Menuju konten utama

Tabrak Diri demi Uang, Modus Lama yang Terus Berulang

Polisi juga diminta menindak tegas modus ini karena bukan sekadar pelanggaran lalu lintas, melainkan sudah menjadi kejahatan terhadap rasa aman publik.

Tabrak Diri demi Uang, Modus Lama yang Terus Berulang
Ilustrasi Mobil. foto/istockphoto

tirto.id - Sebuah video viral, yang menampilkan seorang pria berlari ke sebuah mobil yang melintas di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat, mendadak viral. Dalam video yang diambil lewat sorot dashcam mobil itu, pria tersebut langsung tergeletak di tengah jalan sesaat membenturkan dirinya sendiri ke mobil yang melintas.

Warganet sontak mencurigai tindakan itu sebagai modus pemerasan dengan berpura-pura menjadi korban laka lantas. Pasalnya, fenomena menabrakan diri ke kendaraan yang lewat di jalan raya lalu meminta sejumlah uang, beberapa kali terjadi dan mencuat di dunia maya.

Dari informasi yang dihimpun Tirto, modus semacam ini sudah terjadi di beberapa daerah dan biasanya menyasar korban yang menggunakan kendaraan beroda empat. Misal, polisi di Cirebon, Jawa Barat, berhasil meringkus pelaku modus pemerasan berpura-pura alias akting sebagai korban kecelakaan lalu lintas pada September lalu.

Penangkapan itu dipicu video viral yang memperlihatkan seorang pria menabrakkan dirinya ke mobil di depan Lapas Kelas I Kesambi, Kota Cirebon. Polres Cirebon Kota, menjelaskan bahwa tersangka berinisial T (35) menggunakan modus berpura-pura tertabrak lalu meminta uang untuk biaya pengobatan.

Aksi T terungkap berkat rekaman video si pengemudi mobil yang menyadari adanya modus pemerasan. Modus ini ada kalanya tidak dilakukan sendirian. Misal, dalam kasus di Cirebon, rekaman video menunjukkan adanya aktor lain yang diduga menjadi rekan tersangka. Polisi sedang melakukan pengembangan untuk mengejar pelaku tersebut.

Tahun lalu, modus semacam ini juga diwartakan marak terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat. Modusnya, tersangka pura-pura terserempet atau tertabrak mobil yang melaju pelan. Lalu ia merebahkan diri ke kap mobil atau ke jalan raya di depan pengemudi agar tidak bisa kabur.

Usai pengemudi meminggirkan mobil, tersangka yang pura-pura menjadi korban laka itu lalu meminta sejumlah uang untuk pengobatan. Tak jarang, langkah ini disertai pemaksaan dan intimidasi.

Mengemudi mobil di malam hari

Mengemudi mobil di malam hari. FOTO/iStockphoto

Perkembangan terbaru soal kasus di Tanah Abang, polisi baru-baru ini meluruskan informasi yang beredar. Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro, membenarkan peristiwa tersebut terjadi pada Minggu (2/11/2025) sekitar pukul 14.00 WIB. Tepatnya di Jalan Fahrudin Auri, Kelurahan Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Hasil penelusuran polisi, orang yang menabrakkan diri ke mobil, diketahui berinisial A. Ia yakni warga RT 12/RW 05, Kelurahan Kampung Bali. Menurut keterangan warga, A sudah lama mengalami gangguan kejiwaan. Pihak kepolisian berkoordinasi dengan keluarga dan RW setempat untuk memastikan kondisi A agar tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Sementara itu, Kapolsek Metro Tanah Abang, Kompol Haris Akhmad Basuki, menyebut pengemudi mobil yang ditabrak hingga saat ini belum membuat laporan ke kepolisian.

“Berdasarkan pengecekan sementara dan keterangan warga, kejadian itu murni karena tindakan orang dengan gangguan jiwa. Namun pengemudi mobil belum melapor secara resmi, sehingga kami masih menunggu keterangan dari yang bersangkutan,” ungkap Haris dalam keterangan pers resminya, Kamis (6/11/2025).

Pun, pada 2022 silam, Polres Metro Jakarta Timur menangkap pelaku yang mengaku-aku menjadi korban tabrak lari dengan tujuan pemerasan. Kasus mencuat berkat rekaman video kejadian tersebut viral di medsos. Korban kala itu sedang melintasi Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu, (26/1/2022), pukul 10.30 WIB.

Peristiwa itu bermula saat dua orang pria mengendarai motor berboncengan menyalip mobil korban dari sisi kanan. Berdasarkan video yang direkam korban dari dalam mobil, pria yang dibonceng langsung turun berlari ke arah depan mobil yang menepi. Setelah itu, ia berlagak pincang di depan mobil sambil menuduh pengemudi telah menabraknya.

Menyasar Ruas Jalan Ramai Mobil

Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat, menilai kasus semacam ini memang kerap terjadi di metropolitan, terutama di ruas jalan yang sering dilewati mobil pribadi. Rakhmat masih mengingat, fenomena ini sempat marak di sejumlah daerah Jakarta seperti Salemba, Matraman, dan Pramuka.

Ia menilai modus ini merupakan kejahatan yang sangat vulgar. Artinya, kata dia, orang tidak malu lagi melakukan modus kejahatan di tengah keramaian. Bahkan, terkadang dilakukan berkelompok untuk menguatkan tuduhan kepada korban atau sasaran penipuan.

“Ini karena fenomena kemiskinan, ekonomi yang semakin merajalela di masyarakat. Pelaku berbuat untuk bertahan hidup, dengan berbagai cara. Dalam beberapa kasus saya melihat mereka itu tersebar ya, tersebar di beberapa lokasi dari satu jaringan satu komplotan,” ucap Rakhmat kepada wartawan Tirto, Kamis (6/11/2025).

Fenomena ini juga menunjukkan bahwa street criminal atau tindak kriminal jalanan semakin berkembang dan perlu serius diatasi penegak hukum. Tandanya, ketika aksi kriminal jalanan semakin merajalela tanpa malu-malu, maka akan lahir ruang publik yang merugikan orang.

Ilustrasi rem mobil

Kaki menekan pedal akselerator . FOTO/iStockkphoto

Polisi, kata Rakhmat, perlu melakukan patroli di jalan-jalan atau daerah rawan agar tidak terjadi ketakutan dari warga melintas di wilayah tertentu. Keamanan dan kenyamanan warga perlu menjadi prioritas sehingga daerah tertentu tidak dicap sebagai daerah berbahaya atau rawan kejahatan.

Ia juga mengungkap bahwa street criminal sering kali terorganisir atau memiliki jaringan. Hal ini juga perlu menjadi perhatian penegak hukum agar bisa membenahi fenomena ini sampai ke akar-akarnya.

“Mereka [pelaku] punya petanya persebaran daerah-daerah mana yang secara modus bisa menguntungkan dan itu bisa memungkinkan perilaku mereka dilakukan,” terang Rakhmat.

Sementara itu, Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menilai bahwa modus ini adalah street crime dengan tipe manipulatif, atau dalam istilah kriminologi disebut fraud in motion alias kejahatan tipuan di ruang publik. Pelaku sengaja memanfaatkan empati warga yang tidak tahu-menahu di sekitar lokasi kejadian dan kepanikan dari pengemudi.

Secara hukum pidana, pelaku modus ini dapat dijerat Pasal 368 KUHP tentang pemerasan karena memaksa orang lain memberikan sesuatu secara melawan hukum. Juncto Pasal 378 KUHP tentang penipuan karena berpura-pura menjadi korban kecelakaan untuk mengelabui pengemudi.

Azmi menyarankan, ketika pengemudi terjebak situasi modus pura-pura laka lantas ini, perlu bersikap tenang dan menyiapkan mental menghadapi pelaku.

“Menyiapkan diri merekam kejadian melalui dashcam atau kamera ponsel, segera melapor ke polisi, bukan menyerahkan uang di tempat. Langkah ini membalik posisi dari yang dijebak menjadi korban pemerasan yang sah secara hukum,” ucap Azmi kepada wartawan Tirto, Jumat (7/11/2025).

Polisi juga diminta menindak tegas modus ini karena bukan sekadar pelanggaran lalu lintas, melainkan sudah menjadi kejahatan terhadap rasa aman publik. Penanganan harus tegas dan preventif termasuk melakukan sosialisasi modus kejahatan ini lewat edukasi, penguatan CCTV di titik rawan, patroli termasuk penyamaran petugas di titik-titik rawan.

“Serta bagi pelaku harus dihukum tanpa penerapan restorative justice agar menimbulkan efek jera maksimal,” lanjut Azmi.

Baca juga artikel terkait KRIMINAL atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News Plus
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Farida Susanty