Menuju konten utama

3 Tahun Jokowi-Ma'ruf, Berapa Utang Pemerintah Saat Ini?

Direktur Eksekutif Segara Institut, Piter Abdullah menilai, posisi utang pemerintah Jokowi-Ma'ruf masih cukup aman, walaupun membumbung tinggi.

3 Tahun Jokowi-Ma'ruf, Berapa Utang Pemerintah Saat Ini?
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kiri) berjalan menuju ruang sidang Gedung Nusantara saat menghadiri Sidang Tahunan MPR Tahun 2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/HO/Biro Pemberitaan Parlemen/wpa/aww.

tirto.id - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin memasuki usia tiga tahun pada Kamis (20/10/2022) ini. Sejumlah kinerja menjadi sorotan termasuk posisi utang Indonesia yang terus menggunung.

Sejak dilantik pada Oktober 2019 lalu, posisi utang pemerintah hingga saat ini mengalami kenaikan mencapai Rp2.480,48 triliun. Mengutip data APBN Kita, pada Oktober 2019, utang diwariskan di Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf kala itu hanya mencapai angka Rp4.756,13 triliun.

Sedangkan per Agustus 2022, posisi utang pemerintah sudah mencapai Rp7.236,61 triliun atau setara 38,30 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, sejak periode kedua Jokowi berpasangan dengan Ma'ruf Amin, utang pemerintah naik hingga level Rp2.000 triliun lebih.

Jika merunut ke belakang, utang pada akhir Desember 2019 saat itu tercatat sebesar Rp4.779,28 triliun. Kemudian di akhir Desember 2020 posisi utang Indonesia naik mencapai Rp6.074,56 triliun. Dalam satu tahun, utang Indonesia bertambah Rp1.295,28 triliun dari akhir Desember 2019.

Setahun berikutnya, posisi utang Indonesia per akhir Desember 2021 tercatat mencapai Rp6.908,87 triliun. Dalam setahun posisi utang pemerintah naik Rp834,31 triliun dari posisi akhir Desember 2020 sebelumnya tercatat Rp6.074,56 triliun.

Sementara posisi utang terakhir Indonesia pada Agustus 2022 mencapai Rp7.236,61. Dalam delapan bulan utang Indonesia naik menyentuh Rp327,74 triliun dari posisi akhir Desember 2021 sebelumnya.

Direktur Eksekutif Segara Institut, Piter Abdullah menilai, posisi utang pemerintah Jokowi-Ma'ruf masih cukup aman, walaupun membumbung tinggi. Bahkan dibandingkan negara lain, kenaikan utang pemerintah di tengah pandemi kemarin termasuk yang paling kecil.

"Kalau dilihat kenaikannya selama dua tahun terakhir memang cukup besar. Tapi peruntukannya jelas. Yaitu dalam rangka menanggulangi pandemi," kata Piter kepada Tirto.

Piter menuturkan utang seharusnya tidak dilihat dari nominalnya saja. Karena jika dari nominal akan terlihat sangat besar, apalagi diukur dengan kantong pribadi. Utang pemerintah hendaknya dilihat dari rasionya terhadap PDB.

Saat ini, kata Piter utang pemerintah masih di bawah di kisaran 40 persen terhadap PDB. Sementara ketentuan Undang - Undang keuangan negara mensyaratkan utang pemerintah di bawah 60 persen. Artinya, utang pemerintah saat ini masih memenuhi ketentuan UU tersebut.

"Kedua utang pemerintah hendaknya dilihat dari dinamika kenaikannya. Seberapa besar kenaikannya. Dikaitkan dengan peruntukan utang tersebut," bebernya.

Piter melihat bahwa utang pemerintah yang kini mencapai Rp7.236,61 pada Agustus 2022 adalah konsekuensi dari defisit APBN 2022. Sementara APBN adalah produk dari pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Terakhir utang pemerintah harus dilihat dari komposisi utang luar negeri atau utang domestik. Saat ini porsi utang luar negeri semakin kecil.

Data Bank Indonesia (BI) mencatat posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai 397,4 miliar dolar AS pada akhir Agustus 2022. Angka itu turun dibandingkan dengan posisi ULN di bulan sebelumnya sebesar 400,2 miliar dolar AS. Perkembangan ULN tersebut disebabkan oleh penurunan ULN sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) maupun sektor swasta.

"Dengan merujuk hal-hal di atas menurut saya utang pemerintah masih aman," katanya.

Empat Negara Hapus Utang LN Indonesia

Di tengah tingginya utang Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, sebanyak empat negara justru menghapus utang Indonesia sebesar 334,94 juta dolar AS atau setara Rp5 triliun. Keempat negara tersebut yakni Jerman, Italia, Amerika Serikat (AS) dan Australia. Penghapusan utang tersebut merupakan hasil dari restrukturisasi utang.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo sebelumnya menjelaskan, empat negara kreditur tersebut berkomitmen menghapus utang Indonesia lewat skema konversi atau debt swap. Konversi utang yang disepakati adalah ke dalam bentuk program/proyek harus dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia.

"Proyeknya bermacam-macam. Dari kreditur Jerman untuk proyek pendidikan, edukasi, kesehatan, dan global fund, Australia untuk kesehatan, AS untuk tropical forest, dan debt swap dengan kreditur Italia untuk proyek housing and settlement," katanya.

Sebagai bentuk komitmen terhadap pelaksanaan kegiatan yang disepakati, pemerintah juga turut berkontribusi untuk melaksanakan kegiatan tersebut dengan nilai eq 215,35 juta dolar AS. Dia menuturkan hal itu merupakan cara untuk meneguhkan komitmen dengan sungguh-sungguh.

Yustinus juga tidak menampik penghapusan utang ini akan memiliki konsekuensi yang baik. Sejalan dengan semangat PBB yaitu ketimbang digunakan membayar utang, lebih baik uangnya dipakai untuk berinvestasi dalam ketahanan iklim, infrastruktur berkelanjutan dan transisi hijau perekonomian.

Sementara itu, Anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Moneter dan Jasa Keuangan, Ajib Hamdani menilai, penghapusan utang tersebut menjadi keberhasilan pemerintah dalam melobi negara kreditur untuk melakukan debt swap.

Debt swap sendiri adalah penghapusan utang yang dilakukan dengan mekanisme pertukaran sebagian Tunggakan Non-Pokok dengan kegiatan/proyek investasi yang dibiayai dari pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Ini keberhasilan pemerintah. Pemerintah jadi bisa melakukan akselerasi program yang sejalan dengan SDGs, sebagai paket dari kesepakatan debt swap tersebut," kata dia kepada Tirto, Rabu (19/10/2022).

Ajib menegaskan, secara prinsip, tidak ada kerugian yang ditanggung pemerintah. Karena prinsipnya di sini dilakukan konversi dan komitmen pemerintah untuk mengalokasikan dana pembayaran utang tersebut menjadi program-program yang menjadi syarat penghapusan hutang tersebut.

"Pola keberhasilan negosiasi debt swap ini perlu terus didorong, karena Indonesia termasuk negara emerging country, yang membutuhkan banyak stimulus dari negara maju global untuk bisa lebih mengakselerasi program-program yang sejalan dengan SDGs," pungkas dia.

Baca juga artikel terkait PEMERINTAHAN JOKOWI-MARUF atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin