tirto.id - Setiap orang bisa menggandrungi sesuatu, sebut di antaranya paha, mata, rambut, payudara, ketiak, sampai benda-benda semacam sepatu berhak tinggi, pakaian dalam milik lawan jenis, bahkan pakaian berbahan lateks. Kecenderungan gandrung terhadap hal tertentu itu disebut fetis.
Tak jarang, fetisisme melibatkan hal-hal yang dianggap tidak lumrah atau ‘tidak normal’ oleh masyarakat.
Pada 2012, situs Kinklovers merilis tulisan tentang sejumlah fetis yang paling diminati dalam mesin pencarian Google.
Pusar ternyata menempati posisi kedua setelah fetis sepatu berhak tinggi, dengan jumlah pencarian mencapai 8.000 kali dalam sebulan.
Sebagian orang menganggap pusar sebagai titik paling erotis dari pasangan intimnya. Ketertarikan seksual terhadap pusar ini disebut alvinofilia.
Orang-orang yang memiliki fetis terhadap pusar biasanya suka meraba, menciumi, dan menjilati pusar pasangannya.
Tak jarang pula orang-orang ini menuangkan cairan tertentu seperti madu, sirup, atau sampanye sebelum menjilati titik erotis itu.
Vice pernah menulis tentang segelintir orang yang membawa fetis ini ke level lebih tinggi lagi dengan memainkan benda-benda tajam seperti jarum, pembuka tutup botol, hingga pisau di pusar sang pasangan.
Budaya Populer Menyokong Fetis Pusar
Dalam esai berjudul "Unfit to Print: A Textual History of Sexual Fetishism in the 20th Century," Samantha Allen (2013) menyebutkan sejumlah majalah yang menaruh perhatian khusus terhadap fetis-fetis tertentu dan tak umum, termasuk Belly Button Magazine yang berfokus pada fetis terhadap pusar dan terbit pada dekade 70-an.
Terbitnya aneka majalah terkait fetisisme tak lepas dari penemuan mesin cetak laser dan inkjet saat itu yang memungkinkan khalayak untuk mencetak publikasi profesional dari rumah.
Ini dipengaruhi juga oleh mencuatnya industri pornografi di San Fernando Valley, California yang kerap disebut ‘Porn Valley’.
Edisi perdana Belly Button Magazine memuat gambar-gambar pusar yang erotis komplet dengan deskripsi salah satu pekerja seks komersial yang dipanggil ‘Big Bertha.'
Perempuan ini dikisahkan memiliki pusar yang begitu besar sehingga pelanggannya bisa melakukan penetrasi ke dalamnya.
Memasuki abad ke-21, seperti dilansir situs Try Healthier, muncul serial berjudul Navel Maneuvers 1: Bellybutton-Tickling Erotica pada 2011.
Tiga tahun setelahnya, dalam katalog Kindle Erotica eBook yang dirilis di Amazon terdapat buku Bellybutton Fetish: Erotic and Naughty Stories for Bellybutton Lovers.
Di samping majalah, gaya berbusana rupanya menyumbang pengaruh terhadap fetis pusar ini.
Tren akhir 90-an yang mencakup crop top untuk perempuan membawa dampak bagi tumbuhnya fetis terhadap pusar. Seiring popularitas gaya busana yang memamerkan pusar ini, demam tindik di bagian tubuh melanda Generasi Y.
Pesohor yang memperlihatkan pusar bertindik seperti Christina Aguilera dan Mandy Moore menjadi acuan bagi pengikut tren masa itu.
Fetis dari Kacamata Sains
Dalam buku With Pleasure: Thoughts on Nature of Human Sexuality, Abramson dan Pinkerton (1995) menjelaskan bahwa fetis merupakan perilaku seks yang dipelajari.
Ada dua jenis fetis, yang pertama preferensi terhadap benda mati dan yang kedua adalah obsesi terhadap bagian tubuh tertentu.
Dengan keberadaan benda-benda atau paparan bagian tubuh tertentu, orang-orang berfetis dapat meraih orgasmenya.
Mark D. Griffiths, Ph.D menulis dalam situs Psychology Today bahwa banyak jenis fetis merupakan dampak dari pengalaman yang tertanam sejak kecil atau remaja.
Selain itu, fetis juga bisa merupakan implikasi dari trauma kuat yang memengaruhi fisik atau emosi seseorang.
Sebagian anak-anak yang diteliti terkait fetisisme mengasosiasikan rangsangan seksual dengan objek yang berhubungan dengan orang terdekatnya, seperti ibu atau kakak perempuan.
Dari kacamata ilmu jiwa, sejumlah pihak sepakat untuk mengeluarkan fetisisme dari kategori kelainan.
Meski tidak dilabeli sebagai suatu penyakit kejiwaan, American Psychiatric Association masih mencantumkan beberapa kegemaran akan hal-hal tertentu yang memicu gairah seks ke dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM), sebuah ‘kitab suci’ bagi kalangan psikiater.
Lepas dari dua pandangan berseberangan mengenai fetisisme, pada dasarnya, orang-orang yang memiliki fetis masih dianggap wajar selama ia tidak mengalami gangguan dalam kehidupan seksualnya saat ia tak memperoleh hal favoritnya itu.
Dan, tentu saja, selama ia tidak membahayakan pasangannya di ranjang.
* Artikel ini pernah tayang di tirto.id pada 28 Januari 2017 . Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk keperluan redaksional Diajeng.
Editor: Maulida Sri Handayani