Menuju konten utama

Soal Insiden Pegawai KPK, Versi Pemprov Papua: Tak Ada Penganiayaan

Pemerintah Provinsi Papua menyebut tidak ada peristiwa penganiayaan, yang ada hanya insiden dorong mendorong.

Soal Insiden Pegawai KPK, Versi Pemprov Papua: Tak Ada Penganiayaan
Pekerja membersihkan gedung KPK di Jakarta, Rabu (21/11/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.

tirto.id - Pemerintah Provinsi Papua membantah adanya tindak penganiayaan terhadap dua pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat bertugas di hotel Borobudur Jakarta, Sabtu (2/2/2019).

"Tidak ada penganianyaan sebagaimana sampai kepada kerusakan fisik pada bagian hidung dan atau wajah dimaksud, yang terjadi adalah tindakan dorong mendorong," kata Kepala Bagian Protokol, Biro Humas dan Protokol Sekda Provinsi Papua, Gilbert Yakwar melalui keterangan tertulisnya yang diterima Tirto, Senin (4/2/2019) malam.

Menurut Gilbert kejadian itu bermula saat Pemprov Papua menyelesaikan RAPBD pronvinsi tahun 2019 dan telah mendapat evaluasi Menteri Dalam Negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Berkaitan dengan hasil evaluasi tersebut, pada hari Sabtu (2/2/2019), Pemprov Papua dan DPR Papua melakukan Pertemuan RESMI di Hotel Borobudur Jakarta Pusat yang dihadiri oleh Kementerian Dalam Negeri, melalui Direktorat Keuangan Daerah.

Pertemuan itu kata Gilbert untuk menjelaskan substansi hasil evaluasi agar dapat dipahami oleh Pemprov Papua dan DPR Papua untuk segera ditindaklanjuti.

"Bersamaan dengan pelaksanaan agenda pertemuan tersebut, ternyata KPK telah menempatkan beberapa pegawai KPK untuk melakukan kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan dugaan akan ada tindakan penyuapan pada pertemuan dimaksud," katanya.

Hal itu menurutnya dapat terbaca dari beberapa bukti-bukti berupa cuplikan komunikasi melalui WhatsApp yang berisikan informasi, foto semua peserta rapat beserta keterangan, termasuk barang-barang yang dibawa peserta rapat seperti tas ransel.

Semua informasi itu menurut Gilbert senantiasa dilaporkan secara detail antara pegawai KPK yang satu kepada pegawai KPK lainnya atau kepada atasannya yang tidak berada di tempat kejadian.

Mengetahui adanya pihak lain yang sedang melalukan pemotretan secara berulang-ulang yang dikuti dengan komunikasi via telepon atas semua gerak-gerik peserta rapat, maka yang bersangkutan didatangi.

Mereka kata Gilbert ditanyakan untuk memastikan apakah benar yang bersangkutan memantau semua pergerakan peserta rapat sebagaimana yang diduga. Saat didatangi dan ditanya identitas, kedua orang tersebut kata Gilbert gugup dan panik.

"Pada mulanya yang bersangkutan tidak mengakui sebagai pegawai KPK yang sementara melakukan tugas pengawasan dan monitoring terhadap kegiatan evaluasi APBD Papua bersama Kementerian Dalam Negeri," katanya.

Gilbert menjelaskan setelah tas jinjingnya diambil dan dilihat, isinya ternyata terdapat kartu identitas sebagai Anggota KPK atas nama Muhamad Gilang Wicaksono.

Lalu ditanyakan pula berapa anggota yang bersama-sama dengan yang bersangkutan dan dijawab oleh yang bersangkutan bahwa mereka ada berenam. Namun kata Gilbert yang berada di tempat kejadian (lobby hotel Borobudur) hanyalah berdua bersama dengan sesorang yang kemudian diketahui bernama saudara Ahmad Fajar.

Selanjutnya mereka, menurut Gilbert diminta untuk memperlihatkan surat tugas atau surat perintah penugasan, akan tetapi yang bersangkutan menyatakan tidak ada, seraya mengatakan bahwa hanya diperintah oleh pimpinan.

Setelah itu yang bersangkutan diminta untuk memperlihatkan siapa-siapa saja yang telah diambil gambar atau difoto dengan ponsel yang bersangkutan.

Ternyata kata Gilbert dalam ponsel tersebut terdapat hampir semua foto pejabat Papua beserta keterangan termasuk barang-barang bawaan, serta lebih disoroti lagi tentang adanya tas ransel yang dibawa oleh salah satu peserta yang diduga di dalamnya ada berisi uang untuk tujuan penyuapan.

"Peserta yang membawa tas ransel tersebut setelah mengetahui bahwa dirinya sebagai bidikan utama, seolah-olah dalam tas ransel tersebut berisikan uang, maka secara spontanitas peserta tersebut, mendatangi pegawai KPK dimaksud lalu memperlihatkan isi dalam tas ransel dimaksud, yang sesungguhnya hanya berisikan dokumen-dokumen berupa kertas dan tidak terdapat uang di dalamnya." kata dia.

Karena yang bersangkutan tidak dapat memperlihatkan surat tugas atau surat perintah penugasan, maka keduanya diserahkan ke Polda Metro Jaya untuk dilakukan klarifikasi.

"Bahwa terkait dengan isu penganiayaan kedua petugas tersebut sampai kepada tindakan operasi pada bagian hidung dan atau wajah, perlu kami sampaikan bahwa hal tersebut adalah tidak benar," kata dia.

Pada saat kejadian tersebut menurut Gilbert hanya ada insiden dorong mendorong karena perasaan emosional karena diduga akan melakukan penyuapan yang akan berakibat pada tindakan OTT dari KPK.

Cidera dan luka bagian hidung dan wajah yang diisukan dialami pegawai KPK tersebut menurut Gilbert tidak benar. Hal itu kata Gilbert dapat dibuktikan melalui foto kedua orang dimaksud ketika telah berada dalam ruangan Direskrimum Polda Metro Jaya.

Dalam foto kata Gilbert kedua orang tersebut dalam keadaan segar, sehat serta tidak terdapat adanya luka atau sobekan pada bagian hidung dan wajah yang hingga membutuhkan tindakan operasi.

Atas kejadian ini Pemerintah Provinsi Papua menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

a) Sangat mencederai hati pemerintah dan DPR Papua yang telah menseriusi arahan dan pembinaan yang dilakukan KPK selama empat tahun di Provinsi Papua tentang Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Provinsi Papua. Di mana atas rekomendasi KPK kami telah membangun system e-planning, e-budgeting, e-samsat, e-perijinan, dan e-lapor. Pemerintah Provinsi Papua telah berusaha dengan sumber daya yang kami miliki di atas kekurangan dan kelemahan kami orang Papua untuk mendukung penuh arahan-arahan KPK melalui rencana aksi pemberatasan korupsi di Papua.

b) Tindakan ini menunjukan ketidakpercayaan KPK terhadap kemampuan dan hati orang Papua untuk berusaha taat asas dan komitmen atas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam NKRI;

c) Justru tindakan tersebut menimbulkan rasa takut untuk melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan karena aparatur akan di hantui perasaan “akan ditangkap sewaktu-waktu”. Padahal kami telah komitmen untuk menjaga Papua dalam kerangka NKRI.

d) Secara perlahan-lahan tindakan tersebut akan membunuh kemandirian dan prakarsa daerah untuk berusaha memahami kondisi rill budaya Papua dan mencari solusi-solusi kreatif mengatasi permasalahan untuk membangun dan mengejar ketertinggalan dengan saudara-saudara kami di provinsi lain, untuk mencapai kesejahteraan melalui RAPBD yang tepat sasaran dan pro rakyat. RAPBD hanyalah alat untuk mencapai kesejahteraan. Jika selalu digunakan kaca mata curiga kepada pemerintah provinsi dan DPR Papua dalam mengelola anggaran untuk kemanfaatan rakyat, hanya melahirkan ketakutan yang berkepanjangan.

"Untuk itu, kami meminta perlindungan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia agar kami dapat bekerja dengan tenang, jauh dari rasa takut dan intimidasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab di Pronvinsi Papua," kata Gilbert.

KPK menjawab klaim Pemprov Papua adanya kekhawatiran penangkapan pejabat terkait penyelidikan kasus berujung dugaan penganiayaan dua petugas KPK.

Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah mengatakan, penindakan hanya menyasar pejabat korup. KPK meminta pemerintah daerah tidak perlu khawatir dengan kehadiran KPK selama tidak korupsi.

"Saya kira tidak ada yang perlu dikhawatirkan ya. Kalau memang tidak ada penyimpangan-penyimpangan tidak melakukan tindak pidana korupsi semestinya tidak perlu khawatir karena KPK pasti hanya memproses orang-orang atau pejabat-pejabat yang benar-benar melakukan tindak pidana korupsi," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (4/2/2019).

Menurut Febri, petugas akan memproses setiap aduan terkait pidana korupsi. Untuk pencegahan, kata dia, KPK mendukung Pemprov Papua membelanjakan dana publik dengan benar.

"Khusus untuk Papua KPK sangat mendukung pembangunan dilakukan di Papua agar masyarakat di Papua mendapatkan manfaat dari anggaran yang ada. Tapi ingat kalau ada korupsi dalam proses pembangunan tersebut, maka yang dirugikan juga masyarakat karena itu kami juga percaya sekali masyarakat di daerah akan dirugikan kalau ada tindak pidana korupsi," kata Febri.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGANIAYAAN atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Yantina Debora