Menuju konten utama

Sri Mulyani Tantang Ekonom Hitung Proyeksi Harga Minyak Mentah 2023

Menkeu Sri Mulyani menantang sejumlah ekonom untuk ikut menghitung asumsi harga minyak mentah Indonesia atau ICP di RAPBN 2023.

Sri Mulyani Tantang Ekonom Hitung Proyeksi Harga Minyak Mentah 2023
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja Pembicaraan TK.1/ Pembahasan RUU tentang pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN tahun 2021 dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.

tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menantang sejumlah ekonom untuk ikut menghitung asumsi harga minyak mentah Indonesia atau ICP di dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023. Tantangan tersebut disampaikan dalam dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia.

"Saya tanya nih ke 100 ekonom, proyeksi minyak Anda tahun depan seperti apa? Cara ngitungnya gimana? Saya pingin tahu," kata Sri Mulyani, di Jakarta, Rabu (7/9/2022).

Pemerintah sendiri mematok harga asumsi minyak mentah Indonesia atau ICP sebesar 90 dolar AS per barel dalam RAPBN 2023. Angka ini lebih rendah dari asumsi proyeksi 2022 yang mencapai 95 dolar AS hingga 105 dolar AS per barel.

Sri Mulyani menjelaskan, di tengah kondisi ketidakpastian pemerintah menghitung asumsi harga minyak berdasarkan data agency yang memang otoritatif di bidang minyak. Misalnya, berkaca pada data Bloomberg konsensus dan juga beberapa outlook lainnya.

"Tapi paling tidak kita mengidentifikasi dua faktor yang akan sangat dominan mempengaruhi harga minyak termasuk komoditas di tahun depan," jelasnya.

Faktor pertama, pemerintah akan selalu melihat apakah dunia akan memasuki resesi atau tidak. Sebab, Amerika Serikat (AS) dan Eropa saat ini tengah menghadapi potensi resesi sangat tinggi lantaran inflasi kedua negara tersebut yang melonjak.

"Kita akan melihat, kalau seandainya negara maju masuk resesi, pasti permintaan minyak turun, maka tekanan terhadap kenaikan harga diperkirakan atau diharapkan akan menurun. Harga mungkin akan turun, tidak lagi mencapai di atas 100 dolar AS per barel," jelasnya.

Kemudian faktor lainnya adalah melihat potensi ketegangan antara Rusia dan Ukraina. Jika perang antara keduanya berlangsung lama, maka dampaknya akan terasa dari sisi suplai minyak. Terlebih, Rusia menjadi negara kedua penghasil minyak terbesar di dunia.

"Kita sudah tahu minyak menjadi instrumen perang. Masing-masing menggunakannya itu. Putin (Presiden Rusia) menggunakan gas supply ke Eropa, diberhentikan, pihak G7 dan NATO mengembargo minyak dari Rusia," jelasnya.

Baca juga artikel terkait HARGA MINYAK MENTAH atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri