Menuju konten utama

Usut Kasus Suap, KPK Dalami Sejumlah Perkara di PN Jakpus

Hari ini, Kamis (19/5/2016) KPK memeriksa Presiden Direktur PT Metropolitan Tirtaperdana Rudy Nanggulangi. Perusahaan itu diketahui memiliki saham sekitar 25 persen di PT Kymco Lippo Motor Indonesia. Pemeriksaan itu sebagai langkah komisi antirasuah mendalami keterlibatan sejumlah pihak yang pernah berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat termasuk keterlibatan PT Metropolitan Tirtaperdana dalam kasus dugaan pemberian hadiah terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang didaftarkan di PN Jakpus.

Usut Kasus Suap, KPK Dalami Sejumlah Perkara di PN Jakpus
kantor komisi pemberantasan korupsi (kpk). tirto/andrey gromico

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterlibatan sejumlah pihak yang pernah berperkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) termasuk keterlibatan PT Metropolitan Tirtaperdana dalam kasus dugaan pemberian hadiah terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang didaftarkan di PN Jakpus.

Pernyataan tersebut diungkapkan Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati, di gedung KPK Jakarta, Kamis (19/5/2016). “Sementara terkait dengan (perkara) Kymco itu kita masih mendalami lagi apakah ada perkara-perkara lain yang juga menyangkut kasus di PN Pusat,” ujarnya.

Menurut Yuyuk, hari ini, Kamis (19/5/2016) komisi antirasuah memeriksa Presiden Direktur PT Metropolitan Tirtaperdana Rudy Nanggulangi. Perusahaan itu diketahui memiliki saham sekitar 25 persen di PT Kymco Lippo Motor Indonesia. Kymco sempat dimohon pailit oleh sejumlah kreditur di Pengadilan Niaga Jakpus. Permohonan pailit tersebut kemudian dikabulkan pengadilan, bahkan hingga tingkat PK.

“Diduga ada kaitannya dengan itu, makanya kita melakukan pemeriksaan terhadap PT Metropolitan,” imbuhnya.

Yuyuk menjelaskan bahwa orang-orang yang ditetapkan KPK saat ini hanya sebagai perantara dalam kasus tersebut. “Semua sedang didalami, ada beberapa dugaan, memang para perantara ada beberapa yang sudah menjadi tersangka,” kata Yuyuk.

Selain memeriksa petinggi PT Metropolitan, menurut Yuyuk, hari ini KPK juga memeriksa mantan Presiden Komisaris PT Lippo Securities yang juga mantan Wakil Presiden Komisaris di Lippo Cikarang Suhendra Atmadja dalam perkara yang sama. “Ada beberapa sengketa kasus yang melibatkan perusahaan itu (Lippo), sehingga saksi (Suhendra) diduga mengetahui,” ujarnya.

KPK dalam perkara ini sudah mencegah Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan "chairman" PT Paramount Enterprise Eddy Sindoro keluar negeri selama enam bulan ke depan.

Eddy Sindoro juga pernah menduduki sejumlah jabatan penting di kelompok usaha Lippo Group seperti Wakil Presiden Direktur dan CEO PT Lippo Cikarang Tbk, Presiden Komisaris PT Lippo Cikarang Tbk, Presiden Komisaris PT Pacific Utama Tbk, Komisaris PT Lippo Karawaci Tbk dan sejumlah anak perusahaan lainnya.

Kelompok bisnis Lippo Grup diduga terlibat kasus ini. Salah satu perkara yang sedang diurus di tingkat MA adalah sengketa antara PT Direct Vision yang merupakan bagian dari Lippo Group dengan Group Astro, korporasi yang berasal dari Malaysia dan Belanda.

Kedua kelompok bisnis itu pecah kongsi dan masuk ke pengadilan arbitrase Singapura International Arbitration Center (SIAC) dengan putusan Group Lippo harus membayar ganti rugi 230 juta dolar AS dan Rp6 miliar ke Astro All Asia Network Plc.

Namun atas putusan itu Lippo Group mengajukan pembatalan putusan ke PN Jakpus tapi kalah hingga tingkat kasasi sehingga Lippo pun mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Kemudian, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu (20/4/2016) di hotel Acacia Jalan Kramat Raya Jakpus dan mengamankan panitera/sekretaris PN Jakpus Edy Nasution dan seorang swasta Doddy Aryanto Supeno. Penangkapan dilakukan seusai Doddy memberikan uang Rp50 juta kepada Edy dari komitmen seluruhnya Rp500 juta terkait pengurusan perkara di tingkat PK di PN Jakpus.

KPK menetapkan dua tersangka yaitu Edy Nasution dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tengan penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sebagai pemberi suap adalah Doddy Aryanto Supeno dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta. (ANT)

Baca juga artikel terkait KORUPSI

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz