tirto.id - Organisasi yang bergerak di bidang kemanusiaan bernama Save the Children mengatakan, dua anggotanya hilang usai pasukan militer Myanmar menangkap penduduk desa. Selain itu, militer juga disebut menembak lebih dari 30 orang di dekat desa Mo So, beberapa di antaranya perempuan dan anak-anak.
DWmelaporkan, kelompok pemantau dan media lokal menuding serangan itu berasal dari pasukan junta militer Myanmar. Sisa-sisa anggota etnis minoritas Karen yang hangus juga ditemukan di timur negara itu, bahkan telah menjadi subyek kekerasan intermiten sejak militer melakukan kudeta pada Februari 2021 lalu.
Kepada kantor berita DPA, seorang anggota Kelompok Hak Asasi Manusia mengatakan, mereka yang tewas dalam serangan itu berusaha menghindari pertempuran antara militer Myanmar dengan kelompok milisi anti-junta di desa.
"Sekitar 35 orang baru saja mencoba melarikan diri dari rumah mereka tetapi mereka bertemu dengan pasukan junta dan ditangkap, kemudian dibakar sampai mati," kata anggota Karenni.
Kendati demikian, kelompok junta militer tidak langsung mengomentari laporan itu. Menurut media pemerintah, tentara hanya menembak "teroris" bersenjata di daerah itu.
Laporan di surat kabar Myanmar yang dikelola pemerintah mengatakan, bentrok pecah di dekat Mo So ketika pasukan gerilya Karenni dan pemberontak mengendarai kendaraan "mencurigakan" dan menolak berhenti ketika dicegat militer.
Di sisi lain, Save the Children melaporkan pada hari Sabtu, dua anggota stafnya di daerah itu dikabarkan hilang sejak serangan itu. Para pekerja lapangan sedang dalam perjalanan pulang dari misi kemanusiaan di wilayah itu ketika mobil mereka diserang dan dibakar.
"Dua staf kami, yang sedang dalam perjalanan pulang untuk liburan setelah melakukan pekerjaan tanggap kemanusiaan di komunitas terdekat, terjebak dalam insiden tersebut dan masih hilang," demikian lapor Save the Children di situs webnya .
"Kami mendapat konfirmasi bahwa kendaraan pribadi mereka diserang dan dibakar. Militer dilaporkan memaksa orang-orang keluar dari mobil mereka, menangkap beberapa, membunuh yang lain dan membakar tubuh mereka."
Penduduk Myanmar Lari ke Thailand
Pertengahan Desember lalu, Eleven Myanmar memberitakan, lebih dari 4.000 penduduk telah mengungsi dan lebih dari 700 orang melarikan diri ke Thailand setelah terjadi pertempuran antara pasukan junta militer Myanmar dan cabang milisi Pasukan Pertahanan Nasional Karenni (KNDF).
Pertempuran yang terjadi di dekat Lay Kay Kaw itu dimulai sejak hari Rabu, 15 Desember 2021. Itu adalah sebuah kota yang melambangkan perdamaian. Pada tanggal 16 Desember, lebih dari 700 warga setempat melarikan diri ke sisi perbatasan Thailand.
Mereka melintasi Sungai Moei. Sedangkan 4.000 orang lainnya dilaporkan mengungsi. Thailand juga telah meningkatkan keamanan di perbatasan. 700 orang yang melarikan diri itu sudah ditempatkan di sebuah gudang di tepi Sungai Moei.
Menurut pengakuan seorang pengungsi yang turut melarikan diri ke Thailand, pertempuran itu terjadi di dekat desa Mae Htaw Thale, letaknya di jalan menuju Lay Kay Kaw.
"Saya juga mendengar suara tembakan senjata berat. Kami takut karena dekat dengan desa. Jadi kami menyeberangi sungai dan melarikan diri ke Thailand."
Menurut pengakuan seorang pedagang pasar, keamanan di pintu masuk desa Mae Taw Thale sudah diperketat. Orang-orang tidak diizinkan keluar karena pertempuran.
"Tentara sedang memeriksa di jembatan yang merupakan pintu masuk ke desa Mae Htaw Thale. Warga sipil tidak bisa pergi. Hanya kendaraan militer yang bisa lewat, jadi mereka harus memutar," kata seorang pedagang pasar.
Editor: Iswara N Raditya