tirto.id -
Ketum PA 212 itu pun mengatakan akan kooperatif dalam menjalani proses hukum jika ada panggilan dari kepolisian.
"Nanti ada proses hukum selanjutnya pasti saya akan kooperatif, karena saya dari awal sudah kooperatif," ujarnya saat di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (20/2/2019).
Ma'arif pun membantah anggapan jika dirinya mangkir dari pemeriksaan polisi. Pada pemanggilan pertama, ia sudah lebih dulu memiliki jadwal untuk memberikan dakwah di luar kota.
Kemudian saat pemanggilan kedua, Ma'arif mengaku tiba-tiba terserang flu berat. Setelah diperiksa, kata Ma'arif, dokter menyarankan untuk istirahat total.
"Kemarin malam Senin itu saya sudah di Semarang ingin menghadiri acara pemeriksaan beserta pengacara, tapi Senin pagi saya sakit, flu berat. Saya ke dokter hari itu dan ditensi 170 per 110 tensi darah saya, sehingga dokter katakan sebaiknya istirahat," kata Ma'arif.
Karena tak bisa memenuhi panggila polisi, Ma'arif menuturkan telah meminta kuasa hukumnya untuk mewakili dirinya.
"Akhirnya pengacara yang datang ke Polda Jawa Tengah memberitahukan bahwa saya tidak bisa diperiksa," tutur dia.
Slamet Ma'arif ditetapkan sebagai tersangka pada Minggu (10/2/2019), dalam kasus dugaan pelanggaran jadwal kampanye Pemilu 2019.
Kasus itu terjadi di Solo, saat Slamet berorasi dalam acara Tabligh Akbar PA 212 di Jalan Slamet Riyadi, Gladak, Pasar Kliwon, Surakarta, pada Minggu (13/1/2019).
Dalam acara itu dia diduga menyerukan orang-orang untuk memilih pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Dia diduga melangar Pasal 280 ayat (1) huruf a, b, d, e, f, g, h, i, j, sebagaimana diatur Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Yakni tentang kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.
Ancamannya adalah pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta (pasal 492 UU Pemilu), atau penjara dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta (pasal 521 UU Pemilu).
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Nur Hidayah Perwitasari