Menuju konten utama

Wamenkeu II: Penurunan Kelas Menengah Jadi PR Pemerintahan Baru

Penurunan kelas menengah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terjadi akibat pola konsumsi kelas menengah, terutama pada generasi muda. 

Wamenkeu II: Penurunan Kelas Menengah Jadi PR Pemerintahan Baru
Thomas Djiwandono melambaikan tangan saat bersiap untuk dilantik menjadi Wakil Menteri Keuangan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/7/2024). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.

tirto.id - Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, mengatakan penurunan kelas menengah pada tahun ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan Prabowo Subianto. Ke depan, menurutnya, perlu ada kebijakan jangka panjang untuk mengatasi penurunan tersebut.

Pada 2024, jumlah kelas menengah turun menjadi 47,85 juta jiwa atau sekitar 17,13 persen dari total populasi Indonesia. Pada 2019, porsi penduduk kelas menengah masih sebesar 21,45 persen atau sekitar 57,33 juta jiwa dan turun menjadi 19,82 persen (53,83 juta jiwa) di 2021.

"Saya rasa ini memang menjadi PR pemerintahan Pak Prabowo yang utama bagaimana kita mencari solusi jangka panjang," kata Thomas dalam acara APBN 2025: Stabilitas, Inklusivitas, Keberlanjutan, di Anyer, Kabupaten Serang, Banten, Rabu (25/9/2024).

Penurunan kelas menengah dalam beberapa tahun terakhir terjadi akibat pola konsumsi kelas menengah di Indonesia. Terutama terjadi pada generasi muda, mengalami perubahan signifikan.

Berdasarkan Laporan Ekonomi dan Keuangan Mingguan dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, dan makanan mengalami penurunan.

Sebaliknya, belanja untuk hiburan, kendaraan, pakaian, dan pesta justru meningkat. Hiburan, yang sebelumnya dianggap sebagai kebutuhan tersier, kini telah menjadi prioritas utama kelas menengah, mengakibatkan berkurangnya alokasi dana yang biasanya digunakan untuk kebutuhan dasar lainnya.

Dengan pendapatan yang stagnan dan kebutuhan yang meningkat, maka ruang untuk menabung kelas menengah semakin terbatas, yang berdampak pada stabilitas keuangan kelas menengah. Perubahan pola konsumsi ini juga disinyalir turut menjadi penyebab penurunan jumlah kelas menengah dalam beberapa tahun terakhir.

"Nah, ini kan bisa menunjukkan bahwa yang tadinya discretionary spending yang untuk baju nih atau mungkin malah untuk jalan-jalan. Nah ini memang menjadi suatu hal yang perlu dicermati betul," kata Thomas.

Selain terjadi perubahan pola konsumsi, penurunan kelas menengah pada tahun ini yang juga harus digarisbawahi, kata Thomas, bukan karena kebijakan pemerintah yang kurang berpihak. Tapi harus dilihat juga konteks Pandemi Covid-19 sebagai dampak rembetan dari penurunan kelas menengah.

"Itu kan ada kaitannya sama pandemi. Jadi jangan dianggap bahwa ada kebijakan-kebijakan tertentu yang kurang atau apa, tiba-tiba kelas menengahnya turun terus," jelas dia.

Peneliti Institute For Demagraphic and Poverty Studies (IDEAS), Muhammad Anwar, sebelumnya mengatakan pemerintah perlu mencari alternatif lain agar bisa mengatasi permasalahan penurunan kelas menengah.

Masyarakat kelas menengah saat ini membutuhkan kebijakan yang komprehensif yang dirancang untuk menciptakan transformasi ekonomi jangka panjang. Bukan justru sekadar menangani persoalan di hilir.

"Kelas menengah membutuhkan kebijakan yang tidak hanya reaktif, seperti bansos, tetapi juga kebijakan preventif dan transformatif yang mendorong kemandirian ekonomi,” jelas dia kepada Tirto.

Dia menuturkan, investasi dalam sektor pendidikan, pengembangan keterampilan, peningkatan kualitas tenaga kerja, serta dukungan terhadap UKM yang merupakan tulang punggung kelas menengah adalah langkah yang diperlukan.

Dengan demikian, kelas menengah akan memiliki kemampuan untuk mempertahankan posisinya dan menghindari penurunan status ekonomi meskipun menghadapi tantangan eksternal.

Di sisi lain, pemerintah juga perlu menunda atau membatalkan kebijakan yang membebani kelas menengah. Ini juga menjadi hal yang harus diperhatikan pemerintah, terutama dalam situasi ekonomi yang rentan.

“Kebijakan yang membebani mereka akan memperburuk kondisi ekonomi secara keseluruhan dan mempercepat penurunan daya beli serta kestabilan sosial,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait KELAS MENENGAH atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Irfan Teguh Pribadi