tirto.id - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri memeriksa Permadi Arya alias Abu Janda atas cuitan ‘Islam adalah agama arogan’ yang ia unggah di Twitter, Senin (1/2/2021). Dia juga direncanakan dimintai keterangan atas dugaan ujaran rasisme yang ditujukan kepada eks Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.
Pengaduan dilayangkan oleh Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) dengan dengan Nomor: LP/B/0056/I/2021/Bareskrim tanggal 29 Januari 2021. Permadi dituding melanggar Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2018 tentang ITE dan Pasal 156A KUHP.
Pada 25 Januari, akun Twitter @permadiaktivis1 menyatakan: “Islam memang agama pendatang dari Arab, agama asli Indonesia itu sunda wiwitan, kaharingan dll. dan memang arogan, mengharamkan tradisi asli, ritual orang dibubarkan, pake kebaya murtad, wayang kulit diharamkan. kalo tidak mau disebut arogan, jangan injak2 kearifan lokal.” Unggahan ini saat ini telah dihapus.
Sehari sebelumnya, DPP KNPI juga mengadukan Permadi karena bertanya tentang ‘evolusi’ terhadap Pigai. Laporan itu terdaftar dengan Nomor: LP/B/0052/I/Bareskrim tanggal 28 Januari 2021. Dia diduga melanggar Pasal 45 ayat (3) juncto pasal 27 ayat (3) dan/atau pasal 45a ayat (2) juncto pasal 25 ayat (2) dan/atau Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, Pasal 310 dan/atau pasal 311 KUHP.
“Kata-kata evolusi itulah yang jadi garis bawah bagi kami untuk melaporkan akun @permadiaktivis karena diduga telah menyebarkan ujaran kebencian,” kata Ketua Bidang Hukum DPP KNPI Medya Rischa Lubis di Mabes Polri, Kamis (28/1/2021). Menurutnya, cuitan itu bernuansa “penghinaan bentuk fisik bagi masyarakat yang menempati satu wilayah dengan Pigai.”
Kasus Lain Abu Janda
Bukan kali ini saja Permadi berurusan dengan hukum. Pada 2019, Permadi menyebutkan bahwa “teroris punya agama dan agamanya adalah Islam.” Pada 10 Desember 2019, Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI) melapor kepolisian dengan nomor STTL/572/XII/2019/BARESKRIM.
Soni Eranata alias Maheer Athualibi pun pernah mengadukan perbuatan Permadi ke Bareskrim lantaran memfitnah dirinya sebagai guru para teroris via media sosial. Tim kuasa hukum pelapor juga mengadukan Permadi sebagai seorang penista agama. Dia disangka melanggar Pasal 156a KUHP.
“Kita minta polisi angkat kasus itu. Tapi malah yang naik pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 310, 311 KUHP tentang pencemaran agama. Seharusnya penistaan agama," kata kuasa hukum Maheer, Iwan Sumiarsa, (4/6/2020).
Permadi juga pernah dilaporkan oleh Muhammad Alatas dari Majelis Al Munawir ke Polda Metro Jaya pada 14 November 2018. Laporan tersebut tercatat dengan nomor LP TBL/6215/XI/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus.
Ia dianggap menghina bendera Tauhid karena menyatakan bendera yang digantung di kediaman Rizieq Shihab di Arab Saudi bukanlah panji Rasulullah, tapi bendera teroris. Abu Janda dianggap melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.
Selain soal hukum legal-formal, Permadi juga disebut-sebut berkelindan dengan Saracen, sindikat penyebar kebencian di media sosial. Pada 31 Januari 2019, Facebook mengumumkan penghapusan ratusan akun termasuk milik Permadi.
Meski terkait dengan banyak perkara dan polisi menindaklanjuti pelaporan, hingga kini Permadi belum pernah mendekam di tahanan dengan status tersangka.
Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur berpendapat secara normatif perlu diketahui apakah pengaduan itu mengandung unsur pidana atau tidak. Namun, secara umum, publik bisa menilai ada perbedaan pengusutan perkara.
Misalnya, polisi langsung ‘mengurus’ dugaan pembobolan akun WhatsApp Ravio Patra. Pemuda itu ditangkap karena dianggap memprovokasi masyarakat dengan ajakan penjarahan nasional. Peretasan itu diduga sebagai rekayasa untuk menjebaknya sebagai salah satu dalang yang akan membuat kerusuhan.
“Masyarakat jadi menilai, kok ada pembedaan. Harusnya kepolisian membuktikan kalau tidak ada unsur pidana. Disampaikan kepada publik,” ujar Isnur kepada reporter Tirto, Senin. Jika kasus digantungkan begitu saja lantas berharap publik lupa, maka wajar publik mencurigai kinerja pengusutan perkara.
Permadi kelar diperiksa sekira pukul 19.30. Ia mengaku dicecar 50 pertanyaan oleh penyidik. “Intinya, saya menjelaskan sebagai saksi. Dipanggil untuk klarifikasi menjelaskan apa yang saya maksud dengan itu (Islam arogan),” ucap Permadi.
Dia mengaku bermaksud merespons pernyataan Zulkarnain ihwal kaum minoritas di negeri ini arogan ke kelompok mayoritas. “Di situlah keluar kata arogan.”
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino