Menuju konten utama

Untuk Apa Anies Gelar Upacara 17 Agustus di Pulau Reklamasi?

Pelaksanaan upacara 17 Agustus di pulau hasil reklamasi dinilai melukai rasa keadilan masyarakat pesisir dan nelayan di Teluk Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Keinginan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyelenggarakan upacara HUT ke-74 Republik Indonesia di Pantai Maju atau Pulau D hasil reklamasi, Sabtu (17/8/2019) nanti, dikritik sejumlah pihak. Ia dianggap "melecehkan kedaulatan nelayan tradisional" oleh Ketua Komunitas Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Iwan Carmidi. Iwan juga mengaku "sangat kecewa".

Iwan bilang Anies pantas dicap demikian karena pulau reklamasi merampas hak-hak masyarakat pesisir dan nelayan tradisional. "Pulau itu dibangun oleh pengembang, oleh swasta yang merampas hak nelayan selama ini," katanya kepada reporter Tirto, Rabu (14/8/2019).

Hal lain yang membuat Iwan kecewa dengan langkah ini karena Anieslah yang menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk 932 bangunan milik pengembang. Beberapa IMB itu untuk bangunan yang berdiri di Pulau D.

Menyelenggarakan upacara HUT RI di tempat seperti itu, katanya, sama seperti merayakan "kedaulatan pengembang".

Sementara Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati mengatakan pelaksanaan upacara 17 Agustus di pulau reklamasi melukai perasaan masyarakat pesisir dan nelayan. Ini juga menurutnya "bertentangan dengan cita-cita kemerdekaan" yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

"Anies tidak berpihak kepada masyarakat pesisir, khususnya nelayan di Teluk Jakarta," tegas Susan kepada reporter Tirto.

Lebih dari itu, kegiatan ini juga memperkuat dugaan Susan bahwa Anies memang tidak punya visi untuk memulihkan Teluk Jakarta. Padahal, seperti diungkapkan berbagai kajian akademis sejak bertahun-tahun yang lalu, termasuk dari peneliti Belanda, proyek ini memperparah penurunan muka tanah Jakarta.

Kritik juga datang dari pihak legislatif. Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan Anies seperti hendak melegitimasi IMB yang dia terbitkan--yang masih dipermasalahkan dari segi hukum.

"Apakah upacara di pulau hanya untuk melegitimasi apa yang sudah dikeluarkan, semisal IMB? Kami enggak mengerti," katanya kepada reporter Tirto.

Anies juga semestinya menangkap respons negatif dari masyarakat. Kata Gembong, "Anies harus menangkap itu, bahwa apa pun faktanya, pulau itu masih kontroversial."

"Ngapain Pak Anies mencoba membuat kegiatan di tengah-tengah lahan yang notabene masih dipersoalkan masyarakat?" tanyanya, retoris.

Ia lantas menyarankan Anies mengurungkan niatnya itu. Ada lokasi yang lebih cocok, misalnya Balaikota atau Monas. Bagi Gembong itu jelas-jelas "jauh lebih sakral".

Anies mewajibkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk mengikuti upacara di sana lewat Instruksi Gubernur DKI Jakarta nomor 71 tahun 2019 dan 72 tahun 2019. Para PNS dari lima wilayah kota administratif juga wajib turut serta.

Apa Mau Anies?

Jadi apa motivasi Anies menyelenggarakan upacara 17 Agustus di pulau reklamasi? Menurut Anies, upacara tersebut adalah simbolisasi bahwa lahan reklamasi adalah milik negara.

Dulu, kata Anies di DPRD DKI, Rabu (14/8/2019), pulau-pulau buatan itu terkesan sangat elite lantaran tak sembarangan orang boleh memasukinya. "Kemudian kami ubah kawasan itu menjadi kawasan milik Republik Indonesia, yang seluruh warga negara bisa masuk ke kawasan itu. Untuk menyimbolkan ini adalah milik negara, bukan milik pribadi."

Anies mengklaim kini masyarakat bebas keluar masuk pulau reklamasi. Kesan kawasan tersebut sebagai milik pribadi atau swasta sudah berubah.

"Kami selenggarakan peringatan kemerdekaan tanah air ini di hasil tanah yang dulunya dikuasai dan tertutup oleh swasta," tegasnya.

Baca juga artikel terkait HUT KEMERDEKAAN RI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan