tirto.id - Ahmad Syafii Maarif meminta guru-guru sejarah di Indonesia untuk turut menangkal virus intoleransi yang sekarang mulai marak kembali. Pelajaran sejarah, jika disampaikan dengan metode yang tepat, menurutnya dapat memperluas cara pandang siswa sehingga tak mudah terpengaruh radikalisme.
"Cukup efektif karena sejarah itu sumber informasi tentang manusia yang tidak akan pernah habis digali," kata Syafii di sela acara sarasehan Guru Sejarah bertajuk "Guru Sejarah Pengawal NKRI, Menangkal Intoleransi, dan Radikalisme dari Ruang Kelas" di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Sabtu (8/7/2017) sebagaimana dikutip Antara.
Agar materi tidak sekadar terkesan tekstual yang kering, Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah itu menyarankan guru sejarah memiliki wawasan yang luas dengan menguasai bidang-bidang pengetahuan yang lain, seperti antropoligi, sastra, serta filsafat.
"Ibarat orang berenang jangan hanya berenang di permukaan, tetapi juga menyelam ke bawah sehingga mengetahui hakikat sejarah dan hakikat kemanusiaan," kata Syafii.
Guru besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini mengatakan dengan berpijak pada sumber-sumber pengalaman bangsa dan kemanusiaan, sejatinya materi-materi sejarah mampu mencerahkan kehidupan bangsa, termasuk menepis masuknya paham-paham radikal dan intoleransi.
Kendati demikian, kata Syafii, materi itu bisa memiliki fungsi demikian hanya bila disampaikan oleh guru atau dosen dengan metode yang tepat.
Guru sejarah, kata dia dalam sarasehan dengan moderator alumnus Jurusan Pendidikan Sejarah Angkatan 1985 Sanata Dharma Y.B. Murdiana itu, harus betul-betul memahami substansi materi sejarah dengan model penyampaian yang tidak kering.
"Sejarah baru punya makna kalau guru-guru sejarah betul-betul memahami dan menghayati persoalan," katanya.
Sementara itu, Pengajar Sejarah Universitas Sanata Dharma Anton Haryono mengakui materi sejarah, khususnya sejarah nasional, efektif menumbuhkan semangat kebangsaan dan nasionalisme siswa.
"Materi itu memang muaranya bertujuan membangun semangat kebangsaan siswa," kata dia.
Meski demikian, Anton juga berharap materi sejarah tidak lagi sekadar disampaikan seperti pidato atau ceramah. Materi sejarah menurutnya harus disampaikan secara komunikatif dua arah, serta mampu disesuaikan dengan konteks saat ini.
"Kalau sekarang siswa cenderung apriori terhadap materi sejarah, itu tergantung model pengajarannya," kata Anton.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan