tirto.id - Pada abad ke-18, Revolusi Industri ditandai dengan aktivitas yang riuh dan besar-besaran di pabrik-pabrik Inggris dan Eropa. Saat itu, pekerjaan manusia tiba-tiba digantikan oleh mesin. Selanjutnya, abad ke-20, Revolusi Digital membuat banyak manusia bekerja di kantor-kantor. Tidak sampai satu abad kemudian, revolusi kembali terjadi, tapi kali ini secara ‘senyap’, dan kecil-kecilan dan berlangsung hanya dalam rumah-rumah di hampir seluruh dunia.
Pandemi COVID-19 membuat pekerjaan manusia bergeser dari kantor ke rumah. Survei dari Eurofound mengungkapkan hampir 40 persen pekerja di Eropa bekerja dari jarak jauh (telework) secara full-time akibat pandemi. Data yang dikumpulkan Review42 bahkan menunjukkan sekarang ini 55 persen bisnis secara global menawarkan pekerjaan yang sifatnya jarak jauh (remote working).
Apakah hal tersebut berdampak buruk? Ternyata tidak. Sebanyak 77 persen pekerja mengungkapkan jika mereka bisa lebih produktif justru ketika bekerja remote. Hampir semua dari mereka (99 persen) malah ingin melanjutkan bekerja secara jarak jauh di masa depan, ketika pandemi sudah usai. Maka, boleh dibilang bahwa remote working akan menjadi cara bekerja yang lumrah, setidaknya pada 2021 nanti.
Sebenarnya, sebelum pandemi tren remote working juga sudah ada, biasanya untuk para pekerja freelance. Pada tahun 2007, Alan Blinder, seorang ekonom di Princeton University, memperkirakan bahwa kemajuan teknologi telekomunikasi terkomputerisasi bisa membuat 22-29 persen pekerjaan dilakukan jauh dari luar kantor. Waktu itu, Blinder memprediksi fenomena tersebut bakal terjadi satu atau dua dekade kemudian.
Namun pandemi membuat semuanya tiba lebih cepat. Saat ini, pola kerja jarak jauh, pelan tapi pasti, sudah menjadi kebiasaan baru sejak diterapkannya working from home (WFH) atau kerja dari rumah. Walau istilahnya berbeda, WFH dengan remote working sebenarnya punya konsep yang mirip, yaitu sama-sama bekerja di luar kantor.
Meski begitu, Richard Baldwin, seorang ekonom di Graduate Institute of International and Development Studies di Jenewa, Swiss, meyakini kali ini remote working-nya akan berbeda. Pandemi telah memaksa perusahaan-perusahaan untuk merangkul teknologi yang dibutuhkan untuk menjalankan tenaga kerja yang tersebar.
Untuk menjaga produktivitas, penerapan kerja jarak jauh adalah keharusan bagi perusahaan maupun pegawainya. Tak heran, hal ini menciptakan banyak tantangan.
Tantangan pertama, bagaimana menerapkan kerja jarak jauh secara struktural. Perusahaan yang terlalu terburu-buru menerapkan kerja remote tanpa penyesuaian struktural justru berisiko kehilangan efisiensi. Mereka bukan hanya harus menyediakan infrastruktur yang diperlukan, melainkan juga kepemimpinan, pedoman yang jelas, dan komitmen nyata.
Selanjutnya, jika perusahaan sudah punya infrastruktur yang baik, mereka akan menghadapi tantangan kedua: mengelola semuanya secara terpusat. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran akan faktor keamanan, mengingat kejahatan dunia maya telah meningkat selama pandemi. Oleh karena itu, setiap karyawan harus bisa menavigasi pekerjaan mereka dengan aman melalui platform yang terjamin.
Tantangan terakhir terasa lebih sulit, yakni menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi karyawan. Bagaimanapun bekerja di rumah bisa membuat batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi menjadi agak kabur.
Sejumlah survei memang menunjukkan hal tersebut tak selalu mempengaruhi produktivitas. Namun, tetap saja itu bisa menimbulkan ancaman bagi kolaborasi dan komunikasi jika dibiarkan tanpa pengawasan. Oleh karena itu, berinvestasi secara aktif dalam kesejahteraan karyawan sudah menjadi hal yang diperhatikan oleh perusahaan.
Memudahkan Koordinasi Pekerjaan dengan Platform Kolaborasi
Jauh sebelum pandemi melanda, sebuah survey yang dilakukan Elance-oDesk (2014) menunjukkan bahwa bagi kalangan milenial bekerja dari rumah tergolong pilihan yang menarik. Bahkan dalam skala 1-5, tingkat ketertarikan milenial Indonesia untuk bekerja dari rumah tergolong sangat tinggi, yakni 4,5; melebihi Bolivia (4,4), Pakistan (4,3), dan Filipina (4,2).
Kini, ketika bekerja dari rumah telah menjadi semacam kelaziman dan pada saat bersamaan situasi pandemi rentan membuat orang merasa tertekan, para pekerja dituntut untuk tetap produktif dan sebisa mungkin tidak stres. Dalam kondisi demikian, mereka ditantang untuk memulai kebiasaan-kebiasaan baru yang tidak membosankan.
Berikut adalah beberapa tipsnya.
Pertama, WFH bukan alasan untuk bermalas-malasan. Usahakan untuk tetap bangun pagi, mandi, dan sarapan sebelum bekerja, supaya energi yang disiapkan sama seperti ketika bekerja di kantor. Bahkan dengan kebiasaan lama, energi saat WFH seharusnya bisa lebih besar mengingat kita tak perlu menghabiskan waktu dan tenaga untuk berkendara ke kantor.
Tips berikutnya, meski tidak keluar rumah, kita sebaiknya tetap memakai pakaian yang rapi dan bersih. Ruang atau meja kerja utama juga usahakan tidak berantakan, karena itu bisa mendongkrak produktivitas kerja terutama bagi pekerjaan yang berorientasi detail. Akan lebih baik jika meja kerja terletak di dekat jendela. Namun, untuk menghindari bosan, kita bisa berpindah-pindah tempat, misalnya ke ruang tamu, ruang makan, atau tempat lainnya.
Sementara itu, tips terakhir agar produktivitas tetap terjaga adalah dengan berkomunikasi secara rutin dengan rekan kerja, atasan, dan bawahan, sama seperti jika bekerja biasa di kantor. Komunikasinya tak harus melulu soal pekerjaan, meski mayoritas tetap saja harus berkaitan dengan tugas kita, apalagi jika itu masih di jam kerja.
Buat memperlancar komunikasi tersebut, kita sebaiknya menggunakan platform yang mendukung untuk berkomunikasi sekaligus menunjang pekerjaan. Salah satu platform kolaborasi yang mudah dan terintegrasi—yang bisa dimanfaatkan pada saat WFH ini—adalah Lark.
Platform ini bisa memaksimalkan sinergi untuk bekerja bersama sebagai sebuah tim, merapikan struktur, dan menjamin keamanan. Seperti terjemahan namanya, “lark” adalah platform yang dapat membuat bekerja menjadi “bersenang-senang”.
Lark tersedia untuk Mac, PC, iOS, dan Android, serta memiliki fitur yang lengkap, mulai dari Lark Messenger, Lark Docs, Lark Calendar, Lark Meetings, Lark Mail, dan Lark Workplace.
Urusan surat menyurat, pengguna dapat menautkan akun Gmail mereka dengan Lark Mail untuk menikmati integrasi tanpa batas antara surel, messenger, dan drive. Pengguna juga dapat menulis email bersama rekan satu tim secara real-time, mengirim email atau membagikan utas email ke obrolan grup dengan mudah, dan mengatur izin baca/edit dokumen sehingga pengguna dapat berkolaborasi secara instan. Lark Mail dilengkapi dengan kapasitas sampai dengan 500GB tanpa dipungut biaya.
Soal menelepon dan rapat, dengan Lark Meetings pengguna dapat melakukan Video Conference dengan menit tak terbatas dan bisa diisi hingga 100 peserta dengan terjemahan langsung. Lark Meetings juga punya fitur magic share, yaitu cara yang lebih baik untuk berbagi file selama panggilan. Kemudian pengguna bisa mengedit konten bersama-sama secara real-time tepat di jendela panggilan dan menggulirkan dokumen sesuai keinginan. Selain itu, pengalaman panggilan video di Lark punya kualitas yang ditingkatkan, kebisingan dikurangi, latar belakang kabur—sehingga bagian belakang kita tak akan mendistraksi orang lain—, dan tata letak yang dinamis.
Sementara Lark Calendar memungkinkan pengguna untuk melihat jadwal dari anggota lainnya dan menetapkan jadwal pertemuan yang cocok dengan semua anggota yang terlibat, mengelola rapat dengan mudah dengan kalender tim dan pemesanan ruangan terintegrasi, serta menampilkan beberapa kalender secara berdampingan sehingga anggota dapat memeriksa ketersediaan semua orang di tim dalam satu pandangan.
Kita tak perlu khawatir perbedaan zona waktu akan mempengaruhi pekerjaan. Melalui Lark Calendar juga, pengguna bisa melakukan rapat lintas zona waktu dengan mudah karena adanya dukungan multi-zona waktu. Integrasi kepada messenger atau catatan rapat (Lark Docs) dari acara kalender manapun bisa dilakukan dengan satu klik. Kemudian, kalender ini juga bisa berfungsi sebagai reminder sehingga anggota bisa dengan mudah menentukan waktu deadline baik untuk diri sendiri maupun tim, untuk memastikan tidak ada pekerjaan yang terlewat.
Semua fitur tersebut terintegrasi dengan beberapa aplikasi pihak ketiga seperti Asana, Jira, atau Salesforce untuk Lark Workplace. Di Lark Workplace ini, pengguna juga bisa mengotomatiskan alur kerja internal seperti “persetujuan dan kehadiran” tanpa perangkat lunak tambahan, kemudian membuat aplikasi dan bot di platform terbuka untuk menyesuaikan keperluan.
Pada intinya, Lark bisa membuat penggunanya sekaligus anggota dalam tim tetap merasa terhubung dan tidak terasingkan meski pekerjaan dilakukan dari rumah masing-masing. Semua fungsi yang dibutuhkan untuk bekerja, berkolaborasi, dan bersosialisasi ada di sana. Yang paling penting buat perusahaan juga, Lark punya tingkat keamanan yang terjamin.
Remote working bisa dibilang adalah masa depan pekerjaan. Meski begitu, pekerjaan kantoran tidak akan punah jika perusahaan dan karyawan memiliki platform seperti Lark. Untuk menunjang produktivitas, Lark bisa jadi jalan terbaik.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis