tirto.id - Karena masih berstatus Outstanding Boundry Problem (OBP), sebanyak 28 desa di Kecamatan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, terancam dikuasai Malaysia.
Legislator Provinsi Kalimantan Utara, Hermanus, di Nunukan, Senin (18/7/2016), mengakui bahwa meskipun ke-28 desa tersebut masih dalam penguasaan Indonesia, tidak tertutup kemungkinan situasi berubah jika tidak mendapatkan penanganan yang serius dari pemerintah.
"Walaupun 28 desa di Kecamatan Lumbis Ogong saat ini masih dalam penguasaan Indonesia, situasinya dapat berubah menjadi milik Malaysia apabila tidak secepatnya diselesaikan secara politik," ujar dia.
Kader Partai Nasdem ini menyatakan bahwa perundingan antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia berkaitan dengan status 28 desa di kecamatan itu telah dilakukan beberapa kali. Namun, belum ada kesepakatan yang dicapai sehingga berpotensi diajukan ke pengadilan arbitrasi Den Haag Belanda.
Jika itu terjadi, maka peluang Indonesia sangat kecil untuk memiliki wilayah yang berada di Sungai Simantipal dan Sungai Sinapad seluas 154.000 hektare itu karena patok-patok perbatasan yang ada sekarang hanya berdasarkan batas adat.
Sementara masalah tapal batas antara Indonesia dengan Malaysia di Kecamatan Lumbis Ogong tersebut mengacu pada perjanjian penjajah Belanda dengan Inggris sebagaimana yang dimiliki Malaysia.
Hal yang sama dikemukakan, Lumbis, Ketua Pemuda Perbatasan Kabupaten Nunukan, bahwa potensi lepasnya 154.000 hektare wilayah Indonesia kepada Malaysia bisa saja terjadi karena berbagai upaya mulai dilakukan pemerintah Malaysia kepada warga setempat seperti pemberian identitas kependudukan, pengobatan gratis, bantuan lampu listrik, mesin perahu, pembagian buku tabungan dan pendekatan budaya.
“Bahkan lebih menggiurkan lagi adalah memberikan kesempatan kepada warga Kecamatan Lumbis Ogong mendapatkan lapangan kerja yang sangat menjanjikan. Itu membuat masyarakat senang, papar Lumbis.
Tak hanya itu, saat ini pemerintah Malaysia akan membangun infrastruktur sepanjang tapal batas dengan nilai anggaran mencapai 300 juta ringgit atau setara Rp960 miliar dengan kurs Rp3.200.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari