tirto.id - Khitbah menjadi babak awal sebelum terjadinya akad pernikahan. Saat khitbah dilakukan, bisa saja diterima atau ditolak. Apa itu khitbah dan syaratnya dalam Islam?
Khitbah merupakan istilah lamaran dalam Islam. Prosesnya dilakukan oleh pihak laki-laki yang melamar kepada pihak perempuan. Keduanya sama-sama berjanji untuk menikah di kemudian hari apabila proses khitbah diterima.
Meski demikian, khitbah juga terikat dengan beberapa persyaratan. Pasalnya, ada kondisi khusus yang membuat seorang perempuan tidak boleh dikhitbah pria.
Pengertian Khitbah dalam Islam dan Hukumnya
Khitbah dalam Islam sama maknanya dengan peminangan. Pengertian khitbah adalah proses melamar untuk menikah.
Prosesi khitbah disampaikan langsung oleh pihak lelaki kepada pihak perempuan. Peminangan dapat pula diwakilkan melalui wali.
Pada saat melakukan khitbah, disunahkan pihak laki-laki melihat perempuan yang dipinangnya. Ia juga boleh melihat apa-apa yang bisa mendorongnya untuk menikah selagi bukan memandang yang diharamkan. Hal ini ditegaskan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya:
“Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita, jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka lakukanlah!” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim)
Terkait dengan melihat perempuan yang dipinang, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ikhtilaf tersebut berkenaan pada bagian tubuh yang dapat dilihat.
Pendapat pertama mengatakan boleh melihat selain muka dan telapak tangan seperti rambut, betis, dan lainnya. Pendapat lainnya menyatakan hanya wajah dan tangan yang dapat dilihat.
Hukum khitbah adalah mubah atau boleh. Jika khitbah dari pihak lelaki diterima oleh pihak perempuan, kedua resmi bertunangan.
Tunangan dalam Islam diperbolehkan. Selama terikat pertunangan, perempuan yang dipinang tidak boleh dikhitbah pria lain. Ada larangan yang disampaikan Nabi Muhammad pada hadis berikut:
"Janganlah seorang laki-laki meminang/melamar (seorang wanita) yang telah dipinang saudaranya, sampai peminang sebelumnya itu meninggalkan atau mengizinkan untuknya." (HR. Bukhari nomor 4848 dan 4849, dan Muslim nomor 1408)
Kendati bertunangan, lelaki dan perempuan yang terikat tersebut masih berstatus orang asing. Mereka belum menjadi suami-istri sehingga tetap harus menjaga adab dalam hubungan. Contohnya tidak berduaan (khalwat), bersentuhan kulit, sampai berbicara dengan cara manja, sampai keduanya terikat dengan akad nikah yang sah.
Syarat Khitbah Lamaran dalam Islam
Berdasarkan aturan yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 12, setidaknya terdapat empat syarat seorang perempuan boleh dikhitbah atau dipinang pihak laki-laki. Syarat perempuan yang akan dikhitbah adalah:
- Khitbah dapat dilakukan terhadap perempuan yang masih perawan atau terhadap janda yang telah habis masa idahnya.
- Khitbah haram atau tidak boleh dilakukan pada perempuan yang ditalak suaminya, namun masih berada dalam kondisi iddah rujuk.
- Tidak boleh meminang seorang perempuan yang sedang dipinang laki-laki lain, selama pinangan lelaki tersebut belum putus atau belum ada penolakan dari pihak perempuan.
- Putusnya pinangan laki-laki lain melalui pernyataan yang disampaikan secara terang-terangan atau secara diam‐diam. Selain itu, lelaki yang meminang sebelumnya juga telah menjauhi dan meninggalkan perempuan yang dipinang.
Tujuan Khitbah dan Tunangan dalam Islam
Setiap syariat yang ditetapkan Islam memiliki hikmah dan tujuan tertentu bagi umatnya. Berikut ini beberapa tujuan lamaran pernikahan dalam Islam.
- Khitbah bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman antara pihak laki-laki dan perempuan. Dengan adanya pinangan itu, kedua belah pihak mengerti bahwa pihak laki-laki meminta restu dan kesediaan dari pihak perempuan untuk menerima pinangan.
- Pinangan bertujuan untuk menjalin suasana kekeluargaan antara pihak laki-laki dan pihak perempuan. Kesempatan berkenalan secara serius ini diharapkan agar calon pasangan membina rumah tangga yang harmonis.
- Menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang antara calon suami dan istri.
- Memantapkan kedua belah pihak yang akan menikah tanpa ada pihak lain yang mendahului pinangan tersebut.
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Dhita Koesno
Penyelaras: Ilham Choirul Anwar