melakukan transaksi bisnis untuk dan atas nama pribadi Soeharto.
Tak heran jika Jantje Liem juga dekat dengan Mayor Jenderal Soerjo Wiriohadipoetro, salah seorang Asisten Pribadi (Aspri) daripada Soeharto untuk urusan keuangan. Soerjo dan Jantje Liem merasa cocok karena sama-sama pernah merasakan sekolah pada zaman Hindia Belanda. Dalam keseharian, Jantje lebih suka berbahasa Belanda ketimbang Tionghoa.
Jantje berasal dari keluarga pedagang. Ayahnya, seperti dicatat Richard Borsuk dan Nancy Chng (2016:5), adalah seorang penyalur sepeda motor. Sementara Jantje berbisnis mesin.
Jantje Liem adalah orang pertama yang menyampaikan ide menggiling gandum di dalam negeri. Namun, ketika ada perintah untuk membangun pabrik penggilingan tepung gandum di Indonesia, namanya tidak pernah disebut.
Usaha Jantje yang lain adalah bisnis tebu dan bisnis perkayuan. Di era Orde Baru, industri kayu lapis termasuk industri yang cukup ramai. Jantje kemudian dikenal dengan kerajaan bisnisnya yang bernama Harita Group. Kelompok bisnis ini, menurut catatan George Aditjondro (2006:53), pernah menguasai 10 persen saham pertambangan emas PT Kelian Equatorial Mining di Kalimantan Timur.
Seperti Soeharto, hobi Jantje adalah berburu. Hobinya ini membuat ia berkenalan dengan seorang pegawai Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta pada era 1960-an, namanya Kent Bruce Crane.
Kawan Soeharto Agen CIA?
Crane banyak disebut sebagai agen CIA, salah satunya oleh The Wall Street Journal (12/10/1982) yang menyebutkan bahwa statusnya sebagai pegawai negeri Amerika Serikat hanya sebagai kedok.
Ia yang lahir pada 1935 di North Hornell itu adalah lulusan hubungan internasional Dartmouth. Dalam Authorization for Fiscal Year 1973 for U.S. Information Agency (1972:69), ia mengaku pernah menjadi tentara Amerika Serikat dari tahun 1957 sampai 1959, sebelum akhirnya bergabung dengan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada 1960.
“Pertama kali aku ditempatkan di Kedutaan Besar Amerika Serikat [adalah] di Jakarta,” tulisnya.
Crane pernah bekerja pada dinas luar negeri Amerika di Tanzania dan Ghana. Pada 1967, ia keluar dari kedinasan luar negeri dan menjadi peneliti senior serta menjadi asisten khusus untuk senator George Murphy. Pada Januari 1969, ia bergabung dengan staf wakil presiden sebagai asisten urusan luar negeri.
Ia pertama kali tiba di Indonesia ketika Sukarno masih berkuasa, tepatnya menjelang peristiwa G30S 1965. Saat itu, hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat tengah memburuk.
Menurut The Wall Street Journal (12/10/1982), selama meniti karier dalam dunia intelijen dan bisnis, Crane bersahabat dengan Presiden Soeharto. Seorang koleganya menyebut ia pernah menolong anak Soeharto untuk mendaftar ke sebuah College di Virginia, yang kemungkinan adalah Bambang Trihatmodjo.
Hubungan persahabatan dan bisnis ini kemudian membentuk segitiga yang harmonis, yakni antara Jantje Liem, Soeharto, dan Crane. The Wall Street Journal menyebut Jantje Liem sebagai orang yang ikut mendanai bisnis Crane, khususnya di bidang perternakan.
Bisnis yang dijalankan oleh Crane bukan satu dua perusahaan kecil, melainkan beberapa perusahaan besar. Ia adalah pemimpin Crane Group Ltd di Washington, sebuah perusahaan konsultan dan investasi internasional sejak 1978. Selain itu, ia juga menjabat sebagai presiden Ranch Development and Management Inc di Texas sejak 1980. Crane juga memimpin beberapa perusahaan patungan real estate di Afrika, Spanyol, dan Selandia Baru.
Selain dengan Presiden Soeharto, Bruce Crane juga berkawan dengan Presiden Amerika Ronald Reagen. Ia bahkan sempat dicalonkan sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia. Namun, pencalonannya itu kemudian hanya jadi wacana.
Ketika isu pengangkatannya menjadi duta besar ramai diperbincangkan, pers membongkar latar belakang Crane yang terkait dengan bisnis penyediaan senjata api untuk pemerintah Amerika Serikat dan beberapa negara lain. Ya, hidup Crane memang tidak jauh dari senjata: pernah ikut wajib militer, dekat dengan pemimpin militer, dan akhirnya berbisnis dengan militer. Salah satu pemimpin militer itu adalah Soeharto.
Editor: Irfan Teguh