tirto.id - Syarat ambang batas untuk permohonan sengketa hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 2017 masih sama seperti ambang batas yang digunakan pada penyelesaian sengketa Pilkada Serentak 2015.
"Ambang batas masih sama sesuai dengan Pasal 158 UU Pilkada sebagai syarat formal pengajuan sengketa hasil Pilkada 2017," ujar Juru bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono di Jakarta, Sabtu, (4/3/2017) seperti dilansir dari Antara.
Meskipun Pasal 158 ini sempat menuai kritik pada penyelesaian sengketa hasil Pilkada Serentak 2015 silam, Mahkamah Konstitusi (MK) tetap konsisten dengan pasal ini.
"Kenapa MK masih dipaksa untuk melanggar pasal itu, kenapa tidak memaksa para pembuat undang undang yaitu lembaga legislatif untuk mengubahnya," ujar Fajar.
Fajar mengatakan bahwa pasal mengenai ambang batas ini sudah diuji di MK hingga dua kali dan sudah diputus.
"Kalau dipaksa melanggar nanti sama saja MK melabrak aturan yang sudah dia putuskan sendiri," tegas Fajar.
Di dalam Pasal 158 Ayat (1) dijelaskan bahwa provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan dua juta jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar dua persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
Sementara provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta hingga 6 juta, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU Provinsi.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh