Menuju konten utama

Yang Tersembunyi dalam Stranger Things

Jika Anda menggemari film-film horor tahun 80-an dengan nuansa teror mencekam dan dialog yang ringan, maka Anda bisa menonton Stranger Things. Serial yang baru diluncurkan Netflix ini akan memanjakan segala kecintaan Anda terhadap referensi kultural populer yang ada pada era 1980-an.

Yang Tersembunyi dalam Stranger Things
Stranger Things [Foto/screenrant.com]

tirto.id - Bagi Anda yang pernah menonton film horor Tujuh Manusia Harimau, yang diangkat dari novel klasik Motinggo Boesje, Anda akan ingat bagaimana sebuah teror dibangun. Suasana muram, musik mencekam, dengan latar pedesaan yang sepi berkabut. Seluruh elemen visual dan audio dibangun untuk menakut-nakuti. Ketika itu terjadi, para penonton dibuat takut sekaligus penasaran.

Ramuan serupa dimanfaatkan kembali dalam serial film yang diproduksi oleh Netflix dengan judul Stranger Things. Serial ini ditayangkan Netflix begitu saja, tanpa kampanye promosi, atau gimmick yang mengesankan tayangan ini heboh. Ini boleh jadi sebuah tayangan yang dimaksudkan sekadar ada, sekadar mengisi, tapi boleh jadi pula ia merupakan kerja jenius dari tim di balik Netflix. Menayangkan tontonan bermutu tanpa harus ribut.

Media Sosial banyak meributkan mini seri Stranger Things. Serial ini disebut mengadopsi banyak referensi kultural populer yang ada pada era 80-an. Mulai dari pemilihan konsep desain judul yang banyak dipakai di novel-novel misteri tahun 80-an, sampai dengan film-film horor yang terkenal pada masa itu. Semua elemen ini dimasukkan dengan pas, sesuai takaran, tidak berlebih, ditambah pemilihan musik yang tepat, dan Netflix lebih daripada sekadar serial horor televisi kabel.

Erik Kain, kontributor film untuk Fortune, menyebutkan setidaknya ada lima hal yang membuat Stranger Things menarik. Seperti episode yang relatif singkat, paduan misteri yang menarik, elemen nostalgia tahun 1980-an yang banyak diingat, casting yang tepat, dan padu padan elemen humor serta horor yang mantap. Episode yang hanya delapan seri, membuat Stranger Things tidak terlalu membosankan dan panjang. Sementara elemen misteri yang ada mengingatkan kita pada The X Files atau film horor Stephen King.

Jika Anda menggemari kebudayaan populer yang ada pada sepanjang era 1980-an, maka Stranger Things akan memanjakan itu semua. Ini merupakan produk kerja orisinil Netflix terbaru. Sebelumnya mereka menayangkan seri House of Cards dan Orange is the New Black yang membuat banyak penonton jatuh cinta. Jika House of Cards bicara tentang politik dan orange is the New Black bicara tentang dark comedies, maka Stranger Things bicara tentang film horor dan ketegangan yang lahir dari misteri-misteri tak terpecahkan.

Film ini berlatar di Kota Hawkins, Indiana pada 1983. Kota kecil itu mendadak heboh ketika seorang bocah bernama Will Byers hilang. Ibu Will, Joyce yang dibintangi oleh Winona Ryders, menjadi panik dan berusaha mencari bantuan kepada polisi setempat. Pihak kepolisian melalui pimpinan mereka Jim Hopper yang diperankan oleh David Harbour lantas menemukan berbagai misteri aneh yang melingkupi kota kecil itu. Sementara tiga teman Will, Dustin, Mike dan Lucas menemukan sosok asing bernama Eleven. Sisanya Anda mesti menontonnya sendiri.

Tentu akan membosankan jika menjelaskan satu demi satu episode yang ada dalam serial ini. Matt Miller, kontributor Esquire, menyebut Anda mesti menonton sendiri episode demi episode yang dibuat dengan rapi. Setiap seri film ini dibuat untuk menambah efek dramatis dan membuat penasaran penonton dari seri sebelumnya. Ini resep generik tentu saja, namun Matt menyebut tiap-tiap episode memiliki referensi kultural tersendiri yang hanya bisa diketahui jika Anda melihatnya sendiri.

Pada beberapa episodenya Anda akan menemukan referensi komik Marvel X Men, Star Wars, dan juga permainan kartu Dungeons & Dragons. Sementara filmnya sendiri merujuk pada beberapa judul terkenal seperti The Goonies, Close Encounters, Firestarter, Stand By Me, dan E.T. Tentu tidak sekedar teror humor-humor segar yang diberikan oleh teman-teman Will bisa menjadi penghibur ketika Anda terlalu tegang dan gemas dengan misteri yang ada di kota kecil itu.

Sejauh ini elemen nostalgia dan referensi jadul dalam mini seri ini menjadi penunjang utama mengapa mereka diterima banyak orang. Pada tahun 80-an memang banyak film horor atau film bernuansa misteri yang menjadi legenda. Seperti The Evil Dead, The Fog, A Nightmare on Elm Street, Poltergeist, Scanners, dan The Thing. Apalagi sosok El yang menjadi tokoh kunci di sini berkaitan erat dengan eksperimen berbahaya pemerintah yang konspiratif. Segala elemen yang membuat sebuah misteri menjadi tegang diracik dengan ciamik.

Penerimaan penonton sejauh ini sangat baik. Menurut riset dari, Business Insider, sejauh ini Stranger Things ditonton lebih dari 8,2 juta orang pada 16 hari pertama penayangan mereka. Rekor ini sebelumnya dipegang oleh Fuller House dan musim terakhir Orange Is the New Black. Saat ini mini seri Stranger Things mengalahkan seri superhero Netflix seperti Daredevil dan Jessica Jones. Capaian mereka pada 16 hari pertama juga mengalahkan penayangan perdana Narcos dan House of Cards.

Mini seri yang dibuat oleh Matt Duffer dan Ross Duffer, rencananya akan berlanjut pada musim kedua. Mereka berharap mini seri ini tidak akan berakhir seperti serial True Detective yang bagus pada musim pertama tetapi ambyar pada musim berikutnya. Duffer bersaudara nampaknya memang bisa memuaskan banyak orang, setidaknya hasil kritik yang diberikan oleh Rotten Tomatoes menunjukan 94 persen sentimen positif dari kritikus dan 96 persen sentimen positif dari penonton.

Baca juga artikel terkait FILM atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Film
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti