tirto.id - Tak ada angin tak ada hujan, Kamis (5/12/2019) kemarin, Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok menyambangi sebuah acara peresmian gerai KFC di Jalan Slamet Riyadi, Ngarsopuro, Solo. Gerai ini hanya berjarak sekitar 5 kilometer dari rumah Presiden Joko Widodo di daerah Sumber, dan acara ini dihelat beberapa pekan setelah BTP ditunjuk Menteri BUMN Erick Thohir sebagai Komisaris Utama Pertamina.
Maka tidak heran jika muncul anggapan kalau BTP kembali rekat dengan Jokowi, koleganya di Balai Kota DKI pada 2012-2014.
BTP menolak anggapan itu. Dia bersikeras menyebut kedatangannya murni karena gandrung pada ayam goreng KFC sejak kecil. “Saya kira di antara semua KFC, ini yang paling unik karena ada unsur budaya dan etnik,” kata dia.
Namun, empat hari kemudian, tepatnya pada Senin (9/12/2019), BTP semakin terlihat dekat dengan Jokowi kala mereka bertemu di Istana, Jakarta. Saat itu BTP datang bersama Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Usai keluar dari Istana, BTP bilang Jokowi berpesan agar Pertamina bisa memperbaiki defisit neraca perdagangan.
“Kunci paling besar [memperbaiki neraca] adalah sektor petrokimia dan migas,” tutur BTP, seperti dilansir Antara.
Jokowi menyebut dua tugas lain. Yang pertama adalah menjamin implementasi biodiesel, kemudian mengawal pembangunan beberapa kilang minyak baru yang mangkrak.
“Udah 34 tahun enggak bisa bangun, kebangeten. Saya suruh kawal betul dan ikuti terus progresnya,” tuturnya.
Untuk ‘Bersih-Bersih’
Mangkraknya pembangunan kilang minyak di Indonesia memang sudah jadi rahasia umum. Keterlibatan mafia migas kerap disebut-sebut sebagai penyebab masalah ini.
Para mafia diduga kerap menghambat proses administrasi, terutama ketika Pertamina sudah memiliki mitra yang berkenan membantu proses pembangunan.
Mafia ini juga diklaim berperan dari dalam, salah satunya terindikasi dengan fakta bahwa Pertamina membentuk sejumlah anak perusahaan, di antaranya Petral yang berkedudukan hukum di Hongkong dan PES di Singapura.
Kedudukan itu, menurut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif, membuat komisi antirasuah kerap kerepotan dalam melakukan penyelidikan.
“Kelihatannya memang iya [sudah diatur], kenapa sih sulit-sulit seperti itu? Kalau mau beli minyak dari Singapura saja mah di Singapura saja bikin perusahaannya gitu. Enggak usah lagi satu di Singapura, satu di Hongkong," kata Syarief.
Atas alasan dan keluh kesah KPK itu pula, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menilai penunjukan BTP sudah tepat. Luhut beranggapan BTP adalah sosok bersih, tak pandang bulu, dan kompeten--tiga kriteria utama yang bisa mengatasi sengkarut mafia migas dari dalam.
“Pak Ahok itu akan sangat bagus mengawasi Pertamina, karena Pertamina sumber kekacaan paling banyak itu. Biar aja di situ,” tutur Luhut, Selasa (10/12/2019).
Diuji Luar Dalam
Kendati demikian, bukan berarti segalanya bisa berjalan lancar. Luhut tidak menampik jika BTP akan mengalami ujian luar dalam.
Dari luar misal, status BTP sebagai politikus PDI-P bisa saja membuatnya dibenci banyak orang, meski Luhut sendiri beranggapan kalau itu bukan hal yang harus dipersoalkan.
“Orang yang enggak suka sama dia itu orang yang enggak suka diperiksa, yang enggak suka jujur, gitu aja," kata dia.
Indikasi ujian dari luar itu sudah tampak tatkala nama BTP baru digadang-gadangkan menduduki posisinya saat ini. Banyak sosok dari lingkaran Persaudaraan Alumni 212 dan partai-partai lawan PDI-P menentang keras penunjukannya sebagai komisaris.
“Kalau mau jalur politik ya di jalur politik, jangan di jalur yang lain. Ini baik buat edukasi publik. Etika-etika moralitas kepentingan-kepentingan," kata Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera.
Sedangkan dari dalam, keterbatasan wewenang BTP sebagai Komisaris menimbulkan potensi keterbatasan ruang gerak.
Tugas komisaris utama sebatas memberikan masukan kepada direksi, tak menyentuh level eksekusi. Mengingat rekam jejak BTP yang lebih banyak seputar kepemimpinan ketimbang bidang minyak dan gas, tak sedikit yang menyayangkan kenapa BTP tidak ditunjuk sebagai direktur utama saja.
BTP sendiri menanggapi penilaian tersebut dengan enteng. Dia yakin tetap bisa berkontribusi meski kewenangan yang relatif terbatas. Terlepas dari berbagai pro-kontra soal posisinya, dia yakin bisa bersinergi dengan Nicke.
“Tugas saya bukan mencampuri bisnis pertamina. Tugas saya mengurusi manajemennya. Beliau [Nicke] yang mengurusi bisnisnya,” pungkas dia.
Editor: Rio Apinino