tirto.id - Survei HSBC Redefining Treasury in Asia Pacific: Voices of Treasury 2025 menunjukkan, manajer keuangan/treasuri perusahaan (treasurer) di Indonesia melihat manfaat signifikan dari otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI) dalam meningkatkan efisiensi serta pengambilan keputusan.
AI dianggap bisa memberikan prediksi lebih akurat terkait proyeksi arus kas dan transaksi
lindung nilai (hedging), khususnya dalam menghadapi volatilitas mata uang dan suku bunga.
Namun demikian, sebagian besar manajer keuangan/treasuri di Indonesia khawatir terhadap
risiko penerapan AI sebagai teknologi baru, khususnya dalam hal keamanan siber.
Sebanyak 48% manajer keuangan/treasuri di Indonesia mengidentifikasi hal ini sebagai
hambatan utama, tertinggi dibandingkan tujuh negara Asia Pasifik lain yang terlibat dalam
survei.
Perlindungan dan keamanan data menjadi perhatian penting karena sejumlah insiden
peretasan pernah terjadi.
Temuan ini berbeda dengan hasil survei di Asia Pasifik yang menyebutkan bahwa
perusahaan mempercepat transformasi sistem keuangan digital berbasis data dan real time
(real-time treasury) untuk menavigasi kondisi bisnis yang semakin kompleks.
Menurut survei, meskipun hanya 8% yang menganggap AI sangat berguna saat ini, 1 dari 2
manajer keuangan/treasuri memperkirakan manfaat AI akan “sangat berguna” dalam tiga
tahun mendatang. AI dinilai berpotensi besar untuk meningkatkan akurasi prediksi, mendeteksi penipuan, serta mengidentifikasi pola abnormal, sehingga dapat mengurangi biaya operasional keuangan.
“Para manajer keuangan perusahaan (treasurer) kini memiliki peran strategis dalam pengambilan keputusan perusahaan dan mendorong pertumbuhan bisnis. Manfaat dari
manajemen treasuri yang efisien dan tangkas, didukung oleh informasi yang andal dan
cepat, akan mendukung keunggulan treasuri di masa depan," ujar Manoj Dugar, Head of
Global Payments Solutions, Asia ex Greater China di HSBC.
Mengantisipasi Volatilitas
Para manajer keuangan/treasuri menilai bahwa “mengelola keuangan di tengah volatilitas
nilai tukar dan suku bunga“ menjadi prioritas utama selama 12 bulan mendatang, menduduki
posisi pertama di 7 dari 8 pasar Asia Pasifik yang disurvei (Indonesia, Singapura, Malaysia,
Thailand, Hong Kong, Tiongkok, Australia, dan Selandia Baru).
Prioritas lain yakni ekspansi ke pasar dan segmen baru berada di peringkat terendah,
mencerminkan dampak ketidakpastian perdagangan global serta pengaruh terhadap
rencana bisnis jangka panjang.
Ketika ditanya tentang risiko utama yang dihadapi dari kondisi geopolitik saat ini, 3 dari 5
menyebutkan volatilitas pasar dan perlambatan ekonomi sebagai risiko utama dalam 12
bulan ke depan.
Padahal, manajer keuangan di Asia Pasifik membutuhkan real time treasury untuk mencapai
pertumbuhan bisnis di tengah fluktuasi mata uang dan suku bunga.
Di tengah gejolak pasar, digitalisasi sistem pembayaran menjadi faktor kunci dalam
mewujudkan real-time treasury karena memungkinkan manajer keuangan/treasuri memiliki
akses dan informasi menyeluruh secara real-time atas transaksi pembayaran, kebutuhan
modal kerja di seluruh anak usaha(entitas), posisi arus kas, serta eksposur valuta asing.
“Kami memahami bahwa prioritas utama perusahaan saat ini adalah untuk terus tumbuh di
tengah ketidakpastian ekonomi global. Sebagai transactional banking terkemuka, kami telah
membantu nasabah Indonesia untuk mendigitalisasi sistem pembayaran mereka, guna
mengatasi kompleksitas pembayaran lintas batas (cross border payments),” ujar Anne
Suhandojo, Head of Global Payments Solutions, HSBC Indonesia.
Langkah ini mencakup berbagai solusi pembayaran seperti pembayaran domestik maupun cross border dengan menggunakan sistem dan otomatisasi konversi mata uang ke 130 jenis valuta asing untuk pembayaran ke luar negeri.
Salah satu nasabah HSBC, perusahaan pelayaran di Indonesia yang memiliki 12 anak
perusahaan di berbagai negara di Asia, dapat melakukan efisiensi proses bisnis lewat
integrasi solusi pembayaran dan cash management dari HSBC. Sebelumnya, perusahaan
tersebut menggunakan bank berbeda dan kanal pembayaran berbeda di tiap negara
sehingga membutuhkan proses manual untuk mengintegrasikan data.
Visibilitas terhadap posisi kas juga terbatas karena informasi belum real time dan
terkonsolidasi.
Editor: Siaran Pers
Masuk tirto.id




























