tirto.id - Maraknya penipuan online menjadi perhatian serius di tengah semakin luasnya aktivitas masyarakat di ruang daring. Dari investasi bodong, lowongan kerja palsu, hingga phishing yang menargetkan data pribadi, berbagai modus kejahatan siber ini telah menimbulkan kerugian yang tidak hanya finansial, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap ekosistem digital.
Menanggapi hal ini, TikTok Goes To Campus (TGTC) kembali hadir dengan tema “Lindungi Diri dari Penipuan Online dengan #PikirDuaKali” di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” (UPNV) Jakarta, Rabu (23/10/2025). Kegiatan yang diselenggarakan secara hybrid ini dihadiri oleh lebih dari 500 orang peserta, berasal dari beragam latar belakang, mulai dari mahasiswa sampai ibu rumah tangga, juga lintas generasi, baik itu Gen Z, Millennial, bahkan Gen X.
Kegiatan TikTok Goes To Campus merupakan bagian dari rangkaian kampanye #PikirDuaKali, inisiatif dari TikTok untuk mendukung literasi keamanan digital, khususnya bagi kalangan muda dan pengguna aktif platform digital.
Dalam sambutannya, Head of Public Policy and Government Relations, TikTok Indonesia, Hilmi Adrianto, menekankan bahwa teknologi dan ruang digital seharusnya dapat dimanfaatkan untuk hal-hal positif seperti berkreasi dan belajar. Namun, ia juga mengingatkan bahwa di balik peluang itu, terdapat ancaman nyata yang perlu diwaspadai.

“TikTok percaya bahwa ruang digital itu dibuat untuk sesuatu yang bersifat positif. Namun, kita tidak bisa mengabaikan bahwa ada ancaman-ancaman di baliknya. Salah satunya, penipuan online yang kini makin canggih dan makin sulit dikenali,” ujar Hilmi pada Rabu (23/10/2025).
Ia menambahkan, TikTok berkomitmen untuk melindungi pengguna melalui langkah pencegahan yang proaktif. Didukung oleh sistem moderasi gabungan mesin dan manusia yang mumpuni, Hilmi mengungkapkan bahwa sepanjang semester pertama 2025, TikTok telah menghapus lebih dari 25 juta video di Indonesia, termasuk lebih dari 232 ribu konten yang mengandung modus penipuan. Selain itu, lebih dari 180 ribu iklan berbayar juga dihapus karena melanggar Panduan Komunitas TikTok.
TGTC Hadirkan Dialog Lawan Penipuan Online
Kegiatan TikTok Goes to Campus kali ini terdiri atas dua rangkaian kegiatan, yakni Diskusi Panel “Menangkal Penipuan Online: Kolaborasi untuk Ruang Siber yang Aman” dan Workshop “Temukan Modus Penipuan Online dengan Metode 3C.”
Melalui dua agenda ini, TikTok ingin membuka ruang dialog lintas sektor antara pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas pengguna untuk membahas strategi bersama dalam menghadapi maraknya penipuan digital yang kian kompleks.
Diskusi panel menghadirkan lima narasumber, yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital, Mediodecci Lustarini; Ketua Sekretariat Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau Satgas PASTI, Hudiyanto; SVP Head of Region Inner Jakarta IM3, Shatya Framudia; Risk & Fraud Investigation Manager DANA, Lalu Garin Alham; dan kreator TikTok, Ivy Febriany.
Dalam diskusi, Hudiyanto mengungkapkan bahwa laporan ke Indonesia Anti-Scam Center (IASC) dalam satu tahun pertama telah mencapai 400 ribu kasus. Terdapat setidaknya 10 modus yang paling sering ditemukan, mulai dari penipuan transaksi belanja, mengaku pihak lain, penipuan investasi, penawaran kerja, hadiah, phishing, social engineering, pinjaman online hingga pengiriman file APK. “Modus yang paling banyak adalah penipuan transaksi belanja, penipuan investasi, phishing, dan pengiriman APK palsu,” jelasnya.
Dirinya menegaskan kepada para peserta yang hadir untuk tidak menganggap remeh. “Please ya jangan dianggap remeh ya teman-teman ya. Ah cuman gitu, enggak, serius ini. Itu menjadi bahaya,” tegas Hudiyanto. Urgensi ini ditekankan karena IASC mencatat total kerugian finansial dari penipuan online telah mencapai Rp7 triliun.
Sementara itu, Mediodecci menjelaskan bahwa tren penipuan kini semakin memanfaatkan teknik social engineering dengan pendekatan “darurat”. Para penipu membuat korbannya ketakutan atau khawatir dan mengoptimalkan tekanan psikologis tersebut untuk mengecoh. “Pelaku memanfaatkan psikologis kita. Misalnya pesan yang mendesak seperti ‘data pajak akan diblokir’. Karena panik, orang cenderung langsung klik,” ujarnya.

Hal ini diamini oleh Garin, Risk & Fraud Investigation Manager DANA. Menurut Garin, penipu bekerja dengan mengincar masyarakat yang memiliki kebutuhan akan layanan DANA dan sifatnya urgent. Untuk mencegahnya, DANA kemudian memanfaatkan teknologi untuk mendeteksi perubahan perilaku, perubahan lokasi, atau anomali lainnya. Selain itu, DANA juga menerapkan proses keamanan tambahan, melalui verifikasi wajah atau OTP.
“Jadi, jangan keberatan teman-teman kalau misalnya disuruh face verification lagi, disuruh masukin entah OTP atau bilangnya repot banget mau transaksi harus masukin verifikasi gitu ya, atau autentikasi. Itu kan sebenarnya untuk mengamankan uang atau harta milik masyarakat itu sendiri,” tegasnya.
Upaya mencegah penipuan juga dilakukan oleh IM3 melalui fitur SATSPAM, Satuan Anti Scam dan Spam. Satya menjelaskan bahwa fitur tersebut membantu pengguna untuk mengidentifikasi nomor-nomor modus.
“Kita pastikan bahwa dengan kolaborasi antara AI dan juga jaringan 5G yang kita miliki itu bisa mencegah nomor-nomor yang teridentifikasi sebagai spammer atau scammer itu bisa kita cegah di depan,” pungkas Satya.
Menutup sesi, Mediodecci mengapresiasi langkah TikTok melalui kampanye #PikirDuaKali yang dinilainya efektif dalam meningkatkan literasi digital.
“Kampanye #PikirDuaKali merupakan inisiatif yang memiliki potensi efektivitas dari aspek literasi digital dan pencegahan penipuan online? Mengapa karena sederhana dan mudah diingat dari frasa. Kemudian memiliki relevansi dari semua kejahatan online scam yang ada di sekitar kita,” imbuhnya.
Cara Kenali Modus Penipuan Online
Kegiatan kemudian berlanjut dengan workshop “Temukan Modus Penipuan Online dengan Metode 3C”, sebuah pendekatan sederhana namun efektif untuk meningkatkan kewaspadaan. 3C merupakan akronim dari Cek, Cegah, dan Cegat.
- Cek, yakni memastikan kebenaran dan validitas sumber informasi sebelum berinteraksi atau membagikannya.
- Cegah, dengan menahan diri untuk tidak memberikan data pribadi atau mentransfer uang ke pihak yang tidak jelas.
- Cegat, dengan berani melaporkan akun atau konten mencurigakan agar tidak memakan korban lain.
Workshop ini menghadirkan tiga narasumber, yakni Alfons Tanujaya (Wakil Ketua Umum Aptiknas), Azwar (Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP UPNVJ), dan Farida Susanty (Kepala Divisi Riset Tirto.id). Sesi ini membekali peserta kemampuan mengenali konten penipuan serta langkah pencegahannya.
Dalam workshop tersebut, Alfons menjelaskan bahwa modus penipuan makin canggih, bahkan dirinya juga hampir tertipu. Hal ini karena modus penipuan dilakukan pada saat yang tepat dengan metode yang tepat. “Jadi masyarakat perlu berhati-hati bahwa Anda akan digiring ke penipu. Penipunya bahkan memanipulasi mesin pencarian, mereka membayar SEO, memanipulasi forum-forum, sehingga ketika search engine mencari yang muncul adalah nomor penipu,” jelasnya.

Dengan pendekatan tersebut, korban tentu mudah tergiring karena informasi berdasarkan hasil pencarian dari ‘sumber tepercaya’. Ia mengapresiasi langkah TikTok melalui kampanye #PikirDuaKali yang memperkenalkan metode 3C (Cek, Cegah, Cegat) sebagai cara sederhana tetapi efektif untuk membangun kewaspadaan. Menurut Alfons, inisiatif seperti ini sangat penting untuk menumbuhkan kesadaran di kalangan masyarakat luas, khususnya generasi muda yang paling aktif berinteraksi di dunia maya.
Mendorong Masyarakat untuk Terapkan Kebiasaan #PikirDuaKali
Melalui berbagai inisiatif seperti kampanye #PikirDuaKali, workshop interaktif, serta kolaborasi dengan kreator dan ahli keamanan digital, TikTok berharap literasi digital di Indonesia tidak hanya berhenti pada kesadaran individu, tetapi berkembang menjadi gerakan bersama.
Oleh karena itu Hilmi mengajak masyarakat untuk berpartisipasi menyuarakan semangat #PikirDuaKali kepada lingkungannya. Hilmi berharap semangat ini dapat menular, membentuk gelombang positif yang mendorong lebih banyak orang untuk berhati-hati, berpikir kritis, dan saling mengingatkan untuk ruang digital yang lebih aman.
“Mari kita bersama-sama membagikan semangat #PikirDuaKali kepada teman, keluarga, dan masyarakat. Cukup berhenti sejenak dan berpikir dua kali sebelum mempercayai atau membagikan sesuatu. Bersama, kita bisa membangun ruang digital yang aman, sehat, dan positif untuk semua,” jelas Hilmi.
Sebagai tindak lanjut, TikTok juga menyediakan laman edukatif #PikirDuaKali di dalam aplikasi yang memuat panduan, tips, dan kanal pelaporan. Selain itu, platform ini menghadirkan sejumlah kegiatan lainnya mulai dari live series, tantangan tagar, hingga kolaborasi dengan para kreator serta pakar keamanan digital, agar pesan kampanye ini bisa menjangkau komunitas yang lebih luas dengan cara yang menarik dan mudah dipahami. Untuk informasi lebih lanjut mengenai upaya TikTok untuk melawan penipuan online, kunjungi laman #PikirDuaKali di sini.
Editor: Dwi Ayuningtyas
Masuk tirto.id





























