tirto.id - Megawati Soekarnoputri semakin deras melancarkan kritik terhadap pemerintah belakangan ini. Tak seperti saat Pilpres 2024 di mana Megawati terlihat masih menahan diri, kali ini Ketua Umum PDIP itu tak ragu-ragu menunjuk langsung kekeliruan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tak jarang, Megawati seakan mengarahkan kritik langsung untuk Jokowi.
Hubungan PDIP dan Jokowi memang memburuk setelah berseberangan jalan di Pilpres 2024. Jokowi, yang merupakan kader PDIP, dianggap sudah berkhianat dengan memuluskan laju Prabowo Subianto dan putra sulungnya sendiri, Gibran Rakabuming Raka, memenangkan Pilpres 2024. PDIP sendiri sudah mengusung Jokowi sebagai presiden selama dua periode pemerintahan.
Maka, sudah hampir 10 tahun juga PDIP terus mendukung pemerintahan presiden Jokowi. Ketika tiba-tiba kritik keras terus dilayangkan di ujung periode pemerintahan saat ini, sejumlah kalangan menilai sikap PDIP itu tak lepas dari kekalahan mereka di Pilpres 2024, apalagi Jokowi dianggap terus merecoki langkah politik PDIP setelah keduanya pisah jalan.
Analis politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, memandang Jokowi dianggap berkhianat oleh PDIP karena mendukung lawan politik mereka di Pilpres 2024 lalu. Terlebih, langkah PDIP di arena pilkada juga terus dibuntuti manuver parpol koalisi pendukung pemerintah.
“Ini kan jelas pengkhianatan ya sehingga dianggap tidak ada loyalitas terhadap partai, maka responsnya PDIP akan selalu negatif terhadap Jokowi saat ini,” kata Kunto kepada reporter Tirto, Selasa (6/8/2024).
Selama ini, PDIP dinilai sudah membela habis-habisan kebijakan publik pemerintah Jokowi selama dua periode berkuasa. Sebagai catatan, pada 2021 silam, Megawati sampai menangis ketika banyak pihak mengkritik Jokowi secara tak beretika, padahal mantan Gubernur DKI Jakarta itu disebut Mega sampai kurus memikirkan rakyat.
Namun, jelang akhir lengsernya presiden Jokowi, justru sinyal keretakan hubungan keduanya sehingga membuat PDIP mengambil posisi tegas. Kunto menilai hal tersebut tak lepas dari kemenangan Prabowo-Gibran yang dituding PDIP saat sidang perkara Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), sudah menggunakan kecurangan cara terstruktur, sistematis, dan masif.
“Ada aksi, ada reaksi, kalau dari perspektif PDIP ya mereka hanya bereaksi dari apa yang dilakukan pak Jokowi. Kalau pak Jokowi tetap loyal ya PDIP tidak akan mengkritik, istilahnya begitu,” jelas Kunto.
Kunto menilai, derasnya kritik yang dilontarkan langsung oleh Megawati menandakan pertarungan antara pihak PDIP dan pemerintah Jokowi semakin terbuka. Hal ini bisa juga dibaca sebagai pertarungan partai politik melawan lembaga negara, yang direpresentasikan oleh Jokowi selaku presiden.
“PDIP sadar kekuatannya semakin berkurang, apalagi menteri-menteri di kabinet juga sudah tidak terlalu fokus bekerja kecuali mereka yang masih ingin ada di pemerintahan baru, dan buat PDIP harapan itu agak tipis,” ucap Kunto.
Di sisi lain, kritik dari Megawati dan PDIP sekaligus membuktikan mereka bisa jadi oposisi yang bagus untuk mengimbangi kebijakan yang diambil pemerintah. Sayangnya, hal itu baru terlihat jelas ketika hubungan PDIP dan Jokowi sudah tak akur di ujung pemerintahan.
“Saat Jokowi menjabat ya masalahnya pemerintah pak Jokowi tak punya oposisi setangguh PDIP dan semoga PDIP masih jadi oposisi ke depan, tidak masuk pemerintahan Prabowo,” ujar Kunto.
Sebelumnya, dalam berbagai kesempatan di hadapan publik, Megawati mengkritik sejumlah kebijakan dan sikap pemerintahan Presiden Jokowi. Misalnya, kritik Mega terhadap usulan revisi undang-undang TNI dan Polri yang tengah bergulir dan sudah mendapat surpres dari Jokowi.
Megawati mempertanyakan tujuan digulirkannya agenda revisi UU TNI-Polri di Parlemen. Ia menilai revisi tersebut tak sesuai dengan semangat Tap MPR Nomor VI/MPR/2020 yang sudah menghapuskan Dwifungsi ABRI.
“Kalau saya ngomong gini, Ibu Mega enggak setuju [RUU TNI-Polri], ya enggak setujulah,” kata Megawati saat menyampaikan pidato kebangsaan di Mukernas Perindo di Inews Tower, Jakarta, Selasa (30/7/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Megawati juga menyentil soal kebijakan izin tambang yang akan diberikan kepada ormas keagamaan. Dia menilai seharusnya pemerintah fokus pada pemenuhan pangan dalam negeri sehingga tidak perlu lagi ada langkah untuk impor beras.
“Urusan tambang aja sekarang pada heboh, woh mau nyari tambang, mau nyari tambang saya tuh sampai bilang sama temen-temen, makannotambangiku, nanti kalau sudah enggak ada beras terus piye?” kata Mega.
Megawati juga menyinggung soal kasus hukum yang tengah menyandung kader sekaligus orang dekatnya, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Megawati menilai Hasto tidak perlu khawatir bakal ditangkap, karena dirinya akan langsung mendatangi Kapolri Listyo Sigit Prabowo.
Hasto sendiri memang terseret dalam kasus buronan Harun Masiku dan dugaan korupsi di DJKA yang sedang ditangani KPK. Selain Hasto, kader PDIP lain juga tengah berurusan dengan KPK, seperti Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita. Ia diperiksa terkait dugaan korupsi di lingkup pemkot Semarang.
“Mau ngambil saya pada nggak berani. Lho iya lah, jadi sasarannya [orang-orang] sekeliling saya, gitu loh," kata Megawati.
Sengaja Perang Terbuka
Analis Sosio-politik ISESS, Musfi Romdoni, menilai sikap PDIP yang belakangan ini mengkritik keras pemerintahan Jokowi sengaja dipertontonkan ke publik. Ia menganalogikan, sikap PDIP hari ini seakan mengulang kisah perseteruan antara Megawati dengan SBY.
Saat pemerintahan SBY, selama 10 tahun PDIP konsisten menjadi oposisi yang keras dan cukup membuat repot kekuasaan. Namun, PDIP belum tentu juga bakal memilih jadi oposisi di kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang.
“Megawati sendiri tidak memiliki masalah personal dengan Prabowo. PDIP juga mengatakan hal yang sama, masalah mereka dengan Jokowi,” kata Musfi kepada reporter Tirto, Selasa (6/8/2024).
Jika Jokowi masih punya pengaruh besar di pemerintahan Prabowo-Gibran, tentu PDIP jadi punya pilihan berat bergabung ke pemerintahan selanjutnya. Musfi menilai, sikap PDIP ini bertalian erat dengan kondisi Megawati yang punya trauma tersendiri soal pengkhianatan. Hubungan dengan SBY juga tidak kunjung membaik – setidaknya di muka publik – karena Megawati merasa dikhianati SBY yang maju sebagai capres di Pemilu 2004.
“Sebagai pemegang komando tertinggi PDIP, sekaligus dianggap ibu oleh kader PDIP, tidak heran PDIP memberikan kritik keras ke pemerintahan Jokowi yang dinilai berkhianat,” terang Musfi.
PDIP sendiri dinilai sudah mulai kehilangan pengaruh untuk berkuasa karena kalah dalam Pilpres. Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, paslon yang diusung PDIP di Pilpres 2024, kalah telak di Jawa Tengah yang selama ini memang dibanggakan sebagai kandang banteng atau basis massa pendukung PDIP.
“Perolehan suara PDIP juga turun dari 27 juta menjadi 25 juta suara di Pileg 2024,” ujar Musfi.
Analis politik dari Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, menilai sulit berharap sikap kritis parpol – termasuk PDIP – akan terus bertahan dan konsisten. Dedi beralasan, sikap yang diambil parpol memang tergantung pada kebutuhan serta keadaan mereka sendiri.
“Sulit berharap sikap kritis konsisten dari parpol, semua kritik yang disampaikan parpol tentu menyesuaikan kebutuhan. Demokrat saja yang sebelumnya dipimpin SBY, tidak terbukti mampu berada di pihak publik,” kata Dedi kepada reporter Tirto, Selasa (6/8/2024).
Dedi memandang, relasi Jokowi dan PDIP hanya salah satu pemicu sikap keras mereka terhadap langkah pemerintah saat ini. Selain itu, PDIP turut menimbang sikap-sikap politik yang diambil Jokowi sudah di luar batas toleransi politik sehingga harus diperingatkan.
“Misal muncul wacana penambahan periode atau masa jabatan, hadirnya UU Cipta Kerja, dan terbaru soal akomodasi keluarga Jokowi untuk dapat masuk kekuasaan dengan cara yang instan dan mengubah konstitusi, semua mendapat kritikan PDIP,” jelas Dedi.
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, mengatakan dirinya tidak berkonflik dengan Presiden Joko Widodo. Hanya saja, ia tidak setuju dengan wacana presiden tiga periode atau perpanjangan masa jabatan kepala negara.
"Saya sama presiden baik-baik saja. Memangnya kenapa? Hanya karena saya dikatakan, karena saya tidak mau ketika diminta tiga periode. Atau karena saya katanya tidak mau memperpanjang? Lho, saya tahu hukum kok," kata Megawati dalam acara penyerahan duplikat bendera pusaka kepada seluruh gubernur se-Indonesia di Balai Samudra, Jakarta, Senin (5/8/2024).
Kepala Staf Presiden, Moeldoko, juga menegaskan bahwa sikap Presiden Jokowi terhadap Megawati tidak mengalami perubahan.
“Saya pikir dalam pandangan saya dari beliau [Jokowi] ini nggak ada yang berubah. Saya lihat dari beliau nggak ada yang berubah,” ucap Moeldoko di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2024).
Sementara itu, Jubir Bappilu PDIP, Aryo Seno Bagaskoro, mengklaim bahwa kader PDIP diajarkan untuk berpihak kepada nilai dan gagasan. Gagasan utamanya, kata dia, adalah kehendak rakyat yang dicerminkan lewat konstitusi. Seno membantah kalau PDIP disebut baru kali ini saja mengkritik pemerintahan Jokowi.
“Maka jauh-jauh hari pun sebenarnya kami juga menyampaikan pandangan. Tentang kebijakan impor beras misalnya, yang kemudian diikuti instruksi partai menanam tanaman pendamping beras,” kata Seno kepada reporter Tirto, Selasa (6/8/2024).
PDIP juga menyatakan tegas menolak wacana presiden tiga periode. Hal tersebut dinilai sebagai langkah yang inkonstitusional dari penguasa. Seno memandang, tak bisa dipungkiri alarm antidemokrasi di ujung kepemimpinan Jokowi semakin menguat.
PDIP, kata dia, mengedepankan kaderisasi yang berjenjang bagi anggota mereka. Selama puluhan tahun PDIP terus mengawal hal tersebut pada karier politik Jokowi yang berasal dari bawah.
“Tetapi saat menunjukkan gelagat kekuasaan di luar spektrum itu, tentu kami menyampaikan pandangan [kritik],” pungkas Seno.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Andrian Pratama Taher