Menuju konten utama
Hukum

Syarat Pernikahan, Larangan & Perkawinan yang Sah Menurut UU

Syarat pernikahan di Indonesia dan jenis larangan yang diatur dalam peraturan negara yaitu Undang-Undang.

Syarat Pernikahan, Larangan & Perkawinan yang Sah Menurut UU
Ilustrasi Pernikahan Jawa. foto/IStockphoto

tirto.id - Pernikahan di Indonesia telah diatur dalam peraturan negara yaitu Undang-Undang, khususnya pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Undang-undang yang dibuat dengan persetujuan DPR RI ini mengatur perihal dasar-dasar, syarat-syarat, pencegahan, pembatalan, perjanjian, hak dan kewajiban suami isteri, dan unsur-unsur lainnya terkait perkawinan.

Namun terdapat beberapa pasal dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 yang direvisi dan diganti oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.

Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di pasal 2 disebutkan, perkawinan disebut sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, serta tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian syarat-syarat perkawinan juga diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 6 yang berbunyi:

(1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai

(2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

(3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

(4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

(5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih di antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin

setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.

(6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

UU Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 termasuk pasal yang mendapatkan revisi pada UU Nomor 16 Tahun 2019. Berikut adalah isi revisi Pasal 7 dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang batasan usia pernikahan:

(1) Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.

(2) Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.

(3) Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.

(4) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).

Jenis Pernikahan yang Dilarang

Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 terdapat pula aturan mengenai jenis-jenis pernikahan yang dilarang di Indonesia. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 8 yang berbunyi:

Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

a. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas;

b. berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;

c. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;

d. berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;

e. berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;

f. mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Baca juga artikel terkait PERNIKAHAN atau tulisan lainnya dari Muhammad Iqbal Iskandar

tirto.id - Hukum
Kontributor: Muhammad Iqbal Iskandar
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Yulaika Ramadhani